Rabu, 20 November 2013

Aglenon :

Pesonanya Pulau Dewata


Blue Point, Uluwatu Bali
Tanah Lot, Bali
Tanah Lot, Bali

Legian Living House, Bali
Legian Living House, Bali
Seperti khayalan menjelma nyata, akhirnya aku bisa mengunjungi Bali kembali setelah 30-31 tahun yang lalu. Start dari rumah jam 4 sore. Di detik-detik terakhir  hanya pertolongan Allah SWT yang bisa membawaku menuju meja 'check in' benar- benar mendekati batas waktu. Huuuft! Alhamdulillah aku duduk di seat number 1A dan ternyataaa...1,2,3...15 masih ada penumpang susulan.  Jadwal flight pun molor, dan dengan jarak tempuh 1 jam, 40 menit pesawat mendarat, dengan selamat di Ngurah Rai International Airport, tepat jam 11 malam waktu setempat sudah siap menemui guide dadakan Ronnie dan Ida Ayu Mardani. Beberapa menit kemudian, datanglah Edo yang baru landing, ia berangkat dari bandara Husein Sastranegara, Bandung. kami memang beda penerbangan, disesuaikan kondisi masing-masing. Aku, suami dan Ryan berangkat dari Jakarta. Besok pagi, Ryo terbang dari bandara Adi Sucipto. Berbeda-beda tempat tetapi satu tujuan. Untuk pertama kalinya suami dan anak-anak bertemu dengan adik sepupuku itu. Berlari-lari kecil hingga menuju tangga pesawat. Kunjungan ke Bali ini dalam rangka mengusir penat dan mewujudkan keinginan anak-anak yang ingin mengetahui pesonanya Pulau Dewata. Perjalanan dimulai dari hari Jum'at malam 15 November 2013 penerbangan terakhir  Lion Airways jam 20:40 wib, tujuan Jakarta - Denpasar. Sempat mengalami kemacetan tingkat dewa. Perjalanan dari rumah menuju pol bus Damri saja sudah tertempuh satu jam lebih, belum lagi arus tol Jagorawi menuju tol kota dan tol bandara. Padahal Tepat jam 01:30 waktu Indonesia bangian tengah, memasuki penginapan. Penat dan lelah terhapus dengan mimpi di Legian Living House,
sangat menyenangkan tempatnya, selain bersih juga cakep.


Nasi Ayam Betutu
Westin Spa-Nusa Dua Bali
Sabtu, 16 November 2013, pagi hari seusai sholat Subuh, keluar kamar. Langit pagi sangat cerah, udara dingin menyapa diri. Suasana penginapan sangat cantik, ada pohon tanpa daun dan seekor monyet terkait disana. Rupanya monyet kecil itu milik sepasang suami istri asli Japan yang menyewa guest house hampir sebulan. Pagi dengan 4 cangkir teh panas, dua nasi goreng dan dua nasi putih berlauk rendang (bikinan sendiri), jadilah semarak sarapan kelas berat buat keluargaku yang pada kelaparan.  Tak lama kemudian datanglah sodara sepupuku Ronni dan istrinya, Iik. Maka semakin ramai urusan breakfast. Lalu, suami segera menuju bandara Ngurah Rai untuk menjemput Kak Yo, yang terbang dari bandara Adi Sucipto, Yogyakarta. Meski anak-anak sudah gede-gede, namun saat berkumpul tak ubahnya dunia taman kanak-kanak. Itulah sisi lain nikmat-Nya buatku, kami yang banyak tidak seatap namun kekompakan senantiasa terjaga. Perjalanan dimulai dari tempat penginapan menuju daerah Nusa Dua, sebelum mencapai tempat lokasi Westin Spa, kami mampir ke Warung Liku, Nusa Dua untuk menikmati makan siang, Nasi Ayam Betutu dan es sirup hijau. Sederhana sekali, namun rasanya sekelas restoran, Barakahallahu fiikum hari itu, murah meriah dan kenyang. Dan, perjalanan segera dilanjutkan. 

Westin  Spa, Nusa Dua - Bali, inilah tujuan utama ku (kami) bisa mengunjungi pulau Dewata. Berbekal memenangkan sayembara di majalah femina dalam rangka Ulang Tahun majalah tsb ke 40, salah satunya menikmati sentuhan Westin Spa, Nusa Dua Resort Bali.
Westin Spa - Nusa Dua Bali
Hadiah berlaku sejak tanggal dikeluarkan melalui pengumuman di majalah femina dan berakhir sebelum 1 Desember 2013. Nggak kebayang bisa kesana, bersama keluarga, meski untuk keluarga harus mengeluarkan biaya sendiri. Bukan itunya, namun kesempatan yang bisa ngumpul bersama adalah waktu yang sangat berharga dan langka dan catatan ini pertama kalinya kami sekeluarga ke Bali. Mungkin termasuk terlambat, tetapi lebih baik terlambat daripada nggak sama sekali. Selama aku menikmati manjanya tubuh di spa di Westin, anak-anak, suami dan Iik & Ronni jalan-jalan ke Nusa Dua Festival yang letaknya nggak jauh dari kawasan Nusa Dua Resort.

Beberapa jam kemudian urusan threatment spa sudah rampung dan kini tiba saatnya aku dijemput dan segera meluncur ke obyek wisata Tanah Lot. Selama dalam perjalanan tiba-tiba mendung menghadang dan tak lama kemudian hujan deras turun seketika. Menurut info dari adik sepupuku Iik dan Ronni ini termasuk cuaca diluar biasa. Artinya Bali lebih cenderung panas dan jarang hujan. Perjalanan diguyur hujan membuat jalanan licin benar-benar harus waspada. Begitu mobil menemukan tempat berparkir, aku dan rombongan menyerbu pedagang jagung bakar. Di antara hujan yang mulai reda, menikmati jagung bakar sangat nikmat. Menyewa dua payung selama menuju lokasi Tanah Lot yang akan dituju, banyak sekali pedagang souvenir di lorong itu. Setibanya di tempat, rupanya baru diadakan upacara adat, karena pas di lokasi tanah Lot-nya itu masih ramai pengikut upacara yang mengenakan pakaian adat. Aku hanya nunggu duduk di salah satu batu karang di dekat lokasi itu, sementara anak-anak, suami dan kedua sepupuku itu menuju gua yang banyak ularnya. Ramai pengunjung yang rata-rata ingin berfoto dengan latar belakang deburan ombak. Menarik sekali, sehingga membuatku pun kepincut, maka aku pun berfoto tak kalah gayanya dengan mereka. Walau aku terpaksa merelakan celana panjangku basah karena deburan ombak itu seakan mengguyur tubuhku. Menyenangkan bermain riak-riak gelombang samudra itu yang terpecah setibanya diujung pantai.
Memaksimalkan pengambilan gambar baik melalui kamera Canon ataupun kamera saku-ku. Tanah Lot itu sering diabadikan untuk sesi pemotretan kartu pos, terutama saat sunset-nya. Sayang pas waktu itu karena langit berselimut mendung, meski hujan berhenti turun, suasana sunset jauh dari harapan. Kembali ke mobil karena hujan turun kembali dan dirasa cukup maka berlalulah kami meninggalkan esotiknya Tanah Lot. Stibanya di penginapan sudah terdengar adzan magrib. Usai membersihkan badan dan memulai istirahat, namun anak-anak bersama kedua sepupuku itu masih ingin menikmati suasana malam minggu di seputran Legian. Tempat monumen terjadinya tragedi bom Bali 2002 yang lalu. Entah apalagi yang jelas, aku sudah menikmati rajutan mimpi dalam tidur yang nyenyak. Keesokan harinya anak-anak bercerita, sambil aku menyiapkan minuman hangat (cappucino dan teh).


Minggu, 17 November 2013
Seusai sarapan pagi, kami bergegas menuju bandara Ngurah Rai, untuk mengantarkan kak Yo penerbangan pagi Denpasar - Yogyakarta. Meski kebersamaannya hanya sebentar namun tetap disyukuri karena-Nya kami bisa berkumpul disini menikmati pesonanya pulau Dewata, pertama kali liburan dengan keluarga yang menyenangkan. Bukan perkara mudah menyatukan keempat laki-laki tsb, dimana masing-masing sibuk dengan aktivitasnya, terutama lagi sama-sama berada lain kota.
Berbekal oleh-oleh pai susu terbanglah ia menuju kota Gudeg Yogya. Setelah itu kami melanjutkan sisir kota, menyempatkan diri berfoto ria di sebuah taman tengah kota, yang ada patung-patung indahnya seperti menggambarkan peperangan Bratayudha. Terik mentari membakar tubuh bukan halangan justru menambah cantik suasana. Patung kuda dan para ksatrianya sangat gagah perkasa, di antara mekarnya bunga-bunga tepat di jantung kota. Mungkin penduduk yang lama tinggal disana, malah belum pernah berfoto seperti aku bak fotomodel, kesempatan kan hanya datang sekali jadi memanfaatkan tempat dan waktu yang berlaku saat itu. Puas dari sana menuju tempat pusat oleh-oleh Joger.
Joger seperti Mirota Batik Yogyakarta, menawarkan produk lokal dengan kwalitas lumayan bagus sebagai souvenir para wisatawan yang mengunjungi Bali. Nggak terlalu lama berada di Joger karena perjalanan masih berlanjut ke Blue Point, Uluwatu. Tak terlintas seperti apa itu tempat yang dimaksudkan oleh kedua sepupuku itu. Setibanya di tempat mencari ladang parkiran sangat penuh sekali. Rupanya meski telah sampai di tempat kami masih diharuskan berjalan kaki menurun anak tangga hingga mencapai pasir putih dimana banyak para turis berselancar. Mengerikan juga saat menuruni anak tangga tsb. Mengingat aku takut ketinggian namun apapun itu alasannya aku harus mengikuti suara terbanyak, yakni turun ke bawah. Hadeeeww....ampun deh !!!

tetep narsis walau menahan sakit
Subhanallahu cantik sekali sesampainya di bawah, hamparan pasir putih dengan air laut sangat bening, beberapa bebatuan berlumut seakan bersembunyi dibalik pesonanya Blue Point itu. Rata-rata mereka yang kesana untuk aktivitas berselancar, itu memang area surfing yang terkenal. Sementara aku dan keluarga terpencar. Aku lebih suka duduk di antara dinginnya batu berlumut tsb. Melihat orang-orang yang sibuk berenang, berfoto bahkan saat itu ada pemotretan pra-wedding, mereka sepertinya turis dari Korea. Ada juga seorang muslimah yang tengah khusuk sholat di atas hamparan pasir putih sementara sekelompok burung laut, entah itu burung layang atau burung camar terbang melintas keluar masuk ke gua tempat aku duduk menikmati suasana pantai. Bermacam aktivitas terjadi disana dan akhirnya mendorongku untuk melakukan sesuatu yaitu merekam suasana. Namun sayang, saat konsentrasi ke obyek yang akan direkam, tanpa sengaja sandal yang aku pakai menginjak batu berlumut dan akhirnya aku jatuh ke air laut, karena aku mempertahankan kamera dan handphone otomatis perut, lutut dan telapak kaki kanan yang menjadi korban.Saat kejadian tiba-tiba pandangan mata miring dan bruukk...gelap, dan celana jeans-ku basah, nggak lama terasa nyeri dan telihat ada genangan darah mengalir mengambang di atas air laut itu. Oh My God, rupanya itu darahku sendiri dan telapak kakiku mulai perih maklum air laut sudah merasuk ke dalam kulit. Dengan dibopong Iik dan Ryan aku tertatih-tatih menuju tempat pos kami menaruh pakaian dan barang. Sungguh nggak kebayang saat menaiki tangga menuju arah pulang, meski merasa kesakitan namun tetap berjalan mencapai puncak. Wouuw...walandalah sakit nian. Tetap bersyukur karena darah sudah berhenti tinggal rasa nyeri saja. Meski ada troubel dikit toh ini sebagai intermezo cerita selama jalan-jalan ke Bali.

Blue Point Uluwatu
Perjalanan dari Blue Point Uluwatu menuju Legian Living House kembali diguyur hujan, lalu sambil berbasah-basahan akhirnya aku pun ikutan nyemplung ke kolam renang yang berada di depan pintu kamar. Tak kuhiraukan lagi sakit di kaki, mengingat besok pagi kami harus check in. Menyenangkan super menyenangkan sekali. Berenang di tengah hujan meski bukan perenang hebat kalau gaya batu tenggelam sih boleh juga. Air kolam ternyata hangat itu sebabnya akan beranjak meninggalkan kolam renang serasa enggan. Dan saat menjelang adzan magrib tiba, semua urusan renang telah usai karena setelah menunaikan ibadah magrib kami akan mencari soto ayam dan mengunjungi Kresna Pusat Oleh-Oleh di Bali. Selesai urusan membeli souvenir lalu kembali ke penginapan dan beristirahat persiapan pulang ke Jakarta. Alhamdulillah....

Senin, 18 November 2013


Pagi seusai sarapan segera bergegas menuju bandara Ngurai Rai, kali ini Iik tidak turut mengantar kami karena harus masuk kerja, hanya Ronni yang mengurusi penyewaan mobil dan penginapan berakhir dengan memuaskan, tentu menggoda untuk kembali berlibur ke Bali lagi. Penerbangan pun tanpa delay, Edo berangkat duluan menuju Bandung ke bandara Husein Sastranegara. Semua berjalan dengan lancar dan selamat tiba di bandara Soekarno - Hatta kemudian dilanjut dengan bus Damri Soeta ke Bogor hingga tiba di rumah senantiasa dalam lindungan-Nya. Andai aku tidak memenangkan sayembara ulang tahun femina mungkin keinginan berlibur ke Bali hanya selintas lalu karena tidak ada tujuan yang pasti walau disana ada saudaraku. Bagaimana pun juga semua yang terjadi sudah dalam kehendak-Nya baik keadaan menyenangkan maupun keadaan menyedihkan kita haruslah selalu bersyukur dalam sikon lapang dan sempit, dalam sikon suka dan sedih. Akhir kata terima kasih buat yang telah mampir dan membaca tulisan ini. Sampai jumpa dicerita berikutnya "Jalan-jalan..." entah kemana lagi kaki ini melangkah.


Salam,
Arie Rachmawati