Selasa, 15 Juni 2010

SYMPHONY BAND


foto koleksi SYMPHONY


Edisi Khusus "SYMPHONY 1st Anniversary"
by Arie Rachmawati on Sunday, June 13, 2010 at 7:58pm
SYMPHONY UNTUK MUSIK INDONESIA
Oleh : Arie Rachmawati


Sebuah Undangan dari Oscar Adam lewat facebook, aku terima untuk hadir mengikuti sebuah taping acara. Terperanjat juga saat membaca undangan itu, SYMPHONY ber- REUNI. Reuni? Benarkah SYMPHONY masih ada?

Acara : Fariz RM & Symphony Reunion for Zona 80
"one nite only!"
Jenis : Performance
Penyelenggara: Fariz RM
Waktu Mulai : 14 Juni 2009 jam 19:00
Waktu Selesai : 14 Juni 2009 jam 22:00
Lokasi : MetroTV Studio

Tony Wenas - Fariz RM - Jimmy Paais -
Herman "Gelly" Effendi - Ekki Soekarno


Dua puluh tiga tahun berlalu setelah album ketiga berjudul N.O.R.M.A.L, mereka tak terdengar lagi gaung-nya, seakan bumi menelannya hidup-hidup. Kini SYMPHONY kembali disebut para undangan yang hadir di lobby Metro TV, menjadi buah bibir bagi sekelompok komunitas di setiap sudut ruangan. Mereka seperti bereuni, ya ini reuni yang berbeda, sebuah reuni "SYMPHONY UNTUK MUSIK INDONESIA"

Kemudian langkah-langkah para penikmat musik sehati itu digiring pada ruang studio di lantai kedua. Ruangan dengan setting alat-alat musik memadati panggung. Stage ditata sedemikian nyaman agar para musisi itu kembali menemukan dunia mudanya saat bermain musik.
Keempat personel SYMPHONY yang telah lama meninggalkan dunia musik yang sempat membesarkan nama-nama : Jimmy Paais,Ekki Soekarno Tony Wenas dan Herman "Gelly" Effendi, karena aktivitas masing-masing, kini disatukan kembali dalam acara Zona'80 itu. Kecuali Fariz RM yang masih eksis dan totalitas berkarya pada jalur musik.

Setting untuk para penonton pun tak kalah rapi dan padat merapat.Barisan kursi itu membentuk huruf 'V'. Dua barisan terdepan sudah dipesan oleh pihak panitia, dan aku mendapat di urutan ketiga dekat dengan drum berwarna keemasan pada stage kanan. Pandangan mata menyapu seluruh penjuru ruangan.
Ida Ari Murti
Audience dengan tertib mengikuti arahan pangarah acara.Tak lama kemudian dari sisi sebelah kiriku muncul barisan pertama adalah Fariz RM disusul Jimmy Paais,Tony Wenas,Ekki Soekarno dan Herman "Gelly" Effendi. Mereka menempati posisinya masing-masing dengan alat musiknya, seperti seorang Ksatria dengan alat perangnya.Lalu Fariz RM bercakap kata menyapa, audience untuk berinteraksi, disusul semua personel di stage, mengucapkan "Selamat Malam Semuanya."

Beberapa menit dipergunakan untuk testing & check sound masing-masing alat musik,sedang si mas Pengarah Acara menunggu kedatangan dua presenter acara Zona'80 yaitu Sys NS dan
Ida Arimurti. Dua presenter itu adalah mantan penyiar idola di Radio Pambors, Jakarta - tempat anak muda mangkal saat itu. Ida Arimurti dengan senyum manisnya hadir dengan gerai rambut sebahu dan berponi, mengingatkan gaya rambut pernah trend sekitar '80-an. Gaun putih bermotif sulaman bunga bertebaran menambah keanggunannya.

Sedang Sys NS datang agak tergopoh memasuki studio dan segera mengambil posisi. Bapak satu ini mengenakan t-shirt hijau teduh dan bercelana putih kian terlihat muda. Wajah familiar-nya itu menjadi kelengkapan acara Zona'80 siap beraksi.

