Minggu, 06 Desember 2015

Novel by Ersta Andantino

W U N I 

Sebuah Legenda Tanah Jawa



WUNI membaca namanya saya pikir itu nama seseorang, ternyata bukan. Penulis buku ini adalah sohib, juga tetangga dan ia pernah menjadi editor kumpulan cerpen saya. Saya mengikuti perkembangan lahirnya novel tsb melalui postingan status - status di Facebook-nya. Setahu saya judul novel tsb bukan itu, agak seram bikin merinding bulu kuduk. Saya pun membatin bila benar novel itu lahir saya cukup membeli tapi enggan untuk membacanya. 

WUNI novel setebal 3 cm, panjang 20 cm, berhalaman 332 dengan penerbit Javanica, semalam baru saja saya merampungkan. Sejak novel itu berpindah tangan dari penulisnya kepada saya, tepatnya kamis, 12 November 2015 lalu saya hanya membolak - balikkan halaman buku tsb. Biasanya setiap akan membeli sebuah buku, saya selalu membaca sinopsis atau deskripsi yang biasa tertera dibelakang sampul buku. Kali ini nggak sama sekali, namun saya mengakui sampul novelnya lebih bagus daripada yang dipromosikan sebelumnya lewat status FB-nya.

WUNI novel yang bercerita tentang sesuatu yang agak mistik karena harta warisan serta dibumbui percintaan dan persilatan serasa membawa imajinasi ke jaman sandiwara radio berseri, seperti Saur Sepuh dsb. Saya mengingkari kata hati ternyata novel ini justru menggiring pikiran ingin segera menuntaskan. Saya kurang menyukai yang berbau mistik (legenda - legenda kuno) baik bacaan atau tayangan televisi tapi saya menyukai film horor dari channel TV Thrill atau tayangan film berbau detektif ala Law & Order Crimina Intens, Motive dan Cold Case di Universal TV.

WUNI dihalaman kedua tertulis sepatah kata dari penulisnya untuk saya, bahwa salah satu obrolan kami telah menginspirasi novel ini bukan berarti saya tergoda untuk menghujani pujian untuknya. Saya ingin mengetahui dimana letak inspirasi tsb dalam cerita ini. WUNI mungkin novel ini satu - satunya ketika membaca, saya bisa berinteraksi dengan penulisnya melalui obrolan What'sApp (WA). Saya ya tetap saya dengan segala kekurangan sering bertanya kepadanya (mungkin) membuatnya ingin sedikit memberi bocoran cerita, tapi saya menolak dan nantinya ingin menemukan jawaban sendiri. Tak sekaligus saya merampungkan bacan itu ada jeda menunda karena mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tapi tidak mengaburkan sosok demi sosok dalam cerita itu. Semuanya terekam baik dalam memori otak.

WUNI bisa direkomendasikan buat orang (pembaca) yang penakut sekalipun/ Artinya saat membaca dekripsi buku berbau horor biasanya pembaca akan membatalkan untuk membeli, tapi WUNI ini serrrruu abiiizz, satu persatu halaman membawa kita larut. Terlintas saat membaca ini cerita sungguhan atau hanya sekedar fiksi semata. Cerita percintaan mungkin bisa diperjelas lagi agar lebih romantik, bukan sekedar penyedap cerita, mengingat karya penulisnya beberapa kali masuk dalam cerpen majalah femina. Namun kesingkatan percintaan inilah menjadi benang merah cerita ini. WUNI memang memfokuskan cerita dalam menyibak tabir misteri pesugihan yang jaman dulu banyak dilakoni beberapa orang untuk mencari kekayaan dengan jalan tak lazim alias perjanjen (perjanjian) dengan makhluk gaib. Belajar dari WUNI saya mendapat tambahan ilmu baru tentang penulisan bahasa Jawa yang banyak diselipan dalam obrolan di cerita. Sosok Jaka sebagai generasi kini berbekal ilmu pengetahuan dan ilmu tauhid dihadirkan sebagai pahlawan keluarga yang ingin membersihkan warisan leluhur keluarga besarnya. WUNI, tak salah saya memesan dua buku tsb untuk dua orang  (Ki Suki dan Totok Ardianto) yang feeling saya mereka akan menyukai cerita berjenis ini. Saat menulis ini saya belum sempat mengirimkan dua buku tsb. Insya Allah esok saya kirimkan dan berbagi cerita lewat diskusi sesudahnya membaca. 

"Congratulation Cak Tinosampeyan hebat iso menghayutkan pembaca terbawa arus legenda tanah Jawa itu serasa menjelma nyata di masa kini". WUNI kini bisa didapatkan di gerai Gramedia Botani Square Bogor atau semua gerai toko buku tsb yang terbentang seantero Nusantara. WUNI selamat berkelana, sukses selalu. Terima kasih.

salam :
Arie Rachmawati


INSERT 


WUNI penulisnya bernama Ersta Andantino, tapi saya memanggilnya Cak Tino karena ia orang Jawa Timur yang tinggal di Bogor. Perkenalan dengannya tergolong unik. Ia sahabatnya mbak Ilenk Rembulan, waktu itu sekitar Maret 2010 saya dan mbak Ilenk nebeng mobilnya untuk menghadiri launching buku penulis senior yang juga guru saya di kelas cerpen, Kurnia Effendi. Saya duduk di bangku belakang dan obrolan mengalir, ternyata ia penulis cerpen di femina, dan beberapa cerpennya menjadi klipingan saya. Malah salah satu cerpennya yang berjudul Menikahlah Denganku menjadi cover jilid klingan. Artinya chemistry antara pembaca dan penulis sudah terjalin karena cerita pendek dan waktulah mempertemukan kami.

Meskipun letak rumah kami satu wilayah berdekatan bukan berarti kami sering bertemu. Kesibukan masing - masing yang membuat kami harus mengkondisikan waktu dan tempat bila ada perjumpaan, biasanya kami memilih sebuah warung makanan yang tak jauh dari rumah saya. Tetap berkomunikasi lewat berbagai media adalah pilihan yang tepat. Bila saya lama nggak nongol di laman fesbuk, ia pun menyapa menanyakan kabar. Entah memang ia mempunyai indra keenam atau hanya kebetulan saja, tebakannya selalu benar. Suatu hari kami asyik mengobrol hingga membahas keberadaan makhluk gaib. Ketertarikan tentang itu melatarbelakangi cerita ini. Sisi lain sebagai penulis beberapa genre, mencobanya untuk meramukan cerita drama percintaan, persilatan dan horor menjadi satu dalam WUNI ini. Sebagai penulis dengan jam terbang tinggi (bila dibanding saya) dan ia dianugerahi multi talenta (fotografer, pelukis, penyair, sketer) kini pengalaman kisah nyata-nya siap tersaji dalam novel akan memerindingkan bulu kuduk Anda.


