Minggu, 11 Januari 2015

A g l e n o n Januari 2015


Empat Hari di Cilacap
Oleh Arie Rachmawati


Perjalanan kali ini dimulai dengan kereta api Sawunggalih Malam dari stasiun Senen pada hari jum'at malam 2 Januari 2015 jam 19:00 wib berakhir di stasiun Purwokerto. Untuk pertama kalinya Edo, anak bungsu menuju Cilacap, bagi saya ini kunjungan kedua kalinya. Menurut saya perjalanan ini tidak melelahkan bila dibanding waktu lalu bulan Mei 2013 bukan naik kereta api melainkan mobil travel. Pengalaman pertama itu membuat saya trauma dan jerah alias kapok, sehingga setiap kali anak saya yang tinggal di Cilacap meminta Mamanya untuk kesana, selalu saya tolak. Kebayang perjalanan nan memabokkan hingga sesak nafas, Oh My God wes ora meneh. Jam demi jam berlalu dan tanpa berasa tibalah di stasiun Purwokerto tengah malam (00 : 32 wib). Selama menunggu jemputan, saya sering mendengar alunan musik keroncong (instrumental) yaitu Kr Di Tepian Sungai Serayu. Dua teman kantorya Kak Yo yaitu mbak Ami dan mas Jati berada dalam satu mobil dengan Kak Yo, meski para penjemput sudah datang, kami masih menunggu satu temannya mbak Ami dari Jakarta. Akhirnya semua lengkap barulah mobil melaju ke Cilacap meninggalkan stasiun Purwokerto. 

Hari Pertama, 3 Januari 2015 Perjalanan ini sebagai pengisi liburan semesteran, penghilang kepenatan belajar sekaligus melepas rindu kepada anak mbarep, Kak Yo. Malam menjelang subuh baru tiba di Cilacap. Melelahkan namun segera ingin memulai edisi petualangan kali ini pengawal tahun. Hari pertama tiba di Cilacap hanya seputaran Benteng Pendem dan menikmati asiknya minum kelapa muda. Menyaksikan suasana keramaian Pantai Teluk Penyu yang lokasinya diseberang Benteng Pendem. Tentang Benteng Pendem, kunjungan saat itu adalah yang kedua kalinya, walau masih menikmati suasana depan benteng saja. Bukan karena ketebatasan waktu saja namun kendala suasana hari itu sangat tak mendukung yaitu sepi pengunjung, maklumlah pengunjung baru meramaikan awal pergantian tahun Masehi, sehingga hari sabtu weekend pun sepi.  Usai menikmati suasana pantai yang berlaku, segeralah kami bertiga melaju seputaran pusat kota. Walau namanya pusat kota tapi nampak lenggang, jauh dari hiruk pikuk kendaraan melaju atau pun lalu lalang orang. Kembali ke komplek perumahan dan istirahat siang. Jelajahi kota Cilacap di waktu malam hari, masih sepi meski pun dipusat kota tepatnya berada di alun - alun sudah berhiasan gemerlap lampu - lampu hias dan becak hias. Keramaian hanya terdiri dari bebebrapa sekelompok orang dengan keluarga atau komunitasnya. Mencoba menikmati jagung bakar dan segera kembali ke rumah.

Ningrum & Saya
Hari kedua, 4 Januari 2015 
Di Cilacap, pagi bakda subuh, iseng - iseng saya berkirim SMS ke nomor Siti Syamsiati Ningrum yang ternyata tersambung. Alhamdulillah dari obrolan singkat akhirnya kami berjanji untuk bertemu. Ia menuju Cilacap dari kota Kebumen. Menurut cerita lewat telepon, saat membaca SMS, ia sedang belanja di pasar, kemudian dengan sedikit memaksa ia meminta suaminya untuk bertemu saya, karena keberadaan saya hanya empat hari di Cilacap. Menunggu kedatangan Ningrum, seperti biasa saya merajut. Tak lama kemudian Ningrum datang dengan suaminya, meleburlah rindu kami berdua. Berfoto berdua dengan segala model gaya untuk melepaskan kangen yang lebih dua puluh lima tahun. Selepas SMF kami tak pernah bertemu lagi, masing - masing menjalani hidup hingga terputus kontak karena jarak dan waktu. Sampai terdengar kabar keberadaannya dari info teman dan akhirnya Allah SWT mempertemukan kami. Walau pun sesaat tak apalah, Insha Allah bila ada waktu kami pasti bertemu kembali. Barakah Allahu ...