Suasana hening, kemudian terdengar aba-aba dari Ekki 1..2..3.. (ya!) satu gebukan dari si tampan suami dari seorang peragawati '80an Soraya Haque itu begitu bersemangat dan energik menarikan dua stick drum. Wajahnya masih tetap cakep dan memikat walau bapak ini sudah memiliki putra-putri beranjak remaja,dan usia telah merambahnya. Ekki mantap dengan intro pembuka ASTORIA.

Kretaaak..kretaak perkusi-Ekki, disusul keyboards-Gelly dan Tony mewakili sound sirine/the source di antara sentuhan synthesizer, lalu masuk petikan lead guitar-Jimmy beriringan dengan besitan bass Fariz. Maka bersorak-sorailah audience namun hanya terwakili dengan sorotan mata gembira, karena proses taping dimulai, tanda "Recording" merah menyala.


ASTORIA
Symphony
foto koleksi arie rachmawati
Album
Trapesium, 1982
Composer/Arranger/Musician
Fariz Roestam Munaf, Jimmy Paais,
Herman Gelly Effendi, Ekki Soekarno.
Producers
Akurama Records & Symphony


Ku berdiri disana, gemerlap lilin menyapa
Suasananya bagaikan pesta kalangan mewah
Sebuah meja tiada terisi, disitulah ku berharap menyepi
Menikmati lingkungan manusia yang bergaya

Ku langkahkan kaki menuju tempat di sudut itu
Ada sepasang mata yang mengikuti arah pintu
Dia menatap ku dalam gaya anggunnya yang dulu
Ku datangi gadis itu dan duduk di kursi biru

Pelayan menghampiri sisi meja tempat ku
Sehelai daftar menu menunjuk pesanan ku
Niat pinta ku kau pun telah tahu
Segelas anggur murni abad lalu sentuhan sisa tahun 1060

Ku layangkan pandangan mengitari sekelilingku
Berbagai rupa yang datang menguji penampilannya
Bagai semacam kontes busana yang menyolok mata
Betapa tingginya kadar kehidupan yang kujumpa

“Grand Premiere” terlukis untuk malam nanti
Terletak di tiap sudut publikasi
Semarak suasana kehidupan di Astoria

Ole sio nona rasa sayang jangan pulang
Sio nona manise pancuri hati beta
Dengar lagu berdansa orang pung suka suka
Beramai-ramai di Astoria.. Astoria.. Astoria

Teringat waktu yang lalu saat kujumpa dirimu
Masih ada yang tertinggal di sudut yang tak ku tahu
Tiada sengaja ku rapatkan wajah dan berpadu
Hangatnya bagaikan segelas anggur yang telah ku tunggu

Pelayan menghampiri namun (ku) tiada perduli
Pesanan yang ku tunggu mengusik hasrat kalbu
“Les cruisses de grand au illes” ada disitu, sebuah nama yang tiada ku ragu
Persilakan dirimu menikmati pertama

Ceria musik berlagu mengiring santap malam ku
Duduk berdamping keharuman parfum Paris milik mu
Kan ku jelang keindahan dan hangatnya malam nanti
Berlalu membagi impian kehidupan insani

“Rock Wine” pun beraksi hangat dalam diri
Melengkapi syarat untuk malam nanti
Menjalin rahasia peristiwa di Astoria

Ole sio nona rasa sayang jangan pulang
Sio nona manise pancuri hati beta
Dengar lagu berdansa katorang baku rapat
Beramai-ramai di Astoria.. Astoria.. Astoria

Ole sio nona rasa sayang jangan pulang
Sio nona manise pancuri hati beta
Dengar lagu berdansa orang pung suka suka
Beramai-ramai di Astoria.. Astoria.. Astoria


Symphony
Fariz Roestam Munaf (Bass, Vocal) Jimmy Paais (Guitar, Vocoder, Vocal)
Herman Gelly Effendi (Keyboard, Piano, Vocal) Ekki Soekarno (Drum, Percussion, Vocal)
©1982 akurama records-symphony

Semarak suasana dan riuhnya ASTORIA masih menggema di penjuru studio dihujani tepukan tangan bersemangat para audience. Lantai studio pun serasa gemeretak kaki-kaki orang berdansa penuh ceria. Satu lagu pembuka yang menghentak, menghangkatkan suasana studio yang mulai melawan suhu dingin AC. Dalam satu tarikan nafas lega yang hadir memenuhi studio itu.
Jeda memberi kesempatan Sys NS dan Ida Arimurti menyapa SYMPHONY dan audience. dengan sapaan khas : "Zona'80 ...Masih Ada" "Masih Ada," saut audience serempak. Dua presenter beken itu memperkenalkan masing-masing personel.