                                                                                *****

Jumat, 06 November 2015

Aktivitasku


Dua Tahun Merajut
(Anniversary Yoando Crochet)

Yoando Chrocet by Rie (Arie Rachmawati)


Merajut hobi terbaru yang mencuri perhatianku sejak 5 November 2013, tanpa terasa sudah dua tahun berlalu. Selama itu sudah banyak karya yang terlahir walau masih nyaman dengan ilmu kardi (kardi kependekan dari kareba dhibik =  karepe dewe = semau gue) alias jurus yang tercipta seketika saat merajut walau kadang menemui kesulitan namun itu salah satu bentuk tantangan sebagai perajut pemula. Setiap kali menyimak tayangan Youtube atau pola/diagram yang kudapatkan dari berbagai bentuk browsing-an di internet selalu timbul ide-ide baru yang mendorongku untuk berimprovisasi menciptakan rajutan baru, baik memakai haken atau breien.

Merajut awal jatuh cinta-nya pun pernah kutulis di blog ini, boleh klik link ini http://rachmarie-riritemaram.blogspot.co.id/2014/09/menikmati-waktu-3.html  disana bisa dibaca kembali proses mengenal rajutan. Berangkat dari nol dan benar - benar awam soal dunia rajutan hingga mengerti dan mengenal seluk beluk rajutan adalah proses yang menyenangkan, karena setiap hari menemukan hal baru yang ingin aku pelajari baik melalui tayangan tutorial rajutan, obrolan sesama perajut dan mendatangi toko rajutan dengan bertanya langsung. 


Teh Lina & Teh Defi
Crayon Craft Co
Saat membeli benang pun melalui beberapa info dan banyak menemui berbagai macam orang, ada yang bersedia memberitahukan ilmunya dengan cuma-cuma ada pula yang tergolong 'medit' alias pelit walaupun aku sudah membeli barang daganganya, Itulah manusia dengan berbagai karakter, namun paling nyaman dan bikin betah belajar hanya kudapatkan di tempat Crayon & Craft Co di jalan Aceh 15 (Kebun Sirih belakang Balkot) Bandung. Ngomong - ngomong soal tempat itu kutemukan dari hasil googling kemudian mendatanginya. Toko itu menjual berbagai macam keperluan yang berhubungan dengan prakarya. Toko itu dibagian depan memang banyak mengutamakan pajangan untuk clay. Selanjutnya dibagian belakang menyediakan peralatan urusan jahit-menjahit dan ruang belajar sesuai bagiannya. Setiap pembelian dengan nilai nominal tertentu mendapatkan free belajar merajut atau knitting bisa juga ketrampilan lainnya (sesuai keinginan). Free itu hanya berlaku sampai tiga bulan masa pembelian (dari struk belanja), otomatis aku sangat memanfaatkan hal tsb, bukan semata berbelanja saja tetapi sekalian mendapat ilmunya juga. Teteh Defi dan Teteh Lina adalah dua mentor yang sangat sabar & ramah dalam memperagakan cara belajar. 

Toko benang kedua yang memberiku rasa senang dan nyaman adalah Micky Mochko berada di dua tempat, yang satu di Blok M Plaza dan satunya lagi di rumah pemiliknya di dekat pasar Tebet. Pemiliknya sepasang kakek & nenek sangat ramah dan suasana tokonya asri menyenangkan. Datanglah kesana pasti kau akan merasakan seperti yang kurasakan saat menginjakkan kakiku disana. Imajinasiku pun menginginkan suatu saat aku ingin mempunyai toko seperti itu dihari-tuaku, selain menjual juga berbagi ilmu rajutan. 


Ningsih - Aku - Melanni
Ada juga toko benang di daerah Bogor, tempatnya aku peroleh dari Google, sayangnya saat kudatangi toko tsb bahkan tiga kali membeli benangnya keberadaan sang pemilik toko sangat kurang bersahabat. Mestinya sebagai pembeli tak harus diperlakukan sebagai raja walau itu mungkin wajib karena seorang pelanggan adalah tamu, layaknya tamu tetap dihormati dilayani. Barang yang dijual termasuk berbeda dari toko benang kebanyakan yang ada di pasar Anyar Bogor atau Pasar Bogor (daerah Surya Kencana) tetapi karena pelayanan yang bikin ilfil membuatku enggan kesana kembali. Itulah sebagian cerita tentang toko dan pemilik toko berserta barang dagangannya, mungkin bisa dijadikan referensi untuk berburu benang.


Aku suka menulis. Menulis bagian dari kenikmatan menjalani rutinitas hidup, dengan menulis aku bercerita tentang apa saja kegiatanku, terutama tentang rajutan. Info ini pernah kubagikan kepada sesama perajut yang mantan teman sekolah saat duduk di bangku sekolah menengah farmasi di Madiun, namanya CH. F. Nugrohorini ternyata ia merasakan hal yang sama denganku. Entahlah chemistry yang terbangun dengannya bisa sama, baik benang yang kami beli dan selera rajutan padahal selepas sekolah 1987 lalu kami berdua tidak pernah sekali pun bertemu. Ia tinggal di Cikarang dan aku di Bogor hanya kontak komunikasi melalui BBM danWhat'sApp saja. Menurutku ia termasuk tingkat rajutannya lebih profesional walau tetap merendahkan hati.

Masih teman sekolah selain Rini ada Shinta Indrasworo dan Syamsiati Ningrum yang merasa tertular rajutan, bedanya mereka denganku adalah mereka telah mengenal rajutan semenjak remaja sedang aku baru memulai dua tahun yang lalu. Itu teman ex SMF sementara teman semasa SMP adalah Melanni Widjaja, Sugihartatik dan Ida Suryani sesama orang Jember. Menurutku hasil rajutannya Melannie lebih terfokus kepada tas dan taplak. Levelnya setara Rini jam terbangnya lebih lama beberapa tahun yang lalu. Walau tergolong baru aku tak pernah merasa terlambat untuk memulai. Aku senang bahkan bisa menumbuhkan minat lama menjadi kegiatan baru setelah kita melepas rutinitas sebagai ibu rumah tangga.
Oleh-oleh dari Amsterdam


Toko Simple Style Tokyo Tower Japan
Toko yang di Bandung itu mungkin terbilang agak mahal barang disana, namun menjamin kepuasan berbelanja dan barangnya bagus. Diatas adalah cerita sebagian toko benang yang ada di Jakarta, Bandung dan Bogor belum berbagai kota lainnya. Serruu abiiiss dah ! Berburu benang itu bagian dari keseruan perjalanan saat traveling. Kusinggahi setiap kota ketika aku sedang berpergian, hingga sampai ke toko Simple Style di Kyoto Tower Japan dan Spootlight Singapore. Bahkan terakhir aku mendapatkan delapan benang import dari Amsterdam sebagai buah tangan dari Ibu Hedy Ornel. Berburu benang itu menyenangkan belum lagi bila hasilnya sudah berbentuk sesuatu yang kita inginkan lebih menyenangkan lagi.


