Rabu, 20 November 2013

Aglenon :

Pesonanya Pulau Dewata


Blue Point, Uluwatu Bali
Tanah Lot, Bali
Tanah Lot, Bali

Legian Living House, Bali
Legian Living House, Bali
Seperti khayalan menjelma nyata, akhirnya aku bisa mengunjungi Bali kembali setelah 30-31 tahun yang lalu. Start dari rumah jam 4 sore. Di detik-detik terakhir  hanya pertolongan Allah SWT yang bisa membawaku menuju meja 'check in' benar- benar mendekati batas waktu. Huuuft! Alhamdulillah aku duduk di seat number 1A dan ternyataaa...1,2,3...15 masih ada penumpang susulan.  Jadwal flight pun molor, dan dengan jarak tempuh 1 jam, 40 menit pesawat mendarat, dengan selamat di Ngurah Rai International Airport, tepat jam 11 malam waktu setempat sudah siap menemui guide dadakan Ronnie dan Ida Ayu Mardani. Beberapa menit kemudian, datanglah Edo yang baru landing, ia berangkat dari bandara Husein Sastranegara, Bandung. kami memang beda penerbangan, disesuaikan kondisi masing-masing. Aku, suami dan Ryan berangkat dari Jakarta. Besok pagi, Ryo terbang dari bandara Adi Sucipto. Berbeda-beda tempat tetapi satu tujuan. Untuk pertama kalinya suami dan anak-anak bertemu dengan adik sepupuku itu. Berlari-lari kecil hingga menuju tangga pesawat. Kunjungan ke Bali ini dalam rangka mengusir penat dan mewujudkan keinginan anak-anak yang ingin mengetahui pesonanya Pulau Dewata. Perjalanan dimulai dari hari Jum'at malam 15 November 2013 penerbangan terakhir  Lion Airways jam 20:40 wib, tujuan Jakarta - Denpasar. Sempat mengalami kemacetan tingkat dewa. Perjalanan dari rumah menuju pol bus Damri saja sudah tertempuh satu jam lebih, belum lagi arus tol Jagorawi menuju tol kota dan tol bandara. Padahal Tepat jam 01:30 waktu Indonesia bangian tengah, memasuki penginapan. Penat dan lelah terhapus dengan mimpi di Legian Living House,
sangat menyenangkan tempatnya, selain bersih juga cakep.


Nasi Ayam Betutu
Westin Spa-Nusa Dua Bali
Sabtu, 16 November 2013, pagi hari seusai sholat Subuh, keluar kamar. Langit pagi sangat cerah, udara dingin menyapa diri. Suasana penginapan sangat cantik, ada pohon tanpa daun dan seekor monyet terkait disana. Rupanya monyet kecil itu milik sepasang suami istri asli Japan yang menyewa guest house hampir sebulan. Pagi dengan 4 cangkir teh panas, dua nasi goreng dan dua nasi putih berlauk rendang (bikinan sendiri), jadilah semarak sarapan kelas berat buat keluargaku yang pada kelaparan.  Tak lama kemudian datanglah sodara sepupuku Ronni dan istrinya, Iik. Maka semakin ramai urusan breakfast. Lalu, suami segera menuju bandara Ngurah Rai untuk menjemput Kak Yo, yang terbang dari bandara Adi Sucipto, Yogyakarta. Meski anak-anak sudah gede-gede, namun saat berkumpul tak ubahnya dunia taman kanak-kanak. Itulah sisi lain nikmat-Nya buatku, kami yang banyak tidak seatap namun kekompakan senantiasa terjaga. Perjalanan dimulai dari tempat penginapan menuju daerah Nusa Dua, sebelum mencapai tempat lokasi Westin Spa, kami mampir ke Warung Liku, Nusa Dua untuk menikmati makan siang, Nasi Ayam Betutu dan es sirup hijau. Sederhana sekali, namun rasanya sekelas restoran, Barakahallahu fiikum hari itu, murah meriah dan kenyang. Dan, perjalanan segera dilanjutkan. 

Westin  Spa, Nusa Dua - Bali, inilah tujuan utama ku (kami) bisa mengunjungi pulau Dewata. Berbekal memenangkan sayembara di majalah femina dalam rangka Ulang Tahun majalah tsb ke 40, salah satunya menikmati sentuhan Westin Spa, Nusa Dua Resort Bali.
Westin Spa - Nusa Dua Bali
Hadiah berlaku sejak tanggal dikeluarkan melalui pengumuman di majalah femina dan berakhir sebelum 1 Desember 2013. Nggak kebayang bisa kesana, bersama keluarga, meski untuk keluarga harus mengeluarkan biaya sendiri. Bukan itunya, namun kesempatan yang bisa ngumpul bersama adalah waktu yang sangat berharga dan langka dan catatan ini pertama kalinya kami sekeluarga ke Bali. Mungkin termasuk terlambat, tetapi lebih baik terlambat daripada nggak sama sekali. Selama aku menikmati manjanya tubuh di spa di Westin, anak-anak, suami dan Iik & Ronni jalan-jalan ke Nusa Dua Festival yang letaknya nggak jauh dari kawasan Nusa Dua Resort.

Beberapa jam kemudian urusan threatment spa sudah rampung dan kini tiba saatnya aku dijemput dan segera meluncur ke obyek wisata Tanah Lot. Selama dalam perjalanan tiba-tiba mendung menghadang dan tak lama kemudian hujan deras turun seketika. Menurut info dari adik sepupuku Iik dan Ronni ini termasuk cuaca diluar biasa. Artinya Bali lebih cenderung panas dan jarang hujan. Perjalanan diguyur hujan membuat jalanan licin benar-benar harus waspada. Begitu mobil menemukan tempat berparkir, aku dan rombongan menyerbu pedagang jagung bakar. Di antara hujan yang mulai reda, menikmati jagung bakar sangat nikmat. Menyewa dua payung selama menuju lokasi Tanah Lot yang akan dituju, banyak sekali pedagang souvenir di lorong itu. Setibanya di tempat, rupanya baru diadakan upacara adat, karena pas di lokasi tanah Lot-nya itu masih ramai pengikut upacara yang mengenakan pakaian adat. Aku hanya nunggu duduk di salah satu batu karang di dekat lokasi itu, sementara anak-anak, suami dan kedua sepupuku itu menuju gua yang banyak ularnya. Ramai pengunjung yang rata-rata ingin berfoto dengan latar belakang deburan ombak. Menarik sekali, sehingga membuatku pun kepincut, maka aku pun berfoto tak kalah gayanya dengan mereka. Walau aku terpaksa merelakan celana panjangku basah karena deburan ombak itu seakan mengguyur tubuhku. Menyenangkan bermain riak-riak gelombang samudra itu yang terpecah setibanya diujung pantai.
Memaksimalkan pengambilan gambar baik melalui kamera Canon ataupun kamera saku-ku. Tanah Lot itu sering diabadikan untuk sesi pemotretan kartu pos, terutama saat sunset-nya. Sayang pas waktu itu karena langit berselimut mendung, meski hujan berhenti turun, suasana sunset jauh dari harapan. Kembali ke mobil karena hujan turun kembali dan dirasa cukup maka berlalulah kami meninggalkan esotiknya Tanah Lot. Stibanya di penginapan sudah terdengar adzan magrib. Usai membersihkan badan dan memulai istirahat, namun anak-anak bersama kedua sepupuku itu masih ingin menikmati suasana malam minggu di seputran Legian. Tempat monumen terjadinya tragedi bom Bali 2002 yang lalu. Entah apalagi yang jelas, aku sudah menikmati rajutan mimpi dalam tidur yang nyenyak. Keesokan harinya anak-anak bercerita, sambil aku menyiapkan minuman hangat (cappucino dan teh).