SYMPHONY

Jimmy Paais - gitar\vocoder

Ekki Soekarno - drum\b-vox\perkusi

Fariz Roestam Moenaf - bass\the stick\vocal

Tony Wenas - piano\keyboard\vocal

Herman'Gelly"Effendi - keyboard\piano\the source\vocal


Malam itu Sys NS menyapa sang vocalis Faiz lebih akrab dipanggil si Bule dikalangan kerabat dekatnya, kembali bercerita proses terbentuknya Reuni Symphony itu. Mencari waktu yang pas untuk kelimanya bisa berkumpul, seperti saat muda dahulu, adalah hal tak mudah. Walau mereka tinggal satu lokasi di Bintaro. Lebih-lebih beberapa hari sebelum jadwal taping itu, Jimmy Paais sempat dalam perawatan rawat inap. Nampak Jimmy Paais memberi senyum ramahnya kepada audience,disusul cerita-cerita kecil yang menyemarakan proses latihan. Si Bule Faiz itu juga menceritakan telah memesan kacamata khusus untuk melihat tulisan jarak jauh. "Maklum bos..umur..umur," ujarnya berkelakar.

Herman Gelly
Cerita bergulir ketika Ekki Soekarno mulai merasakan pegal-pegal sekujur tubuhnya karena terlalu kelamaan tak menabuh drum. Senyum Ekki merebak. Kostum casual tanpa meninggalkan khas rocknya (lengkap assesoris kalung rantai) lebih terlihat sumringah. Sedang Tony Wenas yang malam itu masih terlihat awet muda berwajah baby face, dibalut jaket kulit hitam dan senyum mengembang menyapa semua yang hadir. Ramah sekali bapak Bos itu. Giliran terakhir yang kebetulan posisinya di sebelah kiri stage agak menjorok kedalam, lengkap dengan 2 set keyboards, alat musik koleksi pribadinya dan sengaja diboyong,pria berparas ganteng itu adalah Herman "Gelly" Effendi dengan kacamata minus dan senyum irit dalam balutan jas semi tuxedo, terlihat paling kalem.

Mereka mulai kembali melanjut proses taping untuk lagu kedua adalah SIRKUS OPTIK DAN VIDEO GAME masih dari album perdana Trapesium. Cerita tentang berita-berita di televisi saat itu mirip sebuah permainan/video games dengan pelaku yang tertindas. Intro tak jauh berbeda dengan ASTORIA, seperti lengkingan peluru ke udara kemudian disusul gebrakan drum. Sedang Jimmy masih bergaya tenang dengan sesekali menebar senyum. Sorot matanya berbinar melihat antusias audience.

foto koleksi arie rachmawati
SIRKUS OPTIK DAN VIDEO GAME
Symphony
Album
Trapesium, 1982
Composer/Arranger/Musician
Fariz Roestam Munaf, Jimmy Paais,
Herman Gelly Effendi, Ekki Soekarno.
Producers
Akurama Records & Symphony

Korban cemo'oh dan ratap dusta menjadi pokok lembar berita..
Sorak-sorai massa yang mencerminkan tertekan nya jiwa..
Hasrat tak kuasa mendukung pahlawan tiada bernama
yang tak kan selama nya mengerti akan suasana..

Sadarkan dia dari kelaliman yang tiada terpuji
Buat apa kita jadi manusia yang tiada merdeka
Akan tercapai dibalik tirani bukanlah prestasi
Hanya sesumbar akrab membanggakan pinjaman semata..

Biarlah jerit mu menjadi saksi angkuh dan tegar melanda pribadi
Menjadikan darah mu perisai ambisi..