Selesai merajut masih berlanjut dengan aktivitas menata kemudian memotret layaknya seorang fotografer profesional, mengambil beberapa sudut pemotretan. Usai itu mengedit dengan memilih foto untuk dibentuk dalam kolase dengan berbagai aplikasi yang ada. Hasil akhir adalah menayangkan di laman media sosoal seperti akun Facebook, Pinterest terakhir menjadikan hasil rajutan sebagai inspirasi menulis.


Berburu benang di 11 Kota
Hijab Galon
Hasil rajutanku bermacam -macam seperti : dompet kecil untuk hape, hijab (tutup) galon, taplak, alas mug dan pemanis mug, gantungan kunci, jepit rambut, magnetik kulkas, bros bunga, bandana, dan topi berserta syal (satu stel). Minatku lebih memfokuskan kepada rajutan syal baik dikerjakan dengan haken maupun breien. Syal dengan berbagai motif benang dan model rajutannya, karena ini termasuk handmade jadi untuk mengulang yang sama sangatlah sulit karena menurutku kehilangan kebebasan bereksperimen. 

Barakallah ! Menurutku itu proses kegiatan yang sangat mensumringahkan hati karena aku bisa menjadi apa saja, perajut, juru potret, tata busana sekaligus penulis. Seiring waktu inilah aktivitas terakhirku, karena merajut membuat hariku kian berwarna. Ternyata yang bermula dari sekedar mengatur pins di akun Pinterest hingga timbul minat ingin merajut dan akhirnya aku ingin menjadi perajut terkenal nantinya yang bisa memamerkan hasil karya sendiri, syukur - syukur bisa sampai keliling dunia. Wallahualam dan semoga Allah SWT mengistijabah doaku. Amin YRA. Terima kasih.


Salam
Arie Rachmawati

Senin, 05 Oktober 2015

Aglenon 3.1


Seven Day in Japan on a Secret Mission
Oleh : Arie Rachmawati


Ibu & Anak

Cerita perjalanan kembali dilanjutkan, Aglenon 3 ini bukan jalan - jalan seperti biasanya seputaran kota di pulau Jawa, tetapi kini mengunjungi Negeri Sakura. Berita ini sudah saya dengar dari anak saya ketika bulan Mei lalu, namun saya belum mengiyakan karena menurut saya butuh persiapan segalanya. Terutama ijin suami, meski diajak anak sendiri tetapi tetap memikirkan hal lainnya. Yang saya dengar awalnya ia akan berangkat dengan beberapa teman sekantor, juga ada teman satu perusahan tapi beda kota. Untuk detailnya saya kurang mengetahui dengan siapa saja dalam rombongan tsb. Dan ketika kunjungan ke Cilacap (baca link ini : https://rachmarie-riritemaram.blogspot.co.id/2015/08/aglenon-1.html  saya mendapat amanah dari calon besan untuk menitipkan kedua putrinya dalam rombongan). 

Ini perjalanan yang mendebarkan, kesiapan mengurus pasport, pas photo dsb cukup dikirim ke Kak Yo. Ini bukan perjalanan yang menggunakan biro traveling namun dikerjakan sendiri. Saya hanya terima beres segala urusan, cukup pada tanggal yang disepakati menuju bandara udara Internasional Soekarno - Hatta Jakarta, terminal 3. Selebihnya diserahkan segala sesuatunya kepada Allah SWT.

Untuk lebih mengakrabkan semua anggota rombongan, Kak Yo sebagai ketua membuat grup What's App. Disana segala obrolan dibahas, namun saya belum paham. Pokoknya saya manut saja apa yang mereka diskusikan, karena ini pengalaman pertama. Pembahasan seputar tempat kuliner, tempat obyek wisata dan penginapan. Jauh sebelum pemberangkatan ini Kak Yo bersama mbak Pipit (teman sekantor) sengaja memperdalam bahasa Jepang.

Kunjungan ke Negeri Sakura itu antara lain setibanya di Narita Airport Internasional antara lain : Tokyo, Asakusa, Tokyo Tower, Odaiba, Disney Sea World Tokyo, Meguro, Shibuya, Harajuku, Tokyo Station, Shin-okubu Station, Kyoto Station, Arashiyama, Inari, Yokohama, Gion Kyoto, Kyoto Tower, dan berakhir di Haneda Airport International https://youtu.be/nQcR-gfr-ug

Senin 21 September 2015


Soekarno-Hatta Jakarta

Menjelang pukul 4 sore wakti Indonesia bagian barat para pelaku perjalanan terdiri dari Aryo Rizky Putra, Adithia Rina Damayanti, Anissa, Juita Sari dan saya sudah berkumpul. Kami siap tinggal meninggalkan tanah air menuju negeri Sakura. Kami sudah menunaikan sholat jamak Dzuhur dan Ashar serta perbekalan makanan. Kami terbang dengan pesawat Air Asia dengan nomor QZ 252 membawa kami berlima take off meninggalkan Jakarta dan transit di Bangkok. 

Singgah sebentar di Don Muesang International Airport Bangkok, sekitar pukul delapan malam. Selama transit kurang lebih tiga jam, empat puluh lima 
menit lumayan digunakan untuk cuci mata sekitar bandara. Justru transaksi perdana membeli balsem di sebuah mini apotik yang berada di dalam ruang tunggu bandara tersebut. Tangan Kak Yo terkilir, kemudian menikmati makan malam di McD setempat sebagai pilihan terakhir, sebelumnya sempat mencari buah tangan sesuai dengan uang saku yang ada. Alhamdulillah uang saku pemberian Kak Yo masih tersisa, memang saya berusaha tidak lapar mata, segala yang dilihat dibeli secara gila - gilaan. Belajar secukupnya dan berupaya tersisa meski beberapa nominal sebagai koleksi tanda mata uang negara yang dikunjungi. 