Minggu, 17 November 2013
Seusai sarapan pagi, kami bergegas menuju bandara Ngurah Rai, untuk mengantarkan kak Yo penerbangan pagi Denpasar - Yogyakarta. Meski kebersamaannya hanya sebentar namun tetap disyukuri karena-Nya kami bisa berkumpul disini menikmati pesonanya pulau Dewata, pertama kali liburan dengan keluarga yang menyenangkan. Bukan perkara mudah menyatukan keempat laki-laki tsb, dimana masing-masing sibuk dengan aktivitasnya, terutama lagi sama-sama berada lain kota.
Berbekal oleh-oleh pai susu terbanglah ia menuju kota Gudeg Yogya. Setelah itu kami melanjutkan sisir kota, menyempatkan diri berfoto ria di sebuah taman tengah kota, yang ada patung-patung indahnya seperti menggambarkan peperangan Bratayudha. Terik mentari membakar tubuh bukan halangan justru menambah cantik suasana. Patung kuda dan para ksatrianya sangat gagah perkasa, di antara mekarnya bunga-bunga tepat di jantung kota. Mungkin penduduk yang lama tinggal disana, malah belum pernah berfoto seperti aku bak fotomodel, kesempatan kan hanya datang sekali jadi memanfaatkan tempat dan waktu yang berlaku saat itu. Puas dari sana menuju tempat pusat oleh-oleh Joger.
Joger seperti Mirota Batik Yogyakarta, menawarkan produk lokal dengan kwalitas lumayan bagus sebagai souvenir para wisatawan yang mengunjungi Bali. Nggak terlalu lama berada di Joger karena perjalanan masih berlanjut ke Blue Point, Uluwatu. Tak terlintas seperti apa itu tempat yang dimaksudkan oleh kedua sepupuku itu. Setibanya di tempat mencari ladang parkiran sangat penuh sekali. Rupanya meski telah sampai di tempat kami masih diharuskan berjalan kaki menurun anak tangga hingga mencapai pasir putih dimana banyak para turis berselancar. Mengerikan juga saat menuruni anak tangga tsb. Mengingat aku takut ketinggian namun apapun itu alasannya aku harus mengikuti suara terbanyak, yakni turun ke bawah. Hadeeeww....ampun deh !!!

tetep narsis walau menahan sakit
Subhanallahu cantik sekali sesampainya di bawah, hamparan pasir putih dengan air laut sangat bening, beberapa bebatuan berlumut seakan bersembunyi dibalik pesonanya Blue Point itu. Rata-rata mereka yang kesana untuk aktivitas berselancar, itu memang area surfing yang terkenal. Sementara aku dan keluarga terpencar. Aku lebih suka duduk di antara dinginnya batu berlumut tsb. Melihat orang-orang yang sibuk berenang, berfoto bahkan saat itu ada pemotretan pra-wedding, mereka sepertinya turis dari Korea. Ada juga seorang muslimah yang tengah khusuk sholat di atas hamparan pasir putih sementara sekelompok burung laut, entah itu burung layang atau burung camar terbang melintas keluar masuk ke gua tempat aku duduk menikmati suasana pantai. Bermacam aktivitas terjadi disana dan akhirnya mendorongku untuk melakukan sesuatu yaitu merekam suasana. Namun sayang, saat konsentrasi ke obyek yang akan direkam, tanpa sengaja sandal yang aku pakai menginjak batu berlumut dan akhirnya aku jatuh ke air laut, karena aku mempertahankan kamera dan handphone otomatis perut, lutut dan telapak kaki kanan yang menjadi korban.Saat kejadian tiba-tiba pandangan mata miring dan bruukk...gelap, dan celana jeans-ku basah, nggak lama terasa nyeri dan telihat ada genangan darah mengalir mengambang di atas air laut itu. Oh My God, rupanya itu darahku sendiri dan telapak kakiku mulai perih maklum air laut sudah merasuk ke dalam kulit. Dengan dibopong Iik dan Ryan aku tertatih-tatih menuju tempat pos kami menaruh pakaian dan barang. Sungguh nggak kebayang saat menaiki tangga menuju arah pulang, meski merasa kesakitan namun tetap berjalan mencapai puncak. Wouuw...walandalah sakit nian. Tetap bersyukur karena darah sudah berhenti tinggal rasa nyeri saja. Meski ada troubel dikit toh ini sebagai intermezo cerita selama jalan-jalan ke Bali.

Blue Point Uluwatu
Perjalanan dari Blue Point Uluwatu menuju Legian Living House kembali diguyur hujan, lalu sambil berbasah-basahan akhirnya aku pun ikutan nyemplung ke kolam renang yang berada di depan pintu kamar. Tak kuhiraukan lagi sakit di kaki, mengingat besok pagi kami harus check in. Menyenangkan super menyenangkan sekali. Berenang di tengah hujan meski bukan perenang hebat kalau gaya batu tenggelam sih boleh juga. Air kolam ternyata hangat itu sebabnya akan beranjak meninggalkan kolam renang serasa enggan. Dan saat menjelang adzan magrib tiba, semua urusan renang telah usai karena setelah menunaikan ibadah magrib kami akan mencari soto ayam dan mengunjungi Kresna Pusat Oleh-Oleh di Bali. Selesai urusan membeli souvenir lalu kembali ke penginapan dan beristirahat persiapan pulang ke Jakarta. Alhamdulillah....

Senin, 18 November 2013


Pagi seusai sarapan segera bergegas menuju bandara Ngurai Rai, kali ini Iik tidak turut mengantar kami karena harus masuk kerja, hanya Ronni yang mengurusi penyewaan mobil dan penginapan berakhir dengan memuaskan, tentu menggoda untuk kembali berlibur ke Bali lagi. Penerbangan pun tanpa delay, Edo berangkat duluan menuju Bandung ke bandara Husein Sastranegara. Semua berjalan dengan lancar dan selamat tiba di bandara Soekarno - Hatta kemudian dilanjut dengan bus Damri Soeta ke Bogor hingga tiba di rumah senantiasa dalam lindungan-Nya. Andai aku tidak memenangkan sayembara ulang tahun femina mungkin keinginan berlibur ke Bali hanya selintas lalu karena tidak ada tujuan yang pasti walau disana ada saudaraku. Bagaimana pun juga semua yang terjadi sudah dalam kehendak-Nya baik keadaan menyenangkan maupun keadaan menyedihkan kita haruslah selalu bersyukur dalam sikon lapang dan sempit, dalam sikon suka dan sedih. Akhir kata terima kasih buat yang telah mampir dan membaca tulisan ini. Sampai jumpa dicerita berikutnya "Jalan-jalan..." entah kemana lagi kaki ini melangkah.


Salam,
Arie Rachmawati

Selasa, 12 November 2013

L i v e 2013


PENIKMAT  MUSIK  LINTAS  GENERASI

N A I F



Sabtu, 9 November 2013

Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) Bandung,  malam minggu lalu penuh dengan kawula muda. Sebuah acara yang diadakan Universitas Padjajaran "Espose -2013", menggelar hajat tahunan, kali ini mengangkat tema, "Tone and Rhythm of Wonder East Indonesia."  
Seandainya aku nggak diajak Edo (anak ragilku), jelas nggak pernah bisa membaur dengan para mahasiswa-mahasiswi tsb. Lucunya lagi, meski ikut pernukaran tiket di siang harinya, aku nggak tahu siapa yang akan mengisi acara tsb adalah Kahitna dan Raisa.
Kahitna

Hingga malam itu, saat memasuki ruang kedap suara dari pintu kiri yang sudah dipenuhi para penonton, di stage lagi performing E.A.F Project, nampak Melani Subono dkk. Melirik sana-sini, mencari kursi kosong agak susah dan akhirnya aku putuskan berpisah dengan Edo. Meski pisah, namun Edo masih mengawasiku, sueerr ini jaman kebalik, dimana anak mengawasi Mamanya. Sebelum Edo membaur dengan teman-teman kampusnya, ia sudah mewanti-wanti diriku agar duduk saja, jangan menuju ke tengah, ditakutkan aku hilang apalagi pingsan. Hmmmm..., kemudian membaur lah aku dengan para girly yang ternyata suaranya mirip Tarzan jejeritan saat personel NAIF mulai tampil di atas panggung. Benar-benar aku tidak tahu dan nggak 'ngeh' kalau ada band beranggota : "David" Bayu Danang Jaya (vokal), Muhammad "Emil" Amil Hussein (bass kibor, vokal), Fajar "Jarwo" Endra Taruna (gitar, vokal) dan Franki "Pepeng" Indrasmoro Sumbodo (drum, perkusi, vokal)**, dalam deretan bintang tamu pengisi acara Espose 2013.

NAIF, aku mengenal grup tsb saat di televisi jaman MTV Ampuh rajin menayangkan lagu berjudul Posesif, dengan model klip yang akhirnya meninggal dunia karena sakit. Sebelumnya lagu perdana mereka berjudul  Mobil Balap hanya selintas lalu mampir di telingaku. Malam itu Naif membuka aksi panggungnya dengan lagu Air dan Api, mengajak audiensi meramaikan suasana. Irama nan riang mampu membuat mereka yang di depan stage berjingkrak-jingkrak. Asyik. Lagu itu sangat familiar ditelingaku ketimbang Mobil Balap, selebihnya aku nggak tahu Krisna Prameswara.  Ia pantas disebut keyboardist sejuta band itu,  karena selalu ada di setiap pertunjukkan musik berbagai ragam jenis. Aku mengenalnya sosoknya saat pertama kali konser Kadri Jimmo the Prinzes manggung di Salihara, 4 tahun yang lalu. Belakangan hari aku baru tahu kalau beliau itu sebagai additional Naif sejak 2005, begitu yang tertulis di wall facbeook -nya. Satu per satu judul lagu yang mereka suguhkan. Sekelebat mataku menangkap sosok pemain keyboard, yaitu mas Krisna Prameswara.