Tingkah-laku bagai mainan video game keluarga
Merebutkan kekuasaan 'tuk ambisi pribadi semata
Dijadikan nya tahta sebagai sirkus optik penuh pesona
Biarkan rakyat jelata menderita karena nya

Kemelut hidup saling mengisi layar tv berwarna
Dimana damai didalam nya tiada dapat kan kau jumpa
Akan tercapai dibalik tirani bukanlah prestasi
Hanya sesumbar akrab membanggakan pinjaman semata

Tuliskanlah ini dalam sejarah agar penerus tak lagi bersalah
Menjadikan ini semua wajar belaka..

Sadarkan dia dari kelaliman yang tiada terpuji
Buat apa kita jadi manusia yang tiada merdeka
Akan tercapai dibalik tirani bukanlah prestasi
Hanya sesumbar akrab membanggakan pinjaman semata..

Kemelut hidup saling mengisi layar tv berwarna,
Dimana damai didalam nya tiada dapat kan kau jumpa
Sadarkan dia dari kelaliman yang tiada terpuji
Hanya sesumbar akrab membanggakan pinjaman semata

Buat apa kita jadi manusia yang tiada merdeka
Dimana damai didalam nya tiada dapat kan kau jumpa
Akan tercapai dibalik tirani bukanlah prestasi
Hanya sesumbar akrab membanggakan pinjaman semata..


Symphony
Fariz Roestam Munaf (Bass, Vocal) Jimmy Paais (Guitar, Vocoder, Vocal)
Herman Gelly Effendi (Keyboard, Piano, Vocal) Ekki Soekarno (Drum, Percussion, Vocal)

©1982 akurama records-symphony

foto koleksi arie rachmawati
Plok..plok..plok..sebuah applause audience membuat SYMPHONY semakin hidup. Rehat lagi...break lagi, memberi kesempatan melanjut cerita sebelumnya. Sedang para kru tv mengubah setting panggung. Beberapa lilin menyala terletak di setiap sudut panggung mengganti lighting studio. Pancaran cahaya dari lilin itu menjadi suasana romantis seperti sebuah pertunjukkan di cafe yang temaram, dengam 4 kursi bar diboyong di atas panggung. Mereka berempat : Fariz,Tony,Ekki,Jimmy duduk sejajar masing-masing sambil memangku gitar akustik. Sedang Herman Gelly masih setia berada di depan keyboardsnya. Dialog dengan audience serasa tiada jarak. Akrab dan menyatu. Kali ini jam session dalam balutan un-plugged melantunkan MENGGAPAI BINTANG.

foto koleksi arie rachmawati
MENGGAPAI BINTANG
Symphony
Album
Normal, 1986
Composer/Arranger/Musician
Fariz Roestam Munaf, Jimmy Paais, Herman Gelly Effendi.
Producers
Union Artis & Symphony


Angin senja menyibakkan rambut mu
Terurai lembut mengusap airmata mu
Ku melangkah berjajaran dengan mu
Menuju tempat yang kan memisah kita

Temaram datang kini menggores kelabu di wajah mu
Tiada kata, tiada janji, tiada satu yang pasti kini

Hanya berjalan tak sanggup menatap langit
Bergandeng tangan mencoba menunda jalan nya waktu

Hari hari ku janjikan pada mu
Tak sadar lagi tentang tantangan dunia
Dua tahun berlalu dalam perjalanan cinta semu
Usai kini dan kau pergi menurunkan tirai ini

Selamat jalan.. pergilah tinggalkan semua
Terlanjur sudah menggores diangan-angan dan mimpi

Selamat jalan.. pergilah tinggalkan semua
Terlanjur sudah menggores diangan-angan
Mendekap lagi untuk yang terakhir kali
Dalam pelukan diri mu tak mungkin kugapai lagi

Untuk
Dewantarie


Symphony
Fariz Roestam Munaf (Bass, Drum, Vocal) Jimmy Paais (Guitar, Bass, Vocal)
Herman Gelly Effendi (Keyboard, Piano, Vocal)

©1986 union artis -symphony

Format aslinya di album N.O.R.M.A.L, lagu itu hanya dilantunkan oleh vocal Fariz RM. Namun perpaduan vocal Faiz dan Tony telah membuat yang hadir malam itu larut,terhanyut dalam suasana cerita yang tertuang dalam lagu itu. Lyrik lagu itu dahsyat...It's touching lebih indah dari aslinya.Tanpa terasa air mata-ku membuncah dan jatuh. Petikan gitar, keempat gitaris keren itu mengalun bersama dengan berpadunya dentingan harmonis berpadu orkestrasi keyboard dalam rangkaian sesi akustik.