Inilah baru berpetualangan di Cilacap tepatnya pulau Nusa Kambangan. Yang dimaksud disini bukanlah nama Nusa Kambangan tempat para narapidana yang sangat familiar dengan permasalahan hukum yang berat. Tetapi Nusa Kambangan yang kami tuju adalah sisi lain atau sebelah timurnya pulau yang beken itu. Untuk sampai disana harus menggunakan perahu layar dengan harga bernegoisasi terlebih dulu. Hari itu kami berempat cukup deal harga menyeberang ke pulau tsb dengan perjanjian antar pulang alias pulang pergi. 

Setibanya perahu merapat ke pulau itu, kami turun dan menapaki bebatuan karang yang berada dipesisir pantai. Nampak beberapa penumpang lainnya juga menuruni perahu masing - masing. Di pulai itu ada beberapa anjing peliharaan penduduk setempat. Semangat berpetualangan tiba - tiba meluruh, entahlah saya tidak bisa melihat makhluk halus sejenisnya namun baru berjalan beberapa meter saja sudah berasa bau tak sedap, suasana hari agak meredup karena tertutup rerimbunan pohon dan bulu kuduk merinding. Saya berjalan dan terus berjalan dan tetap berdzikir dan bersholawatan dimana pun berada, berupaya melancarkan koneksi kepada Sang Khalik tetap terhubung. Saya memanfaat momen dengan memotret kal ini yang membuat langkah - langkah saya tertinggal dari rombongan. Rombongan kecil  tsb terdiri dari dua anak saya (Kak Yo dan Edo) dan satu temannya Kak Yo tetaplah itu rombongan saya. Jalan mendaki dan agak becek lembek, mungkin semalaman hujan telah mengguyur Cilacap tepatnya pulau ini.


Berjajaran pohon - pohon rimbun mengarah ke jalan setapak menuju sisa - sisa benteng Portugis. Keindahan barisan pohon itu jelas berbeda dengan pohon - pohon yang berada di Kebun Raya Bogor. Disana pepohonan tsb nampak tidak akrab. Entahlah itu halusinasi saja atau memang suasana disana begitu adanya, pengaruh sejarah jaman penjajahan. Lihat saja foto bidikan saya ini, tak ada keindahan menggoda yang ada suasana seram dan mencekam walau itu masih siang bolong. Ada beberapa sisa - sisa benteng peninggalan Portugis masih kokoh berdiri, malah ada peninggalan meriam,

Melewati beberapa reruntuhan bangunan yang dulu (mungkin) digunakan sebagai tempat tahanan dan penyiksaan atau tempat pengintaian musuh datang, tak terbayangkan betapa menyedihkan dan meyayatkan kejadian saat itu. Itulah yang tersisa di memori otak tentang jaman penjajahan. Mengingat tempat saya berada saat itu, masih siang hari saja suasana tak bersahabat. Apalagi tak bisa tergambarkan dengan jelas dalam tulisan betapa sepinya, seramnya suasana di pulau itu. Edo serasa tak ada takutnya sama sekali, walau saya melarangnya, ia pun tetap memasuki sebuah bangunan yang letaknya jauh dibawah.
Ia harus menuruni tangga ke bawah lalu menghilang, sementara saya segera mencari tempat untuk istirahat sejenak, duduk diatas bebatuan. Masih berjalan lagi hingga bertemu ujung pantai sisi lainnya. Benar, nampak penjual minuman dan kelapa muda lumayan mengusir rasa haus. Beberapa perahu sejenis yang seperti perahu telah tertambat di pantai. Di sana banyak pengunjung obyek wisata itu pada berenang, memang pasir disian lebih bersih dan putih. Kembali ke jalan utama karena berjanji dengan bapak nahkoda perahu akan dijemput satu setengah jam setelah kami diturunkan tadi. 