Aku serasa muda kembali terseret arus penikmat musik anak muda. Anehnya lagi aku bisa mengikuti lagi-lagu Naif, meski nggak tahu judulnya (kecuali yang disebut diatas tadi). Hingga, pada sebuah lagu, ".... janganlah kau berpaling dariku, karena kamu cuma satu untukku....untukku"   Ajaib lagu itu tiba-tiba menduduki rating hatiku malam itu.  Sumprit aku mikir, pernah mendengar seseorang mengucapkan kata-kata mirip banget lirik itu. Mencoba mengirim pesan ke Edo, menanyakan judul lagu tapi keburu pesan pending dan lagu demi lagu  berikutnya mengalun.  "Bukan maksud melucu bila dalam aksi panggung Naif David sang vokalis mengeluarkan jurus-jurus saktinya yang kerap membuat penonton terpingkal-pingkal. Itu memang sudah menjadi sifatnya sehari-hari yang kemudian ia bawa ke atas panggung sebagai media interaksi terhadap penonton. Namun tetap mereka berlima serius dalam bermusik dan membuat lagu. Hanya saja menurut mereka konsep musik dan hiburan yang mereka tawarkan di setiap penampilan NAIF masih tergolong beda dari semua yang ada di Indonesia sehingga mereka sering dianggap lucu atau unik." (salinan dari Wikipedia). Ketika giliran si vokalis David menampilkan lagu Enggo Lari yang pernah dipopulerkan oleh penyanyi jazz Margie Segers karena mewakili dari tema yang panitia usung. Para pemuda pemudi malam itu yang tadinya kompakan koor menyanyikan lagu-lagu Naif, tiba-tiba menjadi sedikit hening, mungkin mereka kurang mengenal lagu jadul tsb.  Ini pertama kali melihat, menikmati Naif, aku merasa larut dan nyaman. Lagu pamungkas adalah Posesif dan benar-benar dua jempol buat Naif yang sepanjang performing-nya sangat menghidupkan suasana. 





Naif meninggalkan panggung berganti Raisa, penyanyi yang memiliki paras cantik secantik suaranya dengan rambut ikal mayang untuk era kini, sangat disayangkan sound-nya kurang bagus, jauh beda sama performance-nya Naif sempurna. Pertama kali menonton penampilannya Raisa saat acara Ami Award 2012, malam itu setelah Raisa menyanyikan dua lagu,  aku meninggalkan ruangan untuk mencari makanan dan minuman bersama Edo. Setelah dirasa istirahat cukup,  masuk ke ruangan lagi dan waktunya   bintang tamu pengujung acara tsb. Posisiku menonton sudah merapat ke bagian tengah panggung, agak susah karena Kahitna dengan 'Soulmate' nya yang kebanyakan kawula putri begitu histeris melihat idolanya menyanyikan Cerita Cinta, Takkan Terganti, Andai Dia Tahu, Cantik, Tak Sebebas Merpati, Bintang, mantan Terindah, Aku Dirimu Dirinya dll. (aku hanya mampu mengingat itu, selebihnya lupa.) Hal ini juga kali pertama aku menonton performance-nya Kahitna, beberapa kali terlewatkan karena berbarengan waktu dengan acara-acara lainnya. Tujuan utama adalah ingin menemui pemain bass Kahitna bernama Dodik Isnaeni atau Dody Is Kahitna.

Dody Is Kahitna
Dia adalah kakak kelas semasa SMPN 1 Jember. Walau ada sedikit kendala, akhirnya Allah SWT mempertemukan kami, sueneng pol  rasanya saat pintu terbuka dengan dijaga dua satpam menahan beberapa orang untuk ditempat dan memberi ruang gerak para artis yang akan melewati pintu itu. Begitu pintu terbuka, "Lajengan, lajengen...sekejek beih mas Dodik." ucapku semangat. Senyum ramahnya membalas sapaanku. Pertemuan setelah 30 tahun berlalu telah terobati walau kami hanya sebentar ngobrol, tanda tangan dan berfoto-ria dengannya. Dan ia pun mengucap salam perpisahan, "Ariiiee...., engkok kontak-kontak meneh yo."  Ia pun berlalu menuju mobil di plataran parkir sisi kanan gedung. Pertemuan itu aku sampaikan kepada teman-teman sekota yang merasa mengenalnya di waktu yang lampau, melalui postingan facebook dan bahagianya aku kala ia menulis di akun twitternya, Amiin YRA, ternyata ia tidak melupakan persahabatan kami.

Malam semakin larut dan gedung Sabuga mulai sepi, ditinggalkan penonton, aku kembali ingat lagu Naif yang bikin bertanya apa judulnya.  Untung Edo segera memberi jawaban, sambil nyeletuk, "Tumben Mama suka lagunya Naif, Edo memang nggak bilang kalau ada Naif, takut Mama nggak mau datang ke acara tsb, ealah ternyata Mama menikmati, syukur deh."  Judul lagu itu adalah Karena Kamu Cuma Satu dengan lirik, "....kau yang paling setia, kau yang ter-isitimewa, kau yang aku cinta, cuma engkau saja, dari semua pria aku yang juara, dari semua wanita kau yang paling sejiwa, denganmu semua air mata menjadi tawa suka ria, akankah kau selalu ada menemani dalam suka duka, denganmu aku bahagia, denganmu semua ceria, janganlah kau berpaling dariku, karena kamu cuma satu untukku....kau satu satunya, dan tak ada dua, apalagi tiga, cuma engkau saja, denganmu semua air mata menjadi tawa suka ria, akankah kau selalu ada menemani dalam suka duka, denganmu aku bahagia, denganmu semua ceria, janganlah kau berpaling dariku, karena kamu cuma satu untukku....kau satu satunya, dan tak ada dua, apalagi tiga, cuma engkau saja, dari semua pria aku yang juara, dari semua wanita kau yang paling sejiwa, denganmu semua air mata menjadi tawa suka ria, akankah kau selalu ada menemani dalam suka duka, denganmu aku bahagia, denganmu semua ceria, janganlah kau berpaling dariku, karena kamu cuma satu untukku....untukku" 

Lalu, Edo mulai bercerita sepanjang ia menonton setiap perform-nya, sang vokalis Naif selalu berinteraksi dengan penonton, jadi komunikatif bikin senang dan meninggalkan kesan puas. Selain Naif pernah mengisi acara kampusnya, Edo menambahkan ulasan hairstyle-nya David keren. Dalam hatiku sebenarnya kini aku menyadari bahwa diriku sendiri waktunya menyematkan tanda sebagai, "Penikmat Musik Lintas Generasi."  Sesekali kuping era '80-an menggauli musik kini, nggak semuanya buruk, pasti ada yang bagus, yang menonjolkan mutu dalam bermusiknya. Dan lagu "Karena Kamu Cuma Satu" itu keren bisa membuatku jatuh cinta pada lagu mereka yang mewakili grup band masa kini generasi anak-anakku (Ryo-Ryan-Ed0). Dan Naif punya ciri khas,  mengingat tempo irama musik era 70'an dan Naif setia mempertahankan gaya rada jadul dari fashion pada videoclip-nya.  Musik adalah bahasa dunia, musik membuat suasana menyenangkan dalam berbagai situasi mewakili suara hati.

Karena Kamu Cuma Satu by Naif
(Youtube)




Catatan :
** Disalin dari Wikipedia - Naif.


Salam Musik Indonesia
Arie Rachmawati

Senin, 11 November 2013

B u k u k u :

Kumpulan Cerpen "Dandelion dalam Rindu"
karya Arie Rachmawati


Buku Kumpulan Cerpen "Dandelion dalam Rindu"

Arie Rachmawati/penulis
Jum'at, 8 November 2013,
Pagi hari aku mendapat e-mail jelang waktu jadwal pengajian ( baca : tadarusan) dari penerbit yang memberi tahukan bahwa hari ini akan di-publish karyaku. Alhamdulillah, akhirnya aku mempunyai buku di usia 45 tahun,  6bulan, 12 hari setelah hari ulang tahunku. Rasanya melayang seperti bulu-bulu lembut dandelion yang tertiup angin dan jatuh ke jatuh tumbuh lagi menjadi dandelion.  