Break...istirahat lagi, Faiz menenggak air mineral yang disediakan kru, nampak sekali rasa hausnya itu. Sambil menunggu taping berikutnya, suasana off-air di studio tetap "hangat", apalagi Tony menawari audience mau nambah lagu lagi? Ya tentu saja dengan serempak kami yang hadir mengiyakan.Beberapa kepalan tangan kosong menunjuk keatas tanda setuju. Tiga lagu spontan mengalir dalam format medley sebagai BONUS "hanya" bagi yang hadir di studio. Audience pun ikut bernyanyi mengikuti penggalan lagu Hotel California by Eagles, And You And I by Yes,dan Love of My Life by Queen, rangkaian akustik itu lebih gempita dari sebelumnya menghantar decak kagum. Hebaaaat....!!!

Usai suasana yang mengharu-biru itu, posisi kembali pada sesi taping berikutnya. Kedua presenter itu Sys NS dan Ida Arimurti bergantian mengajukan pertanyaan kepada SYMPHONY, yang diwakili oleh Faiz untuk menjawab pertanyaan "Siapa penulis lyrik yang menyentuh di lagu MENGGAPAI BINTANG itu?" Kemudian dijelaskan oleh si Bule penciptanya adalah Jimmy Paais.
Jimmy Paais

Lagu itu dibuat khusus untuk seseorang yang tak disebutkan namanya karena istrinya berada di antara audience membaur dengan para istri personel lainnya."Siapakah dia..?" tanya Sys NS. " Ada bini..bos!" canda Faiz diikuti senyum personel lainnya. Jarang sekali orang mengenal sosok Jimmy Paais yang jauh dari sorotan publik atau para pemburu berita, pada masa itu bahkan kini. Dia adalah orang yang banyak bergerak dibalik layar dan terlibat dalam beberapa album Fariz RM atau album musisi lainnya. Saat itu kamera tertuju pada sosok pria bersahaja,berkemeja hitam dan style rapi, hanya menebar senyum disela kata-katanya yang minim. "Saya tersesat di jalan yang benar." katanya kalem. Ia duduk merapat dengan Herman Gelly.

Di antara jeda yel-yel Zona'80 bergema di studio. Selanjutnya cerita diteruskan oleh Faiz bahwa Jimmy lebih detail bertutur lewat lyrik-lyrik lagunya yang ditulis. Lyrik itu seperti sebuah cerita pendek yang bernyanyi. Itulah ciri khas dari lyrik lagu SYMPHONY yang banyak bercerita tentang pengalaman hidup, curahan hati dan topik pemberitaan saat itu melalui media massa/elektronik yang menjadi headlines. Hal itu disatukan dengan keempat sahabatnya dalam kemahiran bermain musik. Lahir grup band beraliran progessive beraliran new wave dengan sentuhan musik digital.

Team crew berbenah lagi, panggung kembali disulap dalam keadaan semula. Sedang 4 kursi bar masih nongkrong di atas panggung. Obrolan berlanjut, Herman Gelly yang low profile nyaris terlupakan, kemudian membaur dengan keempat sohibnya. Sementara Sys NS dan Ida Arimurti bergantian mengajak 5 personal untuk bercerita perjalanan mereka saat meramaikan blantika musik Indonesia. Dari proses terbentuknya SYMPHONY yang diprakasai oleh Jimmy Paais, semula dari obrolan berlanjut setelah masing-masing lepas SMA 3 Jakarta, bersama Herman Gelly dan Ekki Soekarno (bukan alumni SMA 3 Jkt) sedang Fariz RM yang datang belakangan karena waktu itu dalam perawatan (sakit lever).Cerita berakhir saat album pertama,kedua dan ketiga meluncur di pasar musik. Asyik menyimak obrolan itu semakin lama,semakin menggigit.

