Kamis, 08 Desember 2011

Long Distance




Beberapa hari yang lalu, saya membongkar kotak kardus yang menumpuk di sudut ruangan. Kotak itu sudah lama tak beranjak dari tempatnya. Bergeser pun tidak. Setelah saya buka, ternyata terdapat tumpukan file cerpen yang dibuat hampir 10 tahun yang lalu. Saya sendiri lupa kapan menulisnya, melihat tahunnya pasti saat saya berada di Jambi, dan ketika itu anak-anak masih kecil-kecil (sekolah dasar). 

Kemudian, saya mengetik kembali cerita pendek itu sebagai arsip pribadi. Tata bahasanya kacau amburadul, tapi cara mengungkapkan tokoh cerita nggak jauh berbeda seperti saat ini. Seingat saya seseorang yang menjadi inspirasi dalam cerita pendek itu adalah sosok lelaki yang secara nyata sulit digapai, bahkan untuk bertemu dengannya harus melalui jarak tempuh yang cukup lama untuk satu pertemuan yang singkat. (1984-1998)

Saya mengenalnya pertama kali lewat gelombang suara (telepon) dan itu pun kebetulan.Pertautan suara di seberang sana, ternyata membawa getaran sendiri, saya pun tak tahu kenapa hati ini setiap saat berbunga-bunga, saat telepon berdering. Kemudian dari beberapa kali obrolan itu dia mengirimkan surat dan fotonya, perkenalan gaya lama, khas Sahabat Pena. Nakalnya karena saya takut ketahuan Mama, jadi terpaksa memakai alamat sahabat saya yaitu Edwin Satria Hadi. Surat dan telepon itu sangat berjasa dan membuat hari-hari remaja SMP itu kian ceria.

Intinya suka itu saja, alasan lain menyusul. Dia puitis itu yang (mungkin) membuat saya klepek-klepek, sayangnya ada beberapa faktor yang tak sepaham. Saya sangat menyukai musisi , kala itu sangat terkenal di blantika musik Indonesia terutama era 80'an. Sedang dia, amat sangat tidak menyukai. Padahal ia suka musik, namun selera adalah pilihan hati dan lama-lama obrolan kami tidak menyambung. Dia adalah dari sekian teman cowok yang menaruh hati kepada saya, namun dia termasuk tiga orang yang tidak sepaham dengan saya untuk urusan idola dan genre musik.

Fariz RM

Soal selera musik, saya sepaham dengan seseorang yang pertama kali menembak saya dengan lagu "Kurnia dan Pesona" lewat petikan gitar akustik. Ia mantan drumer sekolah menengah atas di Bandung. Dan saat perkenalan itu ia baru menjadi seorang mahasiswa fakultas Elektro di ITS Surabaya. Gaya nya saya suka, selain tatapan matanya bikin hati saya rontok lumer. Perkenalan yang unik seperti sebuah adegan scene film Cinta Pertama yang dibintangi oleh Christine Hakim dan Slamet Rahardjo (1974). 

Saat itu liburan kenaikan kelas Juni 1982. Saya dan adik diajak oleh kakak sepupu berlibur ke Yogyakarta. Dalam perjalanan dari stasiun Gubeng (Surabaya) menuju stasiun Tugu (Yogayakarta), kami berkenalan. Namun saya tidak menaruh curiga cowok ganteng itu memberi sinyal ketertarikan. Maklum saya merasa gadis kecil yang tak sepatutnya mengenal dunia asmara. Semestinya ia hanya transit di stasiun Tugu (Yogya), namun entah lah malam itu setelah pertukaran alamat rumah, ia mencari saya di sepanjang jalan Malioboro. Sebagai adik yang mengikuti perintah kakak saya mas (alm) Akbar Pradopo, hanya mengikuti jadwal plesiran itu. Andai malam itu kami menikmati malam di Malioboro, kemungkinan pertemuan itu terjadi.