Perjalanan membuat buku itu nggak semudah kita membeli buku (novel dll) di toko buku lalu tinggal membacanya. Proses kreativitas bermula secara kebetulan dari obrolan-obrolan ringan via BBM dan dilanjut via WA (baca : WhatsApp) dengan cak Tino alias Ersta Andantino, setelah aku membeli buku karyanya berjudul Karang. Sebelumnya aku mengenalnya secara kebetulan, karyanya sudah aku baca sebelum aku menegenal penulisnya, yaitu cerpen berjudul Menikahlah Denganku di majalah femina terbitan 2005 lalu. Cak Tino mengusulkan aku membuat buku kumpulan cerpen, saat dia bertanya berapa banyak cerita pendek yang aku tulis. Aku hanya tertawa saja, kalau dibanding dirinya aku ini nggak ada ujung jari, aku ini pemula dan tulisanku biasa saja. Dari obroaln itu tiba-tiba bergeraklah aku mulai menghitung dan mencari di tumpukan file. Ternyata banyak juga dan berpikirlah usulan itu.

Perlahan, aku menyusun dan mencoba bertanya kembali apakah aku pantas membuat buku (kumpulan cerpen) mengingat aku belum punya 'nama'. Wow, sambutannya luar biasa sangat mendukung dan mulailah saat itu aku memberi tumpukan fileku untuk diedit karena dia kujadikan editorku. Pertama kali menolak dengan alasan belum punya pengalaman sebagai editor sebuah buku, dan akhirnya sepakat dengan jalinan persahabatan. Hari ke minggu, minggu ke bulan akhirnya jadi itu naskah kumpulan cerpen, lalu dia bilang kalau akan dijadikan buku harus ada kata pengantar, dan endorsement.

Aduuuh, berpikir lagi siapa yang mau memberi kata pengantar dan endorsement secara gratis tanpa sesen pengganti lelah telah meluangkan waktu memeriksa tulisanku itu. Dan aku punya ide untuk meminta endorsement kepada para sahabat yang terhitung senior dibidang penulisan. Bapak Kurnia Effendi (penulis senior) dan mbak Ileng Rembulan, penggiat sastra di Wapres Bulungan juga bapak dr. Rudi Pekerti (penulis lirik lagu Nuansa Bening) untuk kata pengantar.
Bapak Kurnia Effendi dan bapak r.Rudi Pekerti pun turun tangan mengedit cerpen, untuk kejelasannya tertulis di cerita pendek masing-masing. Editor tata letak masih dipercayakan kepada Cak Tino, walau pun beliau juga sebagai editor di kumcer ini.

Semula terpikir olehku untuk meminta endorsement kepada mas Fariz RM, namun niat itu segera kuurungkan, karena takut memanfaatkan keternaran beliau, karena aku kini sebagai koordinator penggemarnya. Aku ingin siapa pun mereka dan fansnya yang terkumpul dalam wadah KFFRM (Komunitas Fantastic Fariz RM) murni membeli bukuku lantaran ingin membaca tulisan fiksi-ku bukan karena hal lain. Membaca caraku menulis, memvisualkan cerita dalam rangkaian kata, membangun tokoh cerita, mengolah emosi, menentukan ending, sebagai bentuk aplikasi ilmu cerpen yang sudah kudapatkan dalam pelatihan penulis kreatif yang diadakan 4 tahun yang lalu, di kelas cerpen dalam wadah Beken dengn Cerpen. angkatan pertama. Memulai menulis saat aku  duduk bangku sekolah menengah pertama (mading).  Kemudian beberapa tahun berlalu, saat sudah berkeluarga memberanikan diri mengirim cerpen pertama dan dimuat di koran Jambi Independent Pos, Agustus 2002 lalu berjudul, : "Ulurkanlah Tanganmu."

Berikutnya justru aku menodong kepada lead vocalnya Montecristo yaitu bapak Eric Martoyo dan gitaris dari Amrik Mr. Max Ridgway tokoh cerpen di Cinta Sebatas Angan, yang notabene bukan penulis tetapi mewakili sisi pemusik, dimana cerita pendek ini berilustrasi musik. Allah SWT memberi kemudahan, alhamdulillah, satu per satu beliau-beliau tsb memberikan ulasan berbentuk endorsement dengan tulus hati.  Proses berjalan kembali, setiap ada perubahan selalu berkonsultasi dengan sang editor, hingga suatu hari dia nulis pesan :  "Mbak, kayaknya sampeyan tawarkan saja ke penerbit besar, iki apik tenan nek wes dadi buku. Kata pengantarnya iku lho, Mbak. Endorsement-nya pisan wes percoyo karo aku, Mbak!"  "Ah, mosok sih dalam hati" gumamku sendiri. Kata-kata itu membuat aku kege-eran dulu, ya  senang, ya pesimis karena penulis pemula seperti aku jangan  bermimpi yang muluk-muluk.

Kontak suara dan pesan singkat dengan editor atau para pendukung bukuku adalah proses diri menuju kematangan bukuku. Setiap usulan dan kritikan itu menurutku sebagai cermin diriku, bagaimana langkah selanjutnya dalam berproses. Dengan mengucap Bismillah dan menata hati, mulailah aku menawarkan naskah yang sudah mateng itu ke salah satu penerbit (besar). Menungu hari demi hari seperti  menanti jawaban seorang kekasih yang sedang menunggu keputusan lamarannya diterima atau ditolak. Untungnya kegiatanku banyak, jadi terkadang lupa menghitung berapa lama aku menantikan jawaban itu. Apa pun keputusan itu harus siap, aku sudah mempunyai planing berikutnya. Dan saat menerima jawaban naskah ditolak, yup planing B dijalankan.

Sedikit perubahan susunan naskah, dan siap aku tawarkan kepada penerbit online yang dari semula adalah tujuan pertama, mengikuti jejak sang editor saat menerbitkan karyanya. Okay, tidak ada kendala dan dalam proses surat elektronik sedikit mengalami kendala dikarenakan jaringan koneksi tersendat, faktor cuaca. Tujuanku ke penerbit online leuitikaprio, karena sejak pertama klik link tsb suka cover bukunya yang didisplay bagus-bagus. Leutikaprio kendaraan mewujudkan impian itu menjadi kenyataan. Penerbit online yang mempunyai motto, Your Self Pubishing.

8 in 1
Artinya ada delapan cerita pendek terangkum dalam satu buku, kumcer berjudul,  "Dandelion dalam Rindu."  Empat cerpen pernah dimuat di media cetak, antara lain teenlit magazine Story (Pianoku Tercinta dan Dandelion dalam Rindu), di harian Jambi Independent Post (Meniti Asa), di tabloid Gema Publik Bnten (Di Interlude Aku Jatuh Cinta) dan dengan judul yang sama pernah dimuat dalam  buku 28 Penulis Beken dengan Cerpen. Empat cerpen lainnya tergolong baru, walaupun aku menulisnya sekitar tahun 2009-2012 antara lain : Surat Untuk Keith, Nyanyian Malam Hati Perempuan, Wajah Dibalik Kerudung dan Cinta Sebatas Angan. Di antara empat cerpen terbaru, Nyanyian Malam hati Perempuan adalah cerita terpanjang yang sempat mengalami proses menthok karena, chemistry-nya keburu kabur disebabkan aku nggak punya waktu mengetik. Fokus perhatianku tercurah kepada terbentuknya Komunitas Fantastic Fariz RM awal 2011 lalu. Memang nggak mudah mengatur mood, saat ingin mengetik kembali tetapi waktu terbagi untuk yang lain. Aku lebih mementingkan kepentingan orang banyak, dan menanggalkan inspirasi yang munculnya dadakan. Waktu itu memang padatnya kegiatan, antara urusan musik di komunitas dengan kegiatan sosial disekitar rumah (baca : majelis ta'lim). Untungnya masa bakti kegiatan sosial tsb segera berakhir dan satu per satu kembali menekuni ketikan yang terbengkalai. Proses belum berjalan lancar apabila tanpa dukungan keluarga tercinta, sahabat-sahabat tersayang dan semangat dari diri sendiri yang harus dikorbarkan oleh api cinta dan  tentu yang utama adalah karena izin-Nya.