Menurut saya pribadi bandara ini tak jauh berbeda dengan bandara negeri sendiri. Setelah puas dan kenyang kami berlima kembali duduk manis di ruang tunggu yang tersedia. Mula - mulanya sepi, lama kelamaan menjadi ramai. Sesama penumpang yang singgah sebentar dan akan melanjutkan perjalanan dari Don Muesang International Airport Bangkok menuju Narita International Airport Tokyo dengan maskapai Air Asia. Menjelang jam dua belas malam waktu setempat pesawat terbang take off. Ini pertama kali bagi saya pribadi melihat isi pesawat dengan penumpang yang super banyak. Biasanya ruang dalam pesawat hanya terbagi dua sisi, namun kali ini terbagi tiga bagian barisan. Tiga lajur barisan dari depan ke belakang terpisahkan dengan ruang toilet yang berada disisi kanan dan kiri. Saya dan Kak Yo berada dibarisan tengah sisi depan dekat pintu masuk bagian depan, sementara Juitasari berada dibarisan sebelah kiri barisan saya. Dhita dan Anissa berada disisi barisan kanan bagian belakang. Para pramugari wira - wiri selain melayani penumpang juga menawarkan barang produk maskapai tsb. Perjalanan kembali dilanjutkan, kejenuhan mulai melanda para penumpang. Ada yang membaca dan mendengarkan musik ditelinganya, ada yang tidur, hanya saya yang beda yaitu merajut. Ya hari itu saya merajut diatas awan putih sangat banyak sekali serasa diatas kasur empuk.

Bersambung .... Selasa, 22 September 2015




Selasa, 22 September 2015

Aglenon 2.3


Lanjutan :

Sebelas Kota dalam Dua Puluh Hari
(Episode Ketiga)

Bundaran DPRD Jember
Cerita sebelumnya klik link ini http://rachmarie-riritemaram.blogspot.co.id/2015/09/aglenon-22.html


JEMBER
Sabtu, 5 September 2015 berangkat naik taksi yang kebetulan supir taksinya orang Jember, dari rumah Colomadu Paulan menuju stasiun Purwosari. Ketika kami berdua berangkat, Shafira sedang sekolah. Perjalanan kali ini penumpang gerbong kereta api Logawa sangat padat, sehingga AC dalam gerbong tak terasa malah bikin gerah. Kereta melaju tersendat-sendat lantaran sering berpapasan dengan kereta lain. Menjelang pertengahan hari tibalah kereta di stasiun Gubeng, Surabaya. Disini kereta harus berganti lokomotif alias langsir. Kembali ke gerbong kereta dan segera meninggalkan stasiun Gubeng Surabaya. Penumpang mulai berkurang, hembusan AC pun terasa kembali.

Perjalanan masih panjang, hal ini yang membuat saya malas pulang kampung. Jarak tempuh Surabaya ke Jember terasa lamban, baik dengan kereta api maupun dengan bus. Memang sekarang ada alternatif perjalanan dengan menggunakan pesawat untuk Jember-Surabaya (pp) namun saat ini biayanya cukup mahal, mungkin bisa dimaklumi bila keadaan urgent. Mau nggak mau menikmati perjalanan menempuh waktu kurang lebih lima jam, hingga tiba di stasiun Jember jelang adzan Isya'. Saat kini sejak akrab dengan benang-benang rajut membuat kejenuhan tergusur. Tetap bersyukur karena berbekal rajutan, guliran waktu melaju perlahan meninggalkan kebosanan.

Jember, akhirnya kembali lagi ke kota kelahiran. Ditulisan yang lampau saya sangat merindukan kota ini, karena terlalu lama meninggalkan hingga kerinduan itu tertuang dalam tulisan blog : http://rachmarie-riritemaram.blogspot.co.id/2011/04/aku-ingin-pulang-oleh-arie-rachmawati.html  Namun beberapa tahun terakhir sejak seringnya pulang ke Jember, jujur saya mengakui ternyata saya lebih menyukai kota yang kini yaitu kota hujan, Bogor. Suasana atau udara di Jember membuat saya sesak napas (asma) kambuh. Keadaan seperti ini yang mungkin menambah daftar penyebab saya berpaling. Hal sepele namun terlalu membuat sedikit stres dan ujungnya dengan alergi kulit merasa gatal tetapi tidak ada bekas gatal.

Jember, sebenarnya kedatangan kali ini untuk mengantar Mama kembali ke rumah setelah menjalani masa kontrol check mata di RSM dr Yap Yogyakarta. Sejak 2010 lalu Mama menjalani berobat jalan di rumah sakit mata itu. Penyakit mata yang dideritanya (glukoma) karena disebabkan diabetes tinggi mengakibatkan sebelah matanya mengalami kebutaan. Walau seperti melihat apa adanya namun hanya sebelah matanya saja yang berfungsi. Namanya orang tua kadang kala tidak mau mengakui bahwa kini keterbatasannya itu dikarenakan faktor usia. Namun hal itu tak menghalangi langkah kakinya untuk dapat melaksanakan berpergian. Berpergian mengunjungi anak - anaknya yang berada di Solo, Jogjakarta dan Bogor. Kadang Mama pun menghadiri acara reuni di Malang dsb. Secara fisik tubuhnya masih nampak sehat dan gesit terutama suaranya yang lantang sekali, hanya sakit matanya yang menghalangi indra penglihatannya. 

Selain mengantar Mama pulang ke Jember, juga menyempatkan diri mengunjungi teman sekolah menengah pertama Melanni Widjaja yang beberapa waktu lalu pernah bercerita lewat What's App-nya terkena musibah, yaitu ditabrak motor dan mengakibatkan tulang kering kakinya mengalami cidera dan dioperasi. Sebenarnya selain menengoknya juga kami sharing ilmu merajut. Secara ketrampilan ia sangat mahir, terutama khasnya membuat tas dan taplak. Namun kunjungan kali itu saya berbagi ilmu membuat bros bunga, koleksi Yoando Crochet by Rie.


Ningsih - Saya - Melanni
Ningsih - Nanang - Saya
Ningsih dan bros rajutan

Kunjungan itu sebenarnya sifatnya mendadak, obrolan sesaat di pagi hari dengan Sri Hayuningsih dan ia mengiyakan untuk menengok Melanni. Melanni ini istri teman sekelas kami berdua, yaitu Surya Darma Pandita, selain itu Melanni juga ex tetangga sewaktu kami tinggal di pesisir jalan Diponegoro (sekarang jln. Gajah Mada). Kunjungan tsb yang diabadikan dalam foto, kemudian Melanni mempostingan lewat tampilan profile BB-nya. Sehingga salah satu temannya berkomentar positif mengenai kami bertiga. Persahabatan tanpa mengedepankan perbedaan golongan dan keyakinan. Biar pun kami jarang bertemu nampak jelas dari pancaran sinar mata dan senyum yang menghias wajah kami bertiga. Saya rasa perbedaan tsb bila disikapi dengan pikiran yang positif dan pastinya banyak membawa manfaat. Terbukti dari kunjungan singkat dan dilanjut dengan obrolan melalui WA, akhirnya Melanni dapat membuat bros bunga. Yang lebih hebat lagi ia menerima pemesanan bros bunga dari teman kerabat terdekatnya. Kunjungan yang membawa manfaat. 