Kemudian malam kedua selama di Yogyakarta, saya dan rombongan keluarga Bude, berjalan-jalan sepanjang jalan Malioboro. Tiba-tiba terdengar seruan nama, "Ariiiieeee....Rieee." Hingga akhirnya si pemanggil itu tepat berada di depan saya. 
Napasnya tak beraturan. Ia menjabat tangan saya seraya berkata, "Dari kemarin aku nyariin kamu, alamatmu di Yogya kan nggak dikasi." Hehehe...dasar lugu, saya pun tak menyadari arti perkataannya itu. 

Malam itu, ia mengikuti perjalanan kami menuju rumah Bude di Jetis Kulon, sempat mampir di warung dan ia membayar semua makanan. Sebenarnya ia banyak bercerita namun saya nggak ngeh. Kemudian tibalah menuju rumah Bude, masuk gang dan duduk di pendopo. 

Saya langsung masuk rumah dan siap-siap pergi tidur, karena malam sudah semakin larut. Tiba-tiba kakak sepupu saya, mas Asang (Azhar) memberitahukan, bahwa cowok itu menunggu saya di ruang tamu. "Waduuhh..., sejak itu saya merasakan ketakutan. Apalagi adik saya, Vivi (SD kelas 5) pasti akan melaporkan kalau saya mempunyai teman istimewa. Sorot mata adik saya sudah tak bersahabat. 

Akhirnya saya menemui cowok itu, tentu dengan perasaan yang nggak karu-karuan. 
Gelisah dan nggak berani menatap sorot matanya. Ia kemudian izin kepada mas Asang untuk membawa saya ke pos ronda, yang berada di atas beranda (pendopo). Malam yang semrawut, kenapa saya mengikuti keinginannya, dan mengapa kakak saya mengizinkan. 

Pos ronda sepi..., kemudian ia melagukan lagu Kurnia dan Pesona. Saya suka. Ia bercerita tentang Fariz RM dan lagu-lagunya. Kami berbicara tentang Sandra Ameido, Di Antara Kata-Kata, Cinta Kian Menepi, dsb. Dari usia, gaya pergaulan sangat jauh sekali, ia orang kota dan gaul, dan saya hanya gadis remaja polos, dari kota kecil pula. Minder.

Namun, sosok Fariz RM membuat sekat itu hilang. Malam pertama dan terakhir dalam pertemanan "Serendipity" berakhir begitu cepat, karena ia akan melanjutkan perjalanannya menuju kota Bandung. Ia berjanji, seminggu dari pertemuan ini akan datang surat pertamanya. Saya bersama mas Asang mengantar sampai di mulut gang, kemudian dengan vespa bututnya ia melambaikan tangan, kiss bye. 

21 Juni 1982, seminggu kemudian, benar-benar ada sepucuk surat dari nya, dikirim dengan kilat khusus. Tulisannya rapi dan bagus. Saya suka tulisan itu, surat dan amplopnya masih saya simpan. Kisah itu tak berjalan mulus, karena Mama dan adik Mama (Lek Anwar) mencium tingkah laku saya yg aneh. Surat-surat berikutnya disita pak Lek Wa, dan saya tak mengetahui kabar selanjutnya. Suatu hari saya disuruh Mama, mengambil barang di rumah nenek, lalu munculnya setumpuk surat  nyempil dari tumpukan kertas-kertas. Ia rajin mengirim surat, sayangnya tak pernah sampai ketangan saya. Tertulis, ia bingung mengapa saya tak pernah membalas surat-suratnya, dan sempat mencari saya di Jember. Kemudian surat itu saya sembunyikan, meski kadarluarsa bagi saya sangat berarti. Meski belum terucap, "Aku cinta padamu." (seperti lirik lagu Tanda Mata nya SYMPHONY), tapi saya yakin kami saling menyukai.