Aku suka menulis cerpen, namun bukan untuk tujuan utama dalam menjalani kehidupan. Tugas utama adalah sebagi ibu rumah tangga dan menulis itu seperti kebutuhan hidup lainnya, makan, tidur, aktivitas sehari-hari. Bila sehari nggak menulis rasanya ada kegiatan ketak-ketik yang hilang. Nggak melulu cerpen tetapi bisa tulisan musik, pengalaman perjalanan ke suatu tempat, resep masakan, tausiah agamakadang pun walkthrough games, semua ada di blogku http://rachmarie-riritemaram.blogspot.com. Menulis itu nikmat, bisa melepaskan penat. Dan akhirnya rampung juga semua cerita pendek dalam kumpulan cerpen di buku perdana berjudul, Dandelion dalam Rindu. 

Dandelion Dalam Rindu
PenulisArie Rachmawati, Kategori: Kumpulan Cerpen
bisa dikases melalui http://www.leutikaprio.com/
Dandelion Dalam Rindu
ISBN: 978-602-225-768-4
Terbit: November 2013
Halaman : 146, BW : 146, Warna : 0
Harga: Rp. 34.400,00
Deskripsi:
Arie Rachmawati is a talented author who knows how to tell a compelling story. “Cinta Sebatas Angan” is a moving story of love that crosses the boundaries of culture and distance. Arie writes with skill and sensitivity which captures both the mind and the heart. (Max Ridgway, musician/gitaris)

Ririe, demikian panggilan karibnya, nyaris tidak pernah berpisah dengan dunia musik. Ia seorang apresiator yang terlibat, penikmat yang tulus dan khidmat. Saat menggunakan talenta menulis untuk melahirkan sejumlah cerpen, akar gagasannya berangkat dari pengalaman berteman dengan para musisi. Imajinasinya berkembang dari realitas dan denyar keajaiban dalam perjalanan hidupnya. Silaturahmi nyata dan maya memperkaya cerita Ririe yang idenya sederhana dan bersifat keseharian. (Kurnia Effendi, cerpenis)

Dandelion memang tidak setenar anggrek atau bunga matahari. Tidak pula seharum mawar atau melati. Namun, dandelion adalah bunga yang tangguh. Daya hidupnya luar biasa. Ia menghasilkan biji-biji berbentuk kapas yang saat terbawa angin bisa terbang tinggi dan jauh, dan langsung tumbuh di mana pun ia mendarat. Dalam dunia cerpen, dandelion itu bernama Arie Rachmawati. (Eric Martoyo, lead vocalist dan penulis lirik bandMontecristo)

Walau masih pemula, ada lompatan-lompatan tulisan yang disajikan dengan ramuan musik dan kenangan dengan orang di sekitarnya, menjadikan cerpen genre pop ini terasa manis dinikmati terutama pada judul “Di Interlude Aku Jatuh Cinta”. (Salam sayang, iLenk da)



Terima kasih kepada  penerbit Leutikaprio dan para sabahat pendukung yang sempat direpotin terlahirnya buku kumcer pertama ini. Semoga kedepannya meraih kesuksesan adalah bonus ketekunan dalam meniti mimpi. Amin YRA.


Salam,
Arie Rachmawati

Minggu, 27 Oktober 2013

Awal Kisah

DuoAr dan Fariz RM
Oleh Arie Rachmawati

Elizabeth Ari Purwandari, Fariz RM, Arie Rachmawati
Elizabeth Ari Purwandari, Fariz RM, Arie Rachmawati



Rabu, 9 Oktober 2013 lalu, saya bersama  Ari Purwandari dan Renny Ronggo (teman SMP dari Jember) bersilaturahmi ke kediaman Sang Maestro. Dalam tahun ini (2013) ini termasuk kunjungan ke dua setelah Januari 2013 lalu mengantar kado dari penggemarnya dalam wadah KFFRM.  Kunjungan silaturahmi ke rumah Camar tersedikit dibanding tahun-tahun sebelumnya, dikarenakan padatnya aktivitas masing-masing hingga hanya berbalas kata lewat pesan singkat atau memberi info seputar performance-nya. Oya, ingat terakhir ketemu di acara konser, "...Aku dan Chrisye" di Score Cilandak Store, 3 April 2013 lalu. 

Kilasbalik DuoAr

Arie Rachmawati
Ari Purwandari
DuoAr,  artinya ada dua nama dengan panggilan yang sama, yaitu Arie Rachmawati dan Ari Purwandari, bukan seperti Dua Maia. Kami bukan penyanyi atau selebritis, tetapi saya dan Ari Purwandari itu sama-sama ngefans Fariz RM.  Kami sama-sama suka foto artis dan narsis, hanya bedanya Ari Purwandari lebih kalem, lebih ngemong, lebih tinggi, lebih ayu dan lebih tajir. Kami serasa pasangan pertemanan yang saling melengkapi dan berusaha mengerti, memberi perhatian meski akhir-akhir ini jarang jumpa darat alias ketemuan.  Selain sebaya usia dan beda keyakinan bukan masalah. Ia selalu menghormati dan suka mengingatkan apakah saya sudah sholat? Begitu pula sebaliknya bila sms atau telefon tidak terjawab, mungkin ia sedang menjalankan ibadatnya.

Berawal dari perkenalan di sebuah pertunjukan live-nya Fariz RM with FIVE di Teraskota, BSD, sekitar 28Novermber 2009 silam. Mbak Oneng yang mengenalkan kami, dan mungkin sama-sama memiliki nama yang sama.  Waktu itu pertama kali kenalan juga sama kang Asep Gunawan, teteh Wiwin, Sri Ima Wied, Carla.  Untuk pertama kalinya dalam hidup saya setelah berusia empat puluh tahun (keatas), malam itu kami serasa muda lagi bernyanyi dan berdendang mengikuti irama lagu dari beberapa lagu suguhan Fariz RM & Five-nya. Live free murah meriah, menyita perhatian pengunjung mall dikemas mewah dan tentunya meninggalkan kesan indah. Sakura, Penari, Barcelona dan beberapa lagu yang familiar ditelinga jadul terangkum dalam suguhan arrangement berbeda yang belum saya dengarkan selama ini. Five itu terdiri dari : Jalu (gendang), Adi Dharmawan (bass), Irsa Destiwi (pianis/keyboard), Deksa Anugrah Samudra (drum) dan Fariz RM (vokal/keyboard). Menurut telinga saya termasuk jenis jazzy etnik ciamik. Saya dan Arie Purwandari, entah karena faktor nama depan yang sama atau banyak persamaan di antara kami berdua akhirnya bersahabat.
Awalnya keakraban terjalin semakin membaik dengan saling mengumpan balik melalui pesan singkat atau obrolan telefon, tentunya pembicaraan seputar Fariz RM dan grupnya.  Tak  terlewati,  saling menunjukkan 'harta' masing-masing, seperti klipingan, foto, kaset dll. Meski punya persamaan yang sehati, namun pembicaraan tidak lebih dari urusan tentang sang idola, nggak lebih. Pertemuan kedua saat ulang tahun Fariz RM ke 51 (9 Januari 2010) yang diadakan di Bakmi GM, belakang Sarinah jalan Moh. Thamrin Jakarta Pusat. Pertemuan demi pertemuan  hampir selalu bersama, kepercayaan sebagai kunci sehati. Saling mengenalkan keluarga masing-masing, akhirnya seperti saya bagian dari keluarga besarnya begitu juga sebaliknya.  Soulmate.  Kebersamaan dalam setiap suasana performing Fariz RM dan moment lainnya, sehingga timbul ide kami (DuoAr) harus memiliki foto bersama para artis yang berlaku pada saat itu. Tak terasa koleksi foto kami berdua pun banyak.