Dulu mereka adalah pemuda-pemuda single dengan paras rupawan dan beken, kini 28 tahun kemudian mereka adalah seorang bapak dan suami dari keluarga masing-masing. Cerita-cerita sederhana yang terjadi pada masing-masing keluarga yang diwakili anak-anak mereka (Symphony Junior) ternyata seumuran dan kebetulan lagi berada dalam lingkung sekolah yang sama, begitu Herman Gelly bertutur kata.
Herman "Gelly" Effendi

Dari situlah mengalir cerita bahwa ayah-ayah mereka akan bereuni bermain musik mengulang cerita masa mudanya. tentu hal ini adalah langkah baru buat para fans SYMPHONY juga keluarga masing-masing karena para junior belum melihat kehebatan ayah-ayah mereka.

Gideon M
Perbincangan semakin menghangat. Saat itu hadir pengamat musik saat ini Gideon Momongan, pria ganteng, macho dengan rambut gondrongnya, cukup mengajukan satu pertanyaan dari kesimpulan obrolan panjang itu yaitu "Kapan SYMPHONY mengeluarkan album lagi, sudah lama Bro?" lalu disambut tepukan penonton seakan mewakili tanda setuju, mendukung pertanyaan Dion, nama akrabnya. Tak luput mereka mengulas tentang RBT (Ring Back Tone) yang marak ditawarkan provider-provider selluler dalam perindustrian Musik Indonesia saat ini. Dengan bijak Faiz menyingkapi proses jaman, proses kreativitas yang mulai tergeser demi kepentingan popularitas. Mungkin itu yang harus digaris bawahi untuk generasi muda saat ini berbeda pada jaman sekitar'80-an saat industri musik memberi kebebasan berkarya dalam seni bermusik.

Di antara perbincangan itu, aku sangat terganggu dengan penonton yang berada di depan samping kiriku. Perempuan itu dari usai lagu Sirkus Optik dan Video Game sudah berulang kali berkata,"Kok nggak ada lagu Sakura ya atau Barcelona. Kok lagunya nggak pernah dengar ya?" Hmm..geram juga suara-suara keluhan itu mengganggu kosentrasiku menyimak obrolan mereka di atas panggung. Kemudian penonton di samping kananku pun mengiyakan. Tanpa perlu disuruh aku pun menjelaskan siapa SYMPHONY itu dengan menunjukkan kaset-kaset mereka yang kubawa dari rumah.

SYMPHONY
Tahun 1982 lahir TRAPESIUM debut pertama SYMPHONY masih mengalun apik walau kasetku berusia lebih dari 25 tahun. Hits-nya lagu Interlokal pasti nanti sebagai penutup konser reuni itu,begitu kataku meyakinkan perempuan itu (dugaanku benar). Tahun 1983 dilanjut hadir album METAL hits-nya Kekal Itu Di Sini dan Lensa Kamar Putih. Tahun 1986 dalam jeda 3 tahun baru muncul N.O.R.M.A.L hitsnya Fotomodel dan salah satu lagu di album itu ditampilkan yaitu MENGGAPAI BINTANG. Cerita singkat itu ternyata disimak dengan seksama. Bahwa ini bukan konser atau show Fariz RM yang lebih dikenal masyarakat luas dengan tembang SAKURA & BARCELONA-nya. Ini SYMPHONY dengan personel masing-masing sambil menunjuk pada mereka satu per satu.