Usai dari rumah Melannie yang terletak di tak jauh dari warung nasi Lumintu, saya diajak Sri Hayuningsih (Ningsih) ke rumahnya di daerah/desa Mayang. Saya ingat waktu itu kunjungan pertama di tahun 2013, saya tengah masuk angin, kemudian Ningsih membuat saya sehat kembali, terharu. Menyenangkan kembali jumpa dengan ketiga putrinya. Menunggu jemputan Nanang, waktu yang ada dipergunakan membuat bros rajutan khusus untuk Ningsih. Tak lama kemudian Nanang datang dan terlibat urusan perumahan dengan tuan rumah. Usai itu kami berdua meluncur meninggalkan desa Mayang kembali ke Jember. Menyempatkan mampir ke rumah (alm) Bapak Chasib, Beliau adalah guru mengaji yang terletak di jalan Gajah Mada, dengan harapan bisa berjumpa dengan dik Dhenok (salah satu) putra-putri Beliau. Sayangnya saya hanya berjumpa dengan adik perempuan almarhum. 



Iping & Saya
Renny 'Zoya' Ronngo & Saya
Argo Wiroko, Vindy & Saya

Kegiatan selama di Jember, meski tak selama waktu - waktu yang lalu tetap meninggalkan kesan walau terselip rasa kecewa. Kekecewaan itu adanya keterbatasan waktu, ketergantungan kendaraan dan kebebasan menemui teman - teman yang lain, karena harus menunggu ijin dari Mama. Seusia ini saya masih diperlakukan seperti anak gadis yang perlu pengawasan ketat. padahal saya sebentar lagi (Maret 2016) akan menikahkan putra sulung. Saya hanya bisa menemui beberapa teman saja, terutama Renny'Zoya'Ronggo, seperti kunjungan wajib. Dan kedatangan Iping Hartanto ke rumah adalah surprise luar biasa. Terhitung sejak lulusan SMPN1 Jember 1984 (usai pentas seni) benar - benar tak jumpa dengannya. Diujung perjalanan selama di Jember, saya kedatangan salah satu penggemar berat Fariz RM dari kota Jember yaitu Argo Wiroko dengan istrinya. Namanya sangat familiar di dinding grup facebook Komunitas Fanstastic Fariz RM. Cerita punya cerita ternyata Argo itu teman sekolah (SMP) adikku, Totok Ardianto. Waktu yang sempit dimanfaatin berfoto bersama, selain itu ia membeli marchandise KFFRM, jadi lengkaplah kunjungan perdana bisa all in.

Bagi teman lainnya yang mengetahui kedatangan saya melalui postingan foto di facebook, mungkin terkesan saya pilih - pilih teman, padahal bukan demikian. Keadaan yang berlaku tak bersahabat dengan waktu. Hal itu yang membuat saya malas ke Jember, selain alasan yang ditulis diatas (jarak tempuh). Bagi saya berusaha menjadi anak yang baik dimata orang tua adalah hal yang tak mudah, sebaik apapun yang saya lakukan masih tetaplah kurang, karena memang benar adanya kasih sayang kita tak'kan bisa menyamai kasih sayang orang tua.


PURWOKERTO

Kamis, 10 September 2015

Mobil angkutan umum yang disupiri oleh pak Slamet sudah datang menjemput bakda subuh, bergegas meninggalkan rumah menuju stasiun. Menggunakan transportasi KA Logawa jurusan Jember-Purwokerto (pp) dengan jadwal pemberangkatan 05:05 wib dan harga tiket Rp 80.00,-. Perjalanan yang membosankan terulang saat jarak tempuh Surabaya-Jember (pp) bisa dihalau dengan kegiatan merajut. Bakda Magrib kereta Logawa tiba di stasiun terakhir Purwokerto. Selama perjalanan dan sering menggunakan transportasi kereta api, semua jadwal kereta api dan sistem pelayanannya sudah bagus, disiplin, dan on time. Dua jempol untuk PT KAI. 

Menunggu jemputan Kak Yo dan Ditha, menikmati semangkok baso khas Purwokerto yang tersedia di salah satu kafe stasiun. Sesaat di Purwokerto mampir di resto yang menyajikan masakan Jepang untuk makan malan bertiga, kemudian perjalanan berlanjut hingga di stasiun Kroya. Menunggu jadwal kedatangan kereta api Lodaya (Surabaya - Bandung). Saya dan Kak Yo menemani Ditha di stasiun. Kepergiannya untuk acara menghadiri resepsi pernikahan temannya di Bandung. Setelah beres kami berdua segera kembali ke Cilacap dengan jarak tempuh kurang lebih tiga puluh menit. Kunjungan ke Cilacap ini adalah menindak-lanjuti pembicaraan antara orang tua untuk urusan pernikahan bulan Maret 2016. Selama di Cilacap kegiatan masih merajut dan berusaha menghubungi Siti Syamsiati Ningrum di Kebuman. 


GOMBONG, KARANGANYAR & KEBUMEN

CD Fariz & Dian PP di Kebumen
Sabtu 12 September 2015, meluncurlah roda empat dengan tujuan Kebumen. Berdua saja menikmati suasana kota dan desa selama perjalanan membuat banyak kegiatan memotret. Memotret dengan kamera saku, foto bukan untuk sekedar dipamerkan tetapi sebagai dokumentasi pribadi selama perjalanan. Menuju rumah Ningrum di desa Karanganyar Kebumen, sangat menyenangkan. Alhamdulillah akhirnya saya jumpa pertama dengan dik Diah puti bungsu-nya Ningrum yang penggemar berat Fariz RM. Perkenalan denganya itu lewat facebook di waktu yang lampau, ketika ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Kini sudah kelas dua sekolah menengah pertama. Ia sangat gembira ketika menerima CD Fariz RM & Dian PP In Collaboration With ... plus ada tanda tangan penyanyinya. Lalu ia pamit untuk mengikuti kegiatan pramuka. 