Dalam perjalanan pulang terbayang kembali suasana di pulau itu, mungkin banyak arwah - arwah penasaran masih terbelenggu disana, baik di jaman penjajahan atau pun di jaman kini, yaitu arwah - arwah para naripidana yang telah dieksekuisi, wallahualam. Yang jelas bila ada tawaran menjelajahi pulau itu lagi, dengan hormat saya menolaknya. Perjalanan kembali ke pantai Teluk Penyuh dan makan siang di sekitar pantai. 

Hari ketiga, 5 Januari 2015 
Di Cilacap, hanya jalan - jalan seputar kota dan pertokoan, seputaran komplek perumahan hingga menikmati suasana sunset di pantai belakang perumahan. Nama pantai itu Nusa Tembini, menurut saya lebih bagus dan asri daripada suasana pantai Teluk Penyu kurang kedisplinan dan banyak terlihat sampah - sampah berserakanan. Keberadaan peran tata kota dan dinas pariwisata setempat harus segera berupaya mempercantik pantai Teluk Penyu untuk kedepannya. Bagus dan punya tempat dengan peninggalan sejarah sangat perlu dikembangkan, selain untuk penambahan obyek wisata juga potensi mendatangkan wisata domestik maupun luar (manca negara). Bisa jadi sengaja dijauhkan dari publikasi mengingat di Cilacap terdapat satu pulau yang dihuni oleh para narapidana kelas kakap, para penghuni lapas dengan masalah yang berat, hingga pulau Nusa Kambangan seperti pulau Alcatras yang lebih populer dulu. Setelah bakda magrib kami bermain keluarga Bapak H Sudayat yang tinggal di Perumahan Gunung Simping, tujuannya hanya silaturahmi dan berkenalan. Beliau orang tua mbak Ditha, sosok ini yang sering diceritakan Kak Yo, bahkan feeling saya mungkin itu calon pendampingnya di masa depan. Insha Allah.Tujuan lain selain bertamu adalah meminta ijin kepada beliau karena mbak Ditha akan diajak makan malam di Purwokerto. Maka berempatlah kami meluncur ke Purwokerto, perjalanan hanay memakan waktu kurang lebih satu jam. Lama perjalanan seperti jarak tempuh antara Bogor ke Jakarta tanpa kemacetan, namu perbedaannya adalah sepinya sepanjang ruas jalan sehingga perjalanan seperti memasuki kawasan padat hutan, alias sepi. 

Hari keempat, 6 Januari 2015
Selama di Cilacap memang tidak terprogram seperti perjalanan sebelumnya, tetapi cukup menikmati suasana. Jadwal kereta api kali ini berangkat dari stasiun Kroya, otomatis Kak Yo meminta ijin kepada atasan di kantornya untuk mengantar saya dan adiknya. Selama perjalanan dari Cilacap ke Kroya saya pun berpikir tentang sosok perempuan yang mulai mengakrabkan dirinya dengan kami itu. Saya sebagai ibu hanya berharap yang terbaik untuk kedepannya tentang jodoh, utamakan yang seiman, syukur - syukur lebih bagus perangainya, akhlak ibadahnya. Aamin Yaa Rabbal Aalamin.  Terima kasih pembaca dan Selamat Tahun Baru 2015.

Sunset di Pantai Nusa Tembini 2015

Salam 
Arie Rachmawati