Ternyata penjelasan singkatku yang mungkin belum detail tetapi bermanfaat juga, perempuan itu dan beberapa bapak-bapak mengangguk-angguk. Andai aku dulu tidak dikenalkan oleh kakakku Agus Supriadi, aku pun seperti mereka yang awam tentang SYMPHONY. Untung saja minat musikku memberi nilai lebih dari mereka kaum hawa yang hanya sebatas mengenal Fariz RM saja. Obrolan pun terhenti karena satu lagi tembang dari album M E T A L hadir. Cerita tentang ketergantungan seseorang (perempuan) pada barang haram yang menawarkan ilusi dan mimpi, teramu apik dalam lagu LENSA KAMAR PUTIH.


foto koleksi arie rachmawati
LENSA KAMAR PUTIH
Symphony
Album
Metal, 1983
Composer/Arranger/Musician
Fariz Roestam Munaf, Jimmy Paais,
Herman Gelly Effendi, Ekki Soekarno, Tony Wenas.
Producers
Akurama Records & Symphony


Tempatkan dirimu dan diriku dalam satu cita
Dialog sederhana dan mudah saja, tegas tapi nyata
Adakah kau ragu selama ini atau tak kuasa
Rangkulan butiran tablet berwarna membuat mu lupa

Kau bawa diri dalam khayal lensa kamar putih
Pengisi sepi akrab selama ini
Berjalan kaku tak sanggup berlagu
Berjuta harta terkubur dibawah sadar mu

Wajahmu tak lagi cerah ayu, berganti sendu
Tubuh yang menuntut tak kompromi tak mau tahu
Kau jual diri sebagai pengganti jenuh dan frustrasi
Membiarkan racun datang mengabdi untuk meronta

Terlentang tak sadar di dalam lensa kamar putih
Mencari mimpi yang tiada berarti
Tenggelam kenyataan hidup ini dalam semu
Mencoba lupakan yang lalu

Kau bawa diri dalam khayal lensa kamar putih
Pengisi sepi akrab selama ini
Berjalan kaku tak sanggup berlagu
Berjuta harta terkubur dibawah sadar mu

Terlentang tak sadar di dalam lensa kamar putih
Mencari mimpi yang tiada berarti
Tenggelam kenyataan hidup ini dalam semu
Mencoba lupakan yang lalu


Symphony
Fariz Roestam Munaf (Bass, Vocal) Jimmy Paais (Guitar, Vocoder, Vocal)
Herman Gelly Effendi (Keyboard, Piano, Vocal) Ekki Soekarno (Drums, Vocal) Tony Wenas (Keyboard, Vocal)

©1983 akurama records-symphony


Waktu berjalan tanpa terasa hampir tiga jam dalam studio. Satu per satu lagu yang hadir menghipnotis. Bahkan mereka para Bintang Panggung dan yang hadir betah duduk menikmati suguhan.Hingga pada ujung acara, satu lagu pamungkas yang pernah merajai anak tangga radio di pelosok Nusantara waktu itu. INTERLOKAL yang bercerita kisah perjalanan percintaan sepasang kekasih yang terhalang jarak dan waktu. Antara helaan nafas panjang,gelisah menunggu jawaban diseberang sana lewat percakapan SLJJ (Sambungan Langsung Jarak Jauh) atau lebih dikenal dengan istilah INTERLOKAL.

INTERLOKAL
Symphony
Album
Trapesium, 1982
Composer/Arranger/Musician
Fariz Roestam Munaf, Jimmy Paais,
Herman Gelly Effendi, Ekki Soekarno.
Producers
Akurama Records & Symphony



Masih berbunyi nada bicara
Kesekian kali telah ku coba
Gelisah datang tiada terundang
Mengajak prasangka mengusik keadaan

Ku hela nafas panjang menyesali waktu terbuang

Yang ku harapkan dapat bercakap dengan mu
Mengulas rencana kedatangan ku tertunda
Yang ku harapkan kau mengerti kan sebab nya
Namun halangan merintangi harap itu

Ku coba nomor itu masih tak terjawab
Ku hela nafas panjang menyesali waktu terbuang

Bila rencana tiada tertunda
Mungkin kenyataan tak ku jumpa
Gelisah datang tiada terundang
Mengusik prasangka didalam keadaan

Ku hela nafas panjang menyesali waktu terbuang

Namun ku yakin bukanlah itu sebab nya
Hanyalah waktu yang ku pinta belum ada
Yang ku harapkan dan ku rindu dalam kalbu
Bercanda kata mengurangi sikap ragu