Ningrum & Saya
Ningrum & Saya
Sesampai di rumahnya sudah tersaji makan siang untuk saya dan Kak Yo. Usai menunaikan sholat Dhuhur ia pun menemani kami. Suasana mendukung menjadi makan siang kian lahap. Sangat berkesan sajian sederhana namun super nikmat dengan lauk-pauk yang diambil hasil ladang sendiri, Rumah nan luas dilengkapi tambak ikan yang besar, ladang sayur-mayur, sekumpulan kambing siap menikmati rumput adalah pemandangan yang jarang ditemukan di masa kini. Suasana pedesaan dan berdiri rumah Ningrum seperti sebuah kastil di padang rumput. Acara selanjutnya saat Kak Yo istirahat tidur siang, saya dan Ningrum berbagi ilmu rajutan. Ia mengajari saya membuat bros bunga dengan cara yang beda meski hasil akhir sama. Kemudian ia mengajari saya membuat syal, asyik sekali hingga Kak Yo terbangun dan kami pamit pulang. Kunjungan ini bukan sekedar melepas rindu, mengingat beberapa hari yang lalu kami bersama Enny napak tilas ke Madiun. Kunjungan ini pula menambah ilmu baru tentang tajutan Baraka Allahu. Silahkan klik link ini untuk membaca cerita sebelumnya http://rachmarie-riritemaram.blogspot.co.id/2015/09/aglenon-22.html

Kak Yo
Melintasi jembatan yang membentang sungai nan lebar serta deras. Sungai Serayu namanya, bahkan saya lebih akrab dengan senandung lagunya daripada sungainya sendiri. Tentu hal itu tak luput dari pemotretan. Sebelum tiba di tepian sungai Serayu itu kami mampir ke Gombong yaitu tempat obyek wisata bernama Benteng Van der Wijck. Sayangnya sesampai disana, tempat itu baru tutup karena hari sudah sore. Sekedar melepas kecewa, maka berfotolah saya disekitar pintu masuk obyek wisata itu. Perjalanan kembali dilanjut hingga tiba di tepi sungai Serayu. Lokasi pemotretan sangat sempit, karena jembatan penghubung itu banyak lalu lalang kendaraan. Menunggu waktu yang tepat supaya Kak Yo bisa mengambil foto dan tidak menghalangi lajunya kendaraan yang melintas, terutama sepeda dan motor. Sebelum senja meredup warna langitnya kami segera angkat kaki menyudahi sesi pemotretan. Mobil melaju menuju Cilacap.


Ditepi Sungai Serayu
Benteng Van Der Wijck Gombong
Patung Pangeran Diponegoro - Benteng Van Der Wijck

CILACAP


Sesampainya di Cilacap, segera istirahat. Selama perjalanan berdua itu, saya menyempatkan untuk berbagi pengalaman dan mencoba menasehati untuk masa depan. Semenjak akrab dengan Ditha, setiap kedatangan saya ke Cilacap selalu dilalui bertiga atau berempat. Kurangnya kenyamanan bicara berdua sebagai Ibu dan Anak baik di Cilacap maupun di Bogor, membuat saya menunda amanah - amanah yang perlu disampaikan. Kesempatan itu sangat berharga, serasa Allah mengetahui apa yang saya butuhkan. Menata barang bawaan sebelum meninggalkan Cilacap. Mengenai barang bawaan selain berisi perlengkapan perjalanan juga buah tangan yang semuanya itu sengaja dikirimkan melalui ekspedisi. Minggu, 13 September 2016 akhir perjalanan ditempuh bukan dengan jalur kereta api tetapi dengan pesawat Pelita melalui bandara udara Tunggul Wulung Cilacap. Satu jam kemudian pesawat yang berisi tujuh belas penumpang tiba di bandara udara Halim Perdana Kesuma Jakarta dengan selamat dan saya dijemput suami dan putra kedua. Alhamdulillah.

Yang jelas saya sangat berterima kasih kepada keluarga calon besan, yang mendukung sarana transportasi selama saya di Cilacap. Tak lupa puji syukur kepada Allah SWT Sang Maha Penyayang, yang melindungi saya juga keluarga, memberi kesehatan sehingga perjalanan - perjalanan yang tertuang dalam tulisan ini berjalan lancar sesuai jadwal tanpa menemui hambatan dsb. 

Menuliskan kembali apa yang saya dapat dari tausiah bahwa bersyukur itu bukan sekedar mengucapkan Alhamdulillah saja namun kita sebagai hamba-Nya yang beriman senantiasa berupaya meningkatkan ibadah - ibadah lainnya. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata, saya hanya berbagi bahagia lewat tulisan, bila ada kekurangan mohon dimaafkan. Akhir kata, terima kasih banyak buat pembaca blog ini yang singgah dan setia menanti kisah cerita perjalanan berjudul Aglenon hingga berseri 1, 2 dan 3.

Insert : Aglenon 3 "Seven Day in Japan on A Secret Mission"


Salam, 
Arie Rachmawati

Rabu, 16 September 2015

Aglenon 2.2

Lanjutan : 

Sebelas Kota dalam Dua Puluh Hari
(Episode Kedua)

Masjid Agung Madiun


MADIUN (napak tilas)
di KA Madiun Jaya
Senin, 31 Agustus 2015, siang jelang sore dengan kereta Madiun Jaya seharga dua puluh lima ribu rupiah telah mengantarku tiba di stasiun Madiun sekitar jam sembilan malam. Sementara dua teman semasa sekolahku Eny Sriwahyuningsih yang lebih beken dengan panggilan Eny Beatrix dan Syamsiati Ningrum sudah tiba di Madiun dengan kereta Logawa siang tadi.

Memang beda beberapa jam, tapi tidak mempengaruhi
Ningrum - Arie - Eny
pertermuan kami bertiga. Ketika mengobrol dengan Eny sewaktu jumpa di Botani Square Bogor, terlintas satu keinginan untuk /mapak tilas/ dan ingin menengok pak guru bernama Pak Pas yang baru sehat dari sakit. Beliau terlihat sangak tua sekali dalam foto kiriman kakak kelas. Obrolan-obrolan itu melahiran ide sekonyong koder alias mendadak, dengan menggabungkan beberapa hal yang ada sangkut pautnya dengan rencana Mama jadwal rutin kontol ke RSM dr Yap Yogyakarta pada minggu terakhir bulan Agustus 2015. Sementara Eny akan mengengok cucunya di Madiun.  Kesepakatan yang muncul tentu membuat gairah perjalanan ini.

Hari masih Senin malam. ternyata Eny dan Ningrum yang menjemputku sengaja menunda waktu makam malam karena permintaanku ingin menikmati sepincuk nasi pecel Madiun di jalan Cokroaminoto. Meluncurkan kendaraan roda empat itu menuju lokasi angringan yang dituju yaitu Nasi Pecel Madiun Tanjung Sari, Sepanjang jalan Cokroaminoto memang banyak warung serupa, tapi menurut pendapat banyak teman, warung pilihan kami untuk saat ini memang paling markotop.