Senang rasanya mempunyai sahabat sejiwa, sebagai penikmat musik sehati.  Seiring waktu berjalan, dua tahun terakhir ini kami jarang bersama dikarenakan dia sering kurang sehat dan berujung opname di rumah sakit. Sementara saya sering melakukan perjalanan ke kampung halaman (Jember)dan beberapa kota lainnya. Suatu hari saya merasa ketakutan akan kehilangan dirinya. Meski kami berdua tergolong baru akrab, namun ikatan batin itu serasa melebihi usia pertemanan itu. Waktu itu saya membaca pesan singkat bahwa sedang menjalani perawatan lanjutan dari sakitnya, tanpa terasa menitik air mata ini. Tiba-tiba suasana menjadi mellow seketika. Saat itu pula kebetulan saya baru merasakan kehilangan teman lama, yang baru saya temukan namun karena kesalahapahaman akhirnya kami menjadi renggang. Sulit rasanya hidup tanpa teman berbagi, bagi saya teman itu juga harta seperti keluarga. Mengisi kekosongan waktu, saya browsing lagu-lagu lawas di Youtube dan menemukan That's What Friends Are For  yang pernah dipopulerkan oleh sederet penyanyi dunia papan atas, antara lain : Dionne Warwick, Elton John, Gladys Knight and Stevie Wonder. Arti lagu tsb sangat mendalam tentang persahabatan, pas banget mewakili perasaan saya.
(baca tulisan saya : That's What Friends Are For)

Istirahat yang cukup, mengontrol menu makanan dan berobat jalan. Hal itu membuatnya banyak melewatkan beberapa event musik, bahkan sampai ulang tahun sang idola yang berbarengan dengan acara musik bertajuk "Fariz RM Anthology pentas di Bandung" pada tanggal 5 januari 2013 lalu, terpaksa ia absen bergabung dengan Komunitas Fantastic Fariz RM. Padahal sebelumnya kami berencana, tetapi tetap keputusan berada ditangan Allah SWT. Apa boleh buat, ia hanya menikmati tayangan foto dan video yang telah saya postingkan lewat akun facebook dan Youtube. Semoga kedepannya kami bisa bersama lagi menikmati performance Fariz RM juga pertunjukkan musik lainnya.
Waktu dirawat di RS Pondok Indah Mei 2012

Ada dan tiada waktu bersama tetaplah jalinan itu berlangsung, banyak cara bisa melalui pesan singkat, dan telepon. Kebersamaan itu senantiasa terjaga dan biarlah waktu mengujinya. Terima kasih juga kepada kedua pak sopir-nya Jepri dan Slamet yang selalu setia menemani, mengantarkan DuoAr di setiap event musik. Terima kasih buat anak-anak kami berdua yang mendukung para mama-nya menikmati waktu privacy. Terima kasih buat para suami yang kebetulan keduanya memberi kepercayaan dan jauh dari rasa curiga atau cemburu, tanpa semuanya kami berdua nggak se-happy ini. Terima kasih Tuhan YME  yang sangat menyayangi dan melindungi kami, Amin Ya Robbla'alamin.

"Happy Birthday"  to Ari Purwandari
Wish You All The Best pf October 26th, 2013


Salam,
Arie Rachmawati


Selasa, 22 Oktober 2013

My Journey Two Weeks (5)


Episode Solo - Yogyakarta

Akhirnya jalan-jalan saya sampai juga ke Solo. Perjalanan dari Surabaya - Solo ditempuh dengan kereta pagi Sancaka Pagi dengan tiket seharga seratus dua puluh lima ribu rupiah. Kereta berangkatnya pun ontime jam 07:00 wib dan keretanya bersih juga nyaman Sesampainya di stasiun Solo Balapan, saya melanjutkan ke rumah adik dengan taksi. Baru kali saya indal indil sendiri, biasanya saya dijemput Totok, adik ragil. Berhubung ybs sakit dan baru keluar dari opname, jadi semua serba mandiri.

Mungkin kunjungan kali ini tidak seperti kunjungan saat putra saya, wisuda. Sekeluarga bisa menikmati lesehan nasi liwet, di daerah Solo (ringroad) dimana akan memasuki kota mandiri itu dapat dijumpai lima patung Pandawa Lima. Sesuai urutan dari Pendawa, dibagian tengah berdiri tegak Yudistira, dan keempat adiknya mewakili letak mata angin, utara, selatan, barat dan timur, Nah, urutannya saya lupa, yang jelas putra kedua dari prabu Pandu dan Dewi Kunti, bernama Bima berhadapan dengan putra urutan ketiga yang sangat dikenal sangat pandai memanah dan berparas rupawan yaitu Arjuna. Sedang dua adik kembar Nakula dan Sadewa saling berhadapan pula. Solo kini mulai menjamur mall dan plaza seperti kebanyakan kota-kota di seluruh penjuru pulau Jawa, namun kekhasan pasar Klewer tak akan membuat para wisatan domistik melupakn untuk mampir.

Kunjungan 17-20 Oktober 2012 lalu benar-benar dalam keadaan niat menengok adik, mewakili keluarga besar terutama Mama, yang saat itu tengah berada di kota Balikpapan. Sehari-hari saya bermain dengan keponakan saya yang sudah bisa berjalan dan berlari. Selain lucu juga cantik, nggemisin namanya Shafira, usianya baru 1,5 tahun. Dan kesempatan sempit itu saya pergunakan jalan ke Yogyakarta walau pun saknyut. Bertiga saya, Ika dan Shafira lalu janjian bertemu dengan Shelly di Mirota Batik.


Me - Ika - Shafira
Mirota Batik selalu membuatku rindu kembali dan kembali, meski hanya membeli 'kartu pos' saja.
Shafira - Me - Shelly
Entahlah aku jatuh cinta sejak pertama kali mengenalnya, kira-kira 14 tahun yang lalu.

Mirota Batik, itu tokonya jumampel (he he ini bahasa keluar sendiri saat saya mengetik) artinya apa yah (sambil mikir). Duuh ! Pokoknya tokonya komplit deh! yang jelas segala keinginan kita berupa souvenir tersedia, sesuai kantong masing-masing, dan harus kuat hunting alias betah memilih. Mirota Batik, anak -anak saya paling nggak suka tuh mampir kesana, bila memang nggak ada perlunya. Maklum anak-anak sudah besar-besar, nggak seperti puluhan tahun lalu yang merengek minta pulang karena mamanya sibuk milih, :-). Asyik sih, mungkin karena saya suka pernak-pernik yang unik tapi murah (maklum sangunya pas-pasan sih). Saat kunjungan saya ke Mirota Batik tujuannya sederhana, beli kartu pos dan menjemput sebotol beras kencur, unik khan? Jauh-jauh menempuh jarak Solo-Yogyakarta hanya untuk itu. Tetapi bagi saya sangat berharga sekali. Dan ini melengkapi catatan perjalanan saya selama dua minggu kemarin. Saya dan Mirota Batik sehati deh.

Mirota Batik, saat kita akan memasuki pusat belanja khas Yogyakarta yang terletak di ujung jalan Malioboro yang fenomenal itu, para pengunjung akan disambut lantunan gending jawa dan bau dupa yang semerbak harum mewangi memenuhi langit dan tuang toko berlantai tiga itu. Nggak semua pengunjung nyaman dengan wewangian itu seperti anak-anak saya bilang seperti berada di suasana perdukunan. Hahaha....namun beda untuk masyarakat setempat itu sebagai wewangian yang sangat familiar dengan adat istiadat setempat. Mirota Batik sekarang menyediakan pula bapia pathok merek Raminten. Mungkin perbedaan dengan bapia-bapia lainnya, ada kemasan mungil berbagai rasa pula. Namun cita rasa kembali tergantung selera, enaknya buat oleh-oleh karena bentuknya mungil itu jadi nggak memberatkan barang bawaan.

Gending Jawa biasanya diputar dari sajian televisi yang memutar upacara keraton, tetapi kali ini benar-benar dilantunkan oleh penembang Jawa atau sinden (bapak) dengan menggunakan seperti kecapi (maaf belum tahu nama alat musik itu). Lha saya kira ibu-ibu disampingnya adalah pesinden perempuan, ealah ndilalah itu hanya patung. Yang saya ingat saat itu, ada lagu,"Gethuk." Seingat saya pernah dipopulerkan oleh penyanyi Nur Afni Oktavia, lagu ciptaan Manthous. Tentu lagu Gethuk itu sangat familiar disaat saya masih remaja. "Gethuk rasane soko telo, yen ora pethuk, atiku soyon gelo" artinya Gethuk nama sebuah makanan khas Jawa Tengah yang terbuat dari singkong, kalau nggak bertemu bikin hati kecewa, kurang lebih maksudnya begitu namun tembang jawa berupa parikan atau nyinden memang mempunyai irama khas dan seperti berpantun. Banyak sekali barang yang tersedia disana, dari taplak meja, daster, topi, makanan minuman khas Jawa sampai benda-benda antik lainnya, namun bagi saya cukup kartu pos yang menarik. Entah versi batik, atau barang-barang jadul, produksi Mirota Batik tiada duanya. Usai berbelanja lalu kami segera menuju stasiun kereta api dengan naik becak, mengejar jadwal sepur Pramex Yogya - Solo. Perpisahan pun langsung dan entah kapan bisa menginjakkan kaki kembali ke Mirota Batik loved one.