Ku coba nomor itu masih tak terjawab
Ku hela nafas panjang menyesali waktu terbuang

Symphony
Fariz Roestam Munaf (Bass, Vocal) Jimmy Paais (Guitar, Vocoder, Vocal)
Herman Gelly Effendi (Keyboard, Piano, Vocal) Ekki Soekarno (Drum, Percussion, Vocal)

©1982 akurama records-symphony


Kekompakan gebukan Ekki dengan dentingan keyboard Herman Gelly diakhir lagu INTERLOKAL mengakhiri satu rangkaian taping Zona'80 dengan audience yang diarahkan oleh pengarah acara untuk berdiri dan bergoyang mengikuti irama yang nge-beat itu. Interlokal lagu yang paling akrab ditelinga para pendengar radio pada tahun 1982-1983 (saat itu aku masih SMP) dan hingga kini masih masuk 150 deretan terlaris dalam sebuah polling majalah musik Rolling Stone Indonesia, urutan ke 94.

Wow..dahsyat ending Reuni SYMPHONY itu. Tapi eeeiiiitzz.. ternyata karena kesalahan teknis maka lagu INTERLOKAL itu di-take ulang. Ah..andai semua lagu di-take ulang pasti bukan aku saja yang setuju. Jaket putih bersulam emas dengan kemeja warna senada ala Sinbad Si Pelaut,kostum Faiz yang selama proses taping setia menemani tiba-tiba dilepasnya berganti bolero hitam polos dan sederhana. Rupanya energi mereka benar-benar terkuras hingga suhu dingin ruangan studio pun tanpa terasa. Proses akhir telah usai, para audience ada yang mulai beranjak meninggalkan tempat duduknya namun tiba-tiba telingaku menangkap intro yang aku kenal akrab. Intro detingan piano Herman Gelly dan disusul bunyi-bunyian alat musik yang lain....itu adalah penggalan SEPERTIGA PULUH-DUA. Gilaaaa bouw ..surprise bangeet 1/32 merinding dibuatnya. Entah apakah mereka pun sempat mendengarkannya?

Pasca taping, seluruh fans berhamburan menyerbu masing-masing idola untuk berfoto-ria.Tak luput para kolega yang kebanyakan orang top dibidangnya menjadi sasaran mengklak-klik kamera saku dan sellulernya masing-masing. Hal yang amat ditunggu untuk mengabadikan moment langka itu.
Foto : Koleksi Arie Rachmawati
Mungkin hanya aku fans SYMPHONY yang masih sempat berpikir untuk membawa kaset-kaset mereka plus kaset-kaset Fariz RM dan satu kaset album solo Herman"Gelly"Effendi yaitu Litograf-01, untuk diminta tanda tangani idolaku yang selama ini hanya bisa dilihat dalam layar kaca televisi beberapa puluh tahun yang lalu.

Minggu,14 Juni 2009 setahun yang lalu, kenangan REUNI SYMPHONY itu masih tergambar jelas dalam ingatanku. Hingga timbul tanya kapankah akan bereuni lagi? Mengingat satu tahun berlalu tanpa gebrakan yang ada. SYMPHONY harus bangkit lagi, cukup sudah 23 tahun kalian tertidur.
Semangatlah bahwa kami para penggemarmu yang tergabung dalam wadah SYMPHONYsentris facebookers atau mereka diluar sana yang tak bergabung di dunia maya, masih merindukan masa kejayaanmu. Satu album terbaru akan mengobati rasa rindu yang terpendam itu.

Diceritakan kembali oleh Arie Rachmawati, sebagai wujud apresiasi kepada salah satu grup band yang lahir di masa emas dunia musik, era '80 yang mempunyai nilai chemistry mendalam.
Terima Kasih untuk semua pembaca, semoga menikmati tulisan hati ini yang ditulis oleh seorang ibu rumah tangga, bukan jurnalis atau pengamat musik, hanya penikmat musik sehati yang Cinta Musik Indonesia. Terima kasih.

SYMPHONY MASIH ADA!! SYMPHONY...BRAVO !!!

foto koleksi SYMPHONY


Salam,
arie rachmawati