Berkeliling di Madiun pada malam hari benar-benar tak adalam pikiranku. Kupikir kami bertiga akan bermalam di rumah anaknya Eny itu (seperti usulanya tempo hari) ternyata kami bermalam di The Sun City Madiun. Lokasi hotel itu dulunya terminal bus yang kini dalam tata kota telah berubah menjadi ruko, hotel dan Carrefour. Pokoknya Madiun tampil beda menghapus memori jadulku. Keputusan bermalam di hotel ini mengingat agar kami bisa berisitirahat dan bercanda tanpa gangguan tangis cucunya Eny, maklum cucu pertamanya itu sangat manja dan aleman bila jumpa sang neneknya.

Malam itu meski telah larut namun kita masih keasyikan ngobrol untuk mengulas rencana esok hari. Setumpuk scheduke dadakan yang harus dipilih sebagai prioritas. Tujuan utama adalah menengok pak Pras dan napak tilas ke sekolah kami, selebihnya mengunjungi beberapa teman itu sebagai pelengkap kunjungan.


Selasa, 1 September 2015


Kunjungan pertama adalah ke rumah Nana (putrinya Eny) karena Eny harus ganti baju dan menemui Yayuk Wajut yang masih setia bekerja sebagai assisten apoteker yang letak apotiknya tak jauh dari rumah Nana. Sesampainya disana, Setelah itu kami berempat meluncur ke rumah pak Pras namun kami mendapat info bahwa beliau sedang dirawat di rumah sakit. Yayuk Wayut sebagai guide, Eny bertindak sebagai driver, sedang aku dan Ningrum duduk manis sebagai penumpang. Setibanya disana, agak susah menemukan beliau dirawat di ruang mana, karena keterbatasan info, kami juga mengetahui nama panjang beliau. Ternyata beliau sudah dalam kondisi memprihatikan. Pak Pras dalam papan pasien tertera namanya Tn Markus, tentu nama ini tidak familiar sekali. Bagiku sosok pak Pras meski tiak mengajar pelajaran di kelas, peran beliau sangat besar dalam persiapan praktikum atau persiapan ulangan dan pengantar wesel sangat dekat sekali terutama siswa-siswi yang bergantung pada kiriman uang dari ortu melalui wesel. Wesel semacam sarana pengiriman uang jarak jauh melalui Kantor Pos, kebeadaan kini semacam transferan uang baik melalui internet banking yang nantinya uang diambil dari ATM. Namun kendala wesel sering telat dan proses pengambilannya tak semudah memasukkan kartu ke mesin ATM. Meski begitu peran wesel sangat berarti sekali sebagi detak jantung kelangusngan hidup anak kos-kosan. Alamak. Kembali ke sosok Pak Pras, diluar jam kerjanya beliau tetap menjalankan perannya untuk menyenangkan hati kami  anak perantauan. Meski kami berempat tidak bisa bercakap - cakap atau saling bertatap muka, namun kami hanya mampu mendoakan yang terbaik untuk kesembuhan beliau.

Usai kunjungan  dari rumah sakit, kami meluncur ke jalan Tulus Bakti tepatnya lokasi sekolah menengah farmasi, tempat kami menimbah ilmu seputar obat-obatan. Sekolahan itu sudah banyak berubah, seumpama seorang gadis remaja telah beranjak menjadi wanita dewasa penuh kematangan hidup. Sepanjang jalan menuju sekolah sudah padat rumah, bahkan sebagian rumah - rumah itu telah disulap seperti kantin atau depot menawarkan banyak makanan untuk para siswa - siswinya yang butuh asupan tenaga dari makanan yang tersedia. Pokoknya sangat enak dan menyenangkan bila dibanding dengan 28 tahun yang lalu, untuk mencari segelas air mineral saja susah sekali. SMF Bina Farma Madiun banyak menambah ruang kelas, ruang laboratorium, toilet dan tempat parkiran. Siswa-siswa-nya nampak santai dan ceria tak seperti jaman kami sekolah, wajah penuh ketengangan dan super setres. Alamak. Tiada hari tanpa hapalan farmokologi yaitu ilmu farmasi yang mempelajari tentang nama-nama zat aktif obat dam obat paten yang beredar di apotik atau toko obat. Tiada hari tanpa praktikum responsi atau kimia, begitu juga tiada hari tanpa ulangan dan pekerjaan rumah. Mata pelajaran yang kami pelajari kebanyakan adalah salinan dari generasi ke generasi dengan cara menulis di papan dan kami setiap hari menulis (menyalin) di buku tulis. Tugas menulis dipapan sering bergantian, terutama aku dan Eny bukan karena tulisan kami bagus, tapi keikhlasan waktu, karena dengan demikian nantinya kami akan menulis kembali ke buku masing-masing. Keberadaan sekolahan kami saat ini telah berada dibawah departemen Diknas bukan lagi dibawah Depkes. Itu sebabnya perluasan sekolah (seperti yang disebutkan diatas) pastinya mempengaruhi sistem belajar disana.


Apapun itu sekolah itu telah memberi sejuta kenangan, baik suasana sekolahan (lama & baru), teman-teman seperjuangan belajar ilmu farmasi serta peran serta para pendidik ilmu. Kenangan itu menari-nari dipelupak mataku. Kedekatanku dengan para guru sebagai anugeraj-Nya, tak dipungkiri bahwa hal itu mengingatkan sosok Arie Rachmawati dimata bapak Sabar Santoso ketika kami mampir di apotiknya di jalan HOS Cokroaminoto. "Kami (Duo Eny-Ningrum-Arie) adalah siswa bapak lulusan 1987, saya dulu pernah diberi tugas oleh sekolah untuk membeli alat musik sebagai inventaris sekolah, Saya dari Jember...hayo bapak masih ingat saya, nggak?" begitulah kata pengantarku saat berhadapan dengan beliau dengan khas senyum manisnya itu. "Hmm...siapa yah, yah itu Arie Rachmawati dari Jember." jawbanya penuh yakin. Hore hore kami pun bertepuk tangan serentak, bahkan dua pegawai beliau yang berhijab itu okutan gembira atas kehadiran kami berempat. Sesi berfoto tentu tak pernah dilupakan, sesi foto itu meski kini sudah menjadi fenomena hidup namun dijaman yang lampau merupakan bagian dari kegiatanku sebagai dokumentasi. Menyenangkan saat perjumpaan kembali dengan beliau-beliau itu, menghadirkan memori manis yang tak terlupakan adalah semata karena ijin-Nya. Waktu mempertemukan kembali dalam perjalanan napak tilas ini. Baraka Allahu ....