Setibanya di Solo, segera berbenah karena keesokan hari saya harus cabut kembali ke habitat dan memulai rutinitas. Dengan kereta api Biru Malam atau Bima, saya meninggalkan stasiun Solo Balapan dan esok subuh sudah berada di Jakarta dan melanjutkan kembali dengan commuter line menuju Bogor. Lengkap sudah perjalanan aglenon selama dua minggu kemarin, fresh melepas penat dari kegiatan yang itu-itu saja. Ini sebuah nikmat-Nya yang diluar prediksi bahwa saya akhirnya bisa lenjelenan. Barakallahu nikmat itu, semoga senantiasa menjadi hamba-Nya yang selalu bersyukur dalam keadaan apapun. Terima kasih sudah membaca tulisan ini dan sampai jumpa lagi....



Salam,
arie rachmawati

Ada (Dalam Dirimu) by Ruth Sahanaya (rie)

Sabtu, 05 Oktober 2013

P u i s i k u :

My Feelings
by Arie Rachmawati


I feel my face full of smiles
maybe red pseudo shame
What may you feel it ?

I feel stuck there step
might want to get home soon
maybe I'm wrong ?

I feel thrumming guitar sounds here
even thousands of meters distance stretched
how the season turns
sound when the wind blow
faint chiming guitar sound
can only be felt in the heart
beautiful and melodious
while my eyes closed

medio : Amarilis , October 5, 2013
4:15 AM





Jumat, 04 Oktober 2013

Grup Band Indonesia : TRANSS



HOTEL SAN  VICENTE

Kilas balik sekitar 32 tahun yang silam . . .

Sekitar tahun 1981. kala itu saya baru menginjak bangku sekolah menengah pertama, saya menemukan album "Transs - Hotel San Vicente", cover kaset dengan gambar seorang wanita terbalut handuk merah. Kata mas Hadhie (baca : Agus Supriadi Hadhie), "Wes arek cilik, ojok melok-melok, iki musik apik tapi njlimet,"  ujarnya sambil merebut kaset itu. Hmmm, saya pikir kalau musik-nya Fariz RM, pasti saya akan diajari. Namun, katanya  yang ini kelasnya beda, agak susah dipelajari, apalagi dibagi . Okay-lah, saya pun manthuk-manthuk  tidak ingin melangkahi lebih jauh mengetahui tentang mereka yang bergabung di TRANSS.

Belakangan saya baru 'ngeh'  kalau salah satu vokalis dari album bertajuk" Hotel San Vicente", itu salah satunya bernama Hafiel Perdana Kesuma yang di album Panggung Perak-nya Fariz RM, beliau pengisi instrumen flute untuk lagu "Di Antara Kata-Kata",  dimana lagu tsb amat saya sukai. Otomatis, saya mendengarkan lagu-lagu dalam album tsb, secara diam-diam. 
Lalu, kala itu saya sudah kesemsem sama lagu urutan ke 4 berjudul Jumpa Asmara. Apakah dikarenakan orangnya cakep, keren? Entahlah,  yang jelas lagu Jumpa Asmara itu berkesan sekali. 
Hingga, puluhan tahun kemudian,  saat tangan saya mulai sedikit mahir membuat klap-klip,  keinginan membuat videoklip (windows movie maker) pilihan jatuh pada lagu itu dimana chemistry- nya sudah berasa 30 tahunan. Hebat yah feeling saya? Hahaha, biasalah belajar sok feel aja. 

Simak lirik lagu "Jumpa Asmara" yang diciptakan 
Oleh :Erwin Gutawa/ Dhandung SS dengan vokal : Hafiel PK. 

semarak cita dalam dekapan  khayalan jiwa
senada nista yang terlanjur jalani
adakah senyum 'tuk citaku di hari esok
dalam benakku menjerat cita langkah harapan
dalam pelukan yang bekal kehidupan
adakah jelang kan citaku di hari esok
kala bilakah kan teratasi
seawal nista yang sirna berganti sesal diri
sadari kini asmara bersemi
senada resah antara nista dan cinta suci
senja diufuk kian merona mendesah
bagi nurani jiwa yang tergugah kini
atas sentuhan dan mesra yang tercekup sudah
kau penuntun jalan nan pasti
kau kasih dambaanku
sadari kini harapan nan pasti
senada desah antara cinta dan cipta suci
kala kini kau tlah teratasi
seawal cinta nan mesra menyapa sanubari

Nah, dari penyimakan lirik lagunya adalah super tidak biasa pada jamannya yang turut meramaikan blantika musik Indonesia. Itu baru satu lirik yang bikin hati gadis belia berseragam biru putih klepek-klepek. Ya, saya sudah terjangkit virusnya mas Hadhie, maklum saya satu-satunya adiknya yang minat belajar musik. Bagi saya,  mas Hadhie adalah guru, mau nggak mau apa saja yang diputar di kamar pribadinya pasti akan membuat saya kepincut. Terlebih dalam album tsb mereka selain piawai bermain musik, mereka dikaruniai wajah-wajah nan rupawan setingkat pangeran di negeri dongeng. Setiap personelnya mempunya daya tarik sendiri, selain nilai jual  vokalis utama yaitu Fariz RM,  pastilah sebagai magnet agar para penggemarnya berbondong untuk membeli album tsb. 

Mereka yang terdiri dari :  Dhandung SSS - Djundi Karjadi - Eddy Harris - Erwin Gutawa - Fariz RM - Hafiel Perdana Kusuma - Uce Hudioro - Wibi AK.  Selain kedelapan cowok kerenitu, ada pengisi suara atau backing vocal bernama Wiwiek Lesmani, belakangan dikenal sebagai Wiwiek Listiawaty (akun FB)


Mereka yang maskulin,dan trendy tergabung  menyuguhkan 11 lagu.  Sepuluh lagu berlirik sedang satu  lagu instrumentalia, berjudul  "Transsession."  Dengar kanlah dengan seksama jika masih memiliki kaset atau minimal gogling di Youtube lagu tsb, rame banget  alat musik dari masing-masing memamerkan keahliannya.  Lagu dibuka dengan intro yang semarak, terdengar suara keyboard, drum dan perkusi saling menonjolkan diri, sementara sayup terdengar jelas suara flute,  lalu disusul petikan gitar dan bass, sementara keyboard menari-nari seperti irama latin berdisco, berulang-ulang dengan silih berganti itu bunyi-bunyian masing-masing alat musik, hingga pada durasi 5:28 berakhir apik !. 

Eddy Harris - Hafiel PK - Fariz RM - Wibi AK
Erwin Gutawa - Uce Hudioro - Djundi Karjadi - Dhandung SSS



Saya awam sekali bila mengomentari musik mereka, karena saya hanya penikmat musik saja. Tetapi yang terlintas dibenak saya adalah, kagum, dan sangat kagum. Pasti tingkat kesulitan rekaman di studio pada masa itu sangatlah berlevel tinggi, bila dibandingkan dengan sekarang.  Setelah 32 tahun kemudian, semua suara alat musik bisa dibantu dengan kecanggihan tehnologi.  Studio pun pasti lebih nyaman dengan fasilitas ini itu.

"Guendeeng tenan rek...!", saya masih berdecak kagum kepada mereka. Bilakah musisi muda kini mampu bermain musik seperti mereka? Pantesan saja mas Hadhie bilang 'musiknya njlimet'. Nggak kebayang bila salah satu dari delapan personel itu melakukan 'sedikit' kesalahan dalam memainkan alat musik, wuuuiikk....pasti yang lain akan menampakkan wajah mrengut atau be-te abiis !. Take musik, take vokal mungkin harus berulang berkali-kali. Dan, yang jelas karena semuanya berangkat dari minat musik setingkat kelas dewa pada masanya, mungkin kesulitan itu tak terlintas sebagai kendala. Bermusik dan asyik aja.

Menurut saya, lagu - lagu mereka terbilang memiliki durasi yang panjang untuk satu lagu rata-rata lebih dari tiga menit adalah sangat tidak lazim. Ada juga satu lagu paling pendek durasinya, berjudul Kemelut Ragu (Fariz RM) vokal Fariz RM, hanya sekitar 2:26. Itu pun saya dengarkan kembali usai  diawali dengan suara "one, two, three, four....", terdengar sangat khas suara falseto-nya Fariz RM. Istilah itu sudah akrab di telinga saya,  ketika mas Hadhie mulai ngoceh soal lagu-lagu yang dinyanyikan oleh idolanya itu. Dan, masih menurut nya, musik mereka berunsur jenis jazz fusion. Untuk masa itu sangat 'baru' di era jayanya musik pop berlirik cengeng. Saya pribadi, belum paham genre musik, yang saya nikmati saat musik mengalun maka naluri seni ini mengikuti iramanya, baru berani bilang asyik.  