Ternyata saya ini emang tukang simpan, maksudnya tukang penyimpan begitu. Hehehe...dari surat, klise foto hitam putih, hingga nota-nota pembelian atau struk pembayaran persalinan pun masih tertata rapi. Andai saya mempunyai banyak ruangan, pasti akan saya buat ruang arsip. Sepanjang hari saya membaca ulang tumpukan file dan melayanglah angan saya ke masa lalu. Tertawa sendiri saat membaca selembar kertas, berisi puisi yang saya tulis saat pertama kali mengenal dunia laboratorium prakticum recipe. 

Kasih,
Lewat getaran gelombang elektro magnet rinduku
Kuungkapkan untaian kalimat cinta
Di antara hari nan penuh kasih sayang ini
Serasa engkau ada di sini, di sampingku
Meski pun kutahu engkau di sana
Namun bayanganmu menghiasi langit-langit kamarku
Mampu meredam segenggam rinduku yang memuncak

Kasih
Aku yakin jarak yang membentang di antara kita
Bukanlah penghalang benang-benang cinta yang sekian lama kita rajut
Senakin kau menjauh, semakin besar pula kadar cintaku untukmu
Dengan loupe cinta ku dapat melihat ion-ion rindu serta molekul-molekul cinta terpancar dari hatimu

Kasih,
Aku selalu merindukanmu
Gemuruh cinta di hati seperti gelembung gas dalam tabung reaksi di laboratorium kimia ku
Membuatku semakin aku ingin memilikmu seutuhnya
Ah..., betapa bahagia hidup ini bila bersamamu 'tuk selamanya
Kasihmu sesejuk embun pagi hari
Seriang kicauan burung-burung di pagi hari
Seindah bunga-bunga bermekaran di taman kerinduan
Mungkin pula seindah lukisan Snellius

Kasih,
Engkaulah segalanya untukku
Karena kasihmu sejernih air kristal dalam botol praktikum ku
Kasihmu selembut serbuk Acidum Salisylicum
Kasihmu sehangat radiasi cinta yang menembus pori-pori kulitku
Cintamu semanis C6H12O6
Cintamu seharum OLeum Rosae
Cintamu seputih emulsi
Cinta dan kasihmu vitamin hidupku
Ayunkanlah langkah kaki bersama menggapai asa esok
Jangan biarkan ranjau-ranjau kehidupan merintagi kita
Pastikan kita terjang semua itu
 karena kuyakin bersamamu cinta ini abadi

Dan saya pernah menuliskan puisi itu di note facebook, sekitar dua tahun yang lalu. Secara dibawah sadar ternyata susunan kata itu dipengaruhi alunan lagu yang berlangsung saat itu. Musik itu tak pernah lepas dari diri saya, walau hanya sebatas penikmat musik semata. Saya menulis ketika saya menuntut ilmu farmasi jauh dari keluarga di Jember. Dan sekarang saya baru menyadari ternyata proses perjalanan menjalin kasih dengan siapa pun, hingga saya menjadi seorang istri dari papa nya YOANDO, ternyata saya menjalani kehidupan yang tak jauh dari "Interlokal" atau melalui proses "Long Distance".

Ketika saya menuliskan ini tadi pagi usai shalat Subuh, dan meneruskan setelah suami berangkat dinas ke luar kota. Ternyata jarak antar kota itu menjadi lahan kata-kata kian subur terangkai untuk ditulis dengan perasaan rindu yang selalu merindu, baik kepada keluarga juga teman-teman yang bertebaran di muka bumi ini. 

Setumpuk file masih belum terbongkar lagi, ini hanya sebagian saja. Mungkin saya akan menemukan sesuatu yang lain. Bahwa merindukan seseorang dengan mencumbui bayangannya itu nikmat, melahirkan sebentuk energi yang mengaliri tubuh bahwa di sana mungkin ada seseorang yang juga merindukan saya, mungkinkah kamu? 
(pembaca blog-ku ini)


Amarilis, 08.12.2011 / 11:20 Wib