GALERI FOTO selama NAPAK TILAS
SMFK Bina Farma Madiun 


SMFK Bina Farma Madiun 2015
Kunjungan Alumni 1987
Bapak Soewarno, guru UUF
Jadul 1984/Jani 2015 di Laboratorium 
Bersama (mantan kepsek) Bpk Sabar Santoso
SMFK Bina Farma jaman dulu (1987)
Bersama Nursini dan Siyem

Rabu. 2 September 2015

Es Sronatan & Gado2
Hari ini hari terakhir kami napak tilas, terutama aku dan Ningrum. Pagi itu meluncurlah mobilnya Eny ke sekitar Alun - alun Madiun. Tujuan kami bertiga menikmati es dawet Sronatan plus sepiring gado - gado untuk bertiga. Nikmat berbaur kenangan. Mengulang kenangan lama untuk dihadirkan saat ini Jaman sengsara ketika menjadi anak kos-kosan, semuanya berbagi asal sudah menikmati, itu tanda syukur. Kini kami bertiga bujan lagi pegawai apotik, kami cukup menjadi ibu rumah tangga saja. Masih sempat membidik kamera ke sekolahan lama, menyelusuri Pasar Kawak untuk membeli pecel dan bubuk kedelai. Pasar Kawak letaknya tak jauh dari lokasi sekolah kami yang lama. Tempat itu selalu kami minati bila mencari sesuatu baik urusan dapur maupun jajanan pasar. Selain lokasi hanya memerlukan jalan kaki, harga disana sangat terjangkau. Berada di pasar itu seperti 'dejavu' meski waktu sangat menghimpit tak mengurangi rasa bahagia. Masih sempat mampir ke apotiknya Siyem dan Nursini.



Eni Mujiati & Yayuk Wayut
Kami & Siyem
Siyem namanya singkat dan sederhana. Lintasan memori jadul adalah sosok gadis lugu berambut panjang, biasanya dikepang kadang digelung. Siyem kini seorang janda dengan satu putra (dewasa). Siyem kini montok dan pesolek, bahkan ia pun pangling denganku karena aku bertubuh melebar. Hahaha....tapi tetep manis kok Rie kayak dulu," katanya. Yang kami keheranan, saat Siyem melihatku berhijab seraya berkata," Alhamdulillah Arie saiki kowe wes muslim." Kontan saja kami bertiga saling memandang dan tertawa spontanitas. "Lho Arie ket brojol wes muslim, Yem piye toh kowe." balas Ningrum. "Iyo tah?! Mosoook...?!" Ganti ia yang kebingungan mendengar jawaban dari Ningrum. "Lha wong kowe dolanane karo cah-cah non muslim karo cedhak pak (alm) Chris..." timpal Siyem polos. Iya benar aku banyak bergaul dengan siapa saja, baik yang seiman maupun beda keyakinan. Tak terlintas memilih-milih teman, tak ada suku, agama dsb. Aku senang menulis karena itu mereka sumber inspirasiku. Perbedaan itu sesuatu yang bukan dipermasalahkan tetapi sebagai keselarasan hidup. Hal tsb-lah yang dilihat oleh pak guru yang mengajar Matematika dan Fisika, beliau adalah (alm) Christian Fatlolon. Chemistry yang terjalain di antara siswi dan guru bukan semata karena faktor lain, kedekatan itu murni adanya. Beliau melihat sisi lain dari bakatku yang tersimpan dalam-dalam. Beliau pernah mengatakan bahwa sekolah disini tidak cocok, mestinya aku sekolah di umum dan nantinya bisa kuliah di fakultas sastra, karena seni merangkai kata sudah terlihat. Itulah awal kisah keakraban dengan beliau dimulai dari selembar puisi sebagai ucapan ulang tahun. Pak guru yang sangat disegani di sekolah baik oleh para anak didiknya juga teman seprofesinya. Penampilan beliau yang tak banyak cakap, alias pendiam dan berdarah Ambon mungkin mempengaruhi penampilannya yang sangat disiplin. Beliau sebenarnya sosok guru yang lembut penuh perhatian, walau tidak sehumoris pak Bagyo (mengajar PMP) namun aku pernah melihatnya tertawa hingga nampak barisan gigi putihnya. Beliau juga pantai memainkan alat musik.

bersama Renssy 
Alm Pak Chris
Mungkin yang dikatakan Siyem dan teman-teman adalah benar adanya bahwa aku siswi kesayangan beliau, bahkan banyak guru. Mungkin yang dikatakan pak Chris itu juga benar adanya bahwa ada banyak bakat seni yang terpendam. Walau kini beliau sudah berpulang, setidaknya hari-hari dalam napak tilas aku dipertemukan juga dengan putri beliau yang kini bekerja di sekolahan, ia bernama bu guru Renssy.
Akhirnya pertemanan yang berawal dari lama facebook dapat terwujud nyata dengannya.

Nursini, penampilan jadul tak jauh dengan Siyem. Wajah-wajah polos gadis Madiun dengan setia menggandeng sepeda oetel-nya. Gaya rambutnya mirip, dengan kepang dua. Nursini kini seorang anggota DPRD, penampilannya sangat jauh berbeda. Kini rambut ala Bob dan sentuhan salon meremajakan kulitnya, tampil penuh wibawa dengan setelan safari abu-abu, namun tetap bersahaja saat kami menghujani pertanyaan siapa kami. Loading daya ingatnya bergelinding ke tahun 1984-1987. Sejenak mengerutkan kening dan menebak kami satu per satu dengan benar. Hari itu ia memperkenalkan putrinya yang sedang studi di Beijing kini dalam masa liburan. Nursini tak lagi dengan sepeda oentel-nya namun dengan piawai mengendari mobil sedannya. Nursini sambil ngobrol menawarkan roti bluder dan minuman teh botol Sosro. Tetap sesi foto jadi prioritas. Nursini, semoga menjadi salah satu alumni SMF Bina Farma yang bisa mewakili masyarakat setempat untuk membangun kota pecel ini melangkah lebih baik kedepannya, Hebat.

Jam berputar ke angka yang mengharuskan kami mengakhiri kunjungan. Segera meluncur ke stasiun Madiun dan perpisahan terjadi. Kami bedua (aku dan Ningrum) dengan kereta api ekonomi Logawa meninggalkan Eny. Walau hanya sebentar kunjungan mendadak ini. namun membawa rasa nikmat yang luar biasa bahwa kami tak pernah melupakan lembaran usang yang tertimbun bersama waktu. Berniat untuk menjalin tali silaturahmi yang terputus sebagai bentuk ukhuwah kekeluargaan alumni SMF Bina Farma Madiun, kami mengakhiri cerita napak tilas ini.  Menyenangkan sekali walau tak bisa semuanya dituang dalam tulisan karena rasa itu menyeruak dalam dada penuh bunga bermekaran. Selain campur tangan Allah SWT pastinya kami yang notebene istri dan ibu, kepergian para ibu ini juga mendapat ijin para suami. Terima kasih.


Salam
Arie Rachmawati