Lagu pembuka, Senja dan Kahlua itu sangat familiar di request di radio saat itu. Lagu yang dibuka dengan betotan bass, lalu munculnya suara Hafiel PK disusul oleh Fariz RM baru vokal Dhandung SSS, serasa trio itu benar-benar menghipnotis bak setengguk kahlua. 
Padahal waktu itu saya nggak tahu apa arti kahlua, yang saya tahu lagu itu enak dan akrab karena sebagai lagu pembuka otomatis yang paling sering diputar ulang, sampai pita kaset kusut. 
Senja dan Kahlua menjadi pilihan ketiga saya bikin video klip versi wmm-nya, sebelumnya jatuh pada lagu, Kalangan Dusta. Lagu itu ditulis lirik dan lagunya oleh pasangan Eddy Harris & Jimmy Paais, dengan vokal Hafiel PK. 

Kenapa saya suka lagu Kalangan Dusta bila dibanding lagu San Vicente? Ya, suka aja. Ah, bukan saya suka punya alasan sendiri yaitu di intro lagu itu sangat kaya dengan suara flute, sebagai ciri khasnya Hafiel PK. 
Kenapa suara flute mencuri pendengaran saya? Karena, waktu itu saya ingin sekali bisa memainkan flute selain keyboard. Namun harga flute yang tak terjangkau, selain untuk mendapatkan di kota kecil adalah suatu yang langka, akhirnya saya berlatih seruling (Yamaha). Hahaha, yang penting alat musik tiup, dan meski jaman itu ekonomi terbilang susah minat belajar musik sangat kuat menggoda.

Menurut saya, meski (alm) Jimmy Paais tidak masuk dalam daftar personel TRANSS itu, peran andil beliau pasti banyak. Setahu saya, masih diberi bocoran mas Hadhie bahwa jantung dari lagu-lagunya  Fariz RM, beberapa lirik lagu ditulis oleh beliau yang sangat puitis dan romatis itu. 
Adapun dari delapan pemuda pemusik itu yang telah berpulang meninggalkan sahabat-sabahatnya ada dua yaitu Wibi AK dan Uce Hudioro.

Meski sebagian dari mereka telah wafat, toh karya mereka masih ternikmati hingga kini. Sejarah permusikan pastilah mencatat sebagai pemusik anak negeri yang kreatif, inspiratif dan selangkah lebih maju pada masanya. Saya yakin hanya penggemar  berat Fariz RM dan grupnya, takkan pernah meragukan cara bermusik mereka. Yakin ! Tetapi, berapa banyak mereka yang diluar sana, yang tidak mengetahui siapa dan apa itu TRANSS? 

(OOT) Mungkin mereka mengenal sosok Erwin Gutawa dengan orekestra-nya, Fariz RM dengan Anthology-nya dan kebetulan keduanya tahun 2012 lalu berkolaborasi dalam album Fenomena, dan sempat masuk dalam daftar nominasi AMI Award 2013, Fariz RM (penyanyi solo) mewakili musisi '80-an yang tetap eksis di permusikan Indonesia, bersaing dengan penyanyi masa kini.  Menurut saya itu yang terpikirkan mereka pemusik era kini. Selebihnya pasti mereka tidak mengenal satu per satu personel Transs, yang rata-rata telah berbagai profesi, dan meninggalkan dunia bermusiknya.
Kembali ke TRANSS, saya rasa kitalah para penggemarnya harus rajin membagi pengetahuan baik info dan lagunya, agar perlahan generasi kini mengetahui pada jaman dahulu kala, kurang lebih tiga puluh dua tahun yang lalu mengalun lagu-lagu dari delapan pemuda yang sangat berkelas memainkan musik sesuai kemampuan masing-masing.

Vokal dari  Wiwiek Lesmani bisa terdengar tiga lagu : Tirani, Secitra Cita dan Semarak Cinta. Menurut saya, lebih berasa merdunya suara Wiwiek Lesmani pada lagu Secitra Cita, dengan irama sedikit kalem bila dibanding lagu-lagu lainnya. Mengingatkan pada duetnya di lagu, Sehari dari album Panggung Perak. Namanya saja Semarak Cinta, sudah jelas banget bercerita cinta nan semarak penuh gelora apa asmara. Bahkan disana disebutkan nama Sandra Ameido, yang bikin kaum penggermarnya selalu bertanya, siapa sebenarnya si Sandra Ameido yang fenomenal di album Panggung Perak itu? Bila bertanya langsung kepada ybs (baca : mas Fariz RM) pasti beliau hanya tertawa lebar. Lagu Tirani itu unik, liriknya paling pendek, banyak menonjolkan ketrampilan bermusik mereka, terutama suara bass dan drum-nya. 

Rupanya kala itu lagi musim suara bernada tinggi melengking, bisa didengarkan di lagu Lagu Dambaan, nampak berasa vokal Dhandung SSS pun mengalun manja terutama dibagian reflain, dengan irama slowly setipe lagu Secitra Cita. Masih bervokal Dhandung SSS, di lagu San Vicente itu menduduki urutan ketiga yang paling digemari di KFFRM, Urutan kedua jath pada lagu Jawab Nurani by Fariz RM rada ngebeat-disco, bikin sekujur tubuh ingin melantai di diskotik era'80-an tentunya dimulai dari Senja dan Kahlua. 

Ada pun susunan daftar lagu di album Hotel San Vicente sbb :
1. Senja dan Kahlua (Hafil/Jimmy Paais) * vokal : Hafiel, Dhandung, Fariz RM
2. San Vicente (Erwin/Hafiel/Jimmy Paais) * vokal : Dhandung SSS
3. Jawab Nurani (Djundi/Fariz RM) * vokal : Fariz RM - backing vokal : Transs
4. Jumpa Asmara (Erwin/Dhandung SSS) * vokal : Hafiel PK
5. Kemelut Ragu (Fariz RM) * vokal : Fariz RM
6. LaguDambaan (Dhandung SSS) * vokal : Dhandung SSS
7. Kalangan Dusta (Eddy Harris/Jimmy Paais) * vokal : Hafiel PK
8. Tirani (Dhandung SSS) * vokal : Wiwiek Lesmani, Fariz RM, Dhandung SSS
9. Transsession (Transs)
10. Secitra Cita (Wibi AK/Dhandung SSS) * vokal : Fariz RM, Wiwiek Lesmani
11. Semarak Cinta (Fariz RM/Dhandung SSS) * vokal : Fariz RM/Wiwiek Lesmani




Lalu, 32 tahun kemudian . . .

Kaset Transs milik suami yang akhirnya menjadi milik saya, sudah tidak layak untuk diperdengarkan lagi.  Suaranya terdengar kedalam alat pemutarnya, berat dan kasihan sekali bila dipaksakan. Alhasil, saya tidak pernah lagi bisa memutar lagu-lagu itu. Beruntung melalui banyak teman dumay maupun yang nyata, ada beberapa orang yang peduli kepada saya, salah satunya Chr Nast. Akhirnya, kini saya bisa memutar kembali sebelas lagu milik Transs. Sekali lagi  mujur, setelah masa kini, dengan sedikit kemampuan menulis dan membuat video klip,  saya berbagi cerita, berbagi tayangan gambar berdasarkan cara saya memvisualkan dari isi lagu. Semuanya otodidak, memanfaatkan tehnologi dengan cara rajin ngulik sana-sini, lahirlah tulisan ini dan tiga klip versi (rie)



Terima kasih atas jalinan maya ala facebook, kepada kakak-kakak dalam album Hotel San Vicente itu  antara lain : bang Eddy Harris, mas Djundi Karjadi, mas Erwin Gutawa, mas Hafiel PK, mas Dhandung, (alm) mas Uce, mas Fariz RM (nggak punya akun FB), dan mbak Wiwiek Listiawaty, juga kepada mbak Nuke mewakili (alm) mas Wibi AK. Betapa bahagianya, gadis belia berseragam putih biru itu akhirnya bisa mengenal personel TRANSS. Barakallahu atas nikmat pertemanan ini.

Besar harapan saya mewakili fans berat Fariz RM dan Transs, ingin sekali bereuni, Insya Allah Komunitas Fantastic Fariz RM menginginkan hal yang sama. Bukan sekedar harapan maya tatap muka, melainkan ingin melihat TRANSS  (mungkin) bisa menghidupkan  kembali sebelas tembang di album
 "HOTEL SAN VICENTE"

Salam, 
Arie Rachmawati
Koordinator Fans Fariz RM - KFFRM