Senin, 29 Desember 2014

Yoando

Ryo-Ryan-Edo in Birthday 2014





Edo 20 thn
Edo balita
Tahun 2014 ini diawali dengan ulang tahun putra bungsuku bernama Ardianto Ridho Putra, lahir di Jambi 16 Januari 1994 lalu, dengan berat badan 3600 gram dan panjang 51cm. 1994-2014 dua puluh tahun kini usianya. Sudah berkepala dua, perjalanan waktu menuju kedewasaan diri. Tulisan ini sekedar cerita mengingat kembali proses kelahirannya, waktu itu hari minggu sore sudah masuk RSB Theresia Jambi. Pukul 21:30 wib sudah pecah ketuban, persiapan alat kerja bidan sudah tersedia. Saat mengeden aku dibantu satu ibu bidan dan dua suster akhirnya bayiku keluar dengan selamat dan normal, tepat pukul 23:40 wib.

Laki-laki lagi, sebaris doa terpanjat dalam wujud nyata, akhirnya aku memiliki tiga putra. Meski dalam pemeriksaan kehamilan memakai USG (waktu itu di Jambi baru-barunya alat itu) janinku dinyatakan perempuan. Ketika itu suami dan dua anakku (Ryo & Ryan) sudah pulang karena jam kunjungan sudah usai. Aku ditunggui Mama yang setiap kelahiran anakku selalu menyempatkan diri (cuti) dari pekerjaannya sebagai wartawati di ibukota Jakarta. Kembali ke proses persalinan. Dari pecahnya ketuban hingga detik berlalu tanda-tanda kelahiran tidak nampak. Beberapa kali bidan yang bertugas hari itu menandai pembukaan berapa jari belum ada kemajuan.  Aku pun mulai lelah dan mengantuk, begitu pula bidannya. Dua jam kemudian, bu bidan yang bertugas akhirnya mengambil inisiatif. Aku disuruh memiringkan badan ke kanan, tangan kanan berpegangan ke ujung ranjang. Kemudian dalam posisi miring itu kaki kiri diangkat dipegang oleh tangan kiri. Dengan posisi yang tak lazim, aku berusaha menguras tenaga untuk melahirkannya yang dipanggil Ridho lalu menjadi Edo itu, jelang pergantian tanggal. 
Inope-Ryan-Edo-Tiara

Kamis, 16 Januari 2014 hari itu ia mendapat kunjungan kejutan dari Tiara salah satu teman dekatnya berkonspirasi dengan Ryan (kakaknya) dan temannya bernama Inope. Seperti tahun - tahun sebelumnya, sejak mereka SMP tidak pernah ada perayaan seperti mereka masih duduk di bangku sekolah dasar. Ulang tahun sekedar ngumpul dengan beberapa teman di rumah atau makan - makan ala kadarnya, bukan sajian istimewa khayaknya pesta ultah. Sayangnya waktu itu formasi YOando yaitu Kak Yo tidak ada untuk acara kumpul-kumpul. Walau kamis nan mendung tetap bersemangat.

Ryan 22 thn
Ryan balita
Januari berjalan hingga tiba di bulan ke sepuluh yaitu Oktober, 25-10-2014 putraku kedua bernama Aryanto Rachmadi Putra genap berusia 22 tahun. Jambi hari itu minggu, bakda adzan dhuhur lahirlah Ryan dengan berat badan 3750 gram dan panjang 52 cm. Proses kelahirannya lancar sekali, si jabang bayi meluncur sendiri begitu aku naik ke atas ranjang persalinan, tiba-tiba keluar cairan yaitu pecah ketuban. Sementara para medis yang bertugas sedang mempersiapan alat-alatnya. Otomatis mereka langsung meraih bayi merah yang tergeletak di ranjang persalinan dan segera memotong tali pusarnya. Peristiwa itu bahkan bisa aku melihat sendiri bagaimana bayi itu keluar, Subhanallah ! Sejak hamil anak kedua ini kondisiku sehat wal'afiat. Kesukaanku berjalan kaki sama si kecil Ryo, hampir setiap hari menyelusuri pertokoan di jalan raya Jember, setelah itu pulangnya naik becak. Waktu itu suamiku dimutasi ke kota Jambi, selama menunggu kepastian mendapatkan tempat tinggal baru disana, aku dan Ryo menumpang hidup di rumah nenek. Sementara rumahku dikontrak teman sekantor suami.

Proses perpindahan itu tidak membuat tubuhku lelah, justru sangat bersemangat. Meski hamil dan suka menggendong Ryo, kandunganku benar-benar sehat, sangat jauh berbeda saat hamil anak pertama. Aku menyukai buah-buahan bahkan lebih banyak makan buah dibanding makan nasi. Minum susu dan vitamin pun rutin, begitu juga rajin kontrol ke dokter kandungan. Kondisi sehat bugar sehingga waktu hamil ASI pun sering merembes diputing payudara. Kemudian usia kandungan tujuh bulan, aku dan keluarga sudah menjadi warga kota Jambi, tepatnya 16 Agustus 1992 dan dua bulan berikutnya lahirlah adik Ryo.

Cerita lain saat sudah ngamar di rumah sakit bersalin, tidak seperti pengalaman pertama menuju rumah sakit dengan kondisi parah. Kali ini justru dalam keadaan sehat, waktu kontrol kandungan tiba-tiba, disarankan suster untuk ngamar saja. Akhirnya menginap semalam namun tanda-tanda kelahiran belum nampak. Aku sempat menghilang jalan-jalan ke pasar untuk membeli ice cream dengan anakku Ryo. Pokoknya sampai perawat-nya kebingungan mencariku. Setelah itu mulai merasakan mules yang terdahsyat. Namun sengaja aku menahan rasa sakit tsb karena masih mengikuti jalan cerita serial Mahabarata di TPI sampai tuntas, lalu barulah aku duduk manis di kursi roda menuju ruang menuju ruang bersalin.

Kue Tart Cupcake
Sama seperti adiknya Edo, hari itu di hari ulang tahunnya ia tiba - tiba dikejutkan oleh dua bersaudara Inope dan Ori (adiknya) dan kebetulan lagi KakYo pas ada bersama kami, ada tugas kantor mampir ke rumah. Nah kali ini terbalik, sayangnya yoanDO tidak melengkapi ulang tahun Ryan yang banyak mendapatkan hadiah ultah dari Inope bersaudara. Walau sederhana namun meriah karena yang berultah dihujani pernak-pernik semprotan ulang tahun. Waktu itu kami masih tinggal di rumah kontrakan (sementara) di belakang masjid Ar-Rayyan. Minggu terik nan ceria.

Ryo balita

Ryo  25 thn
Dari bulan Oktober menuju Desember. Suasana saat ini sangat mendukung mengembalikan memori seperti 25 tahun yang lalu. Bulan terakhir pengujung tahun, Ketika itu hujan deras tiada henti, hari Rabu 27 Desember 1989 di ruang bersalin RSB Panti Siwi, bersamaan adzan subuh . Waktu menunjukkan 04:44 lahir seorang bayi laki-laki dengan berat badan 3700 gram dan panjang 53cm, rambut lebat. Aryo Rizky Putra dengan panggilan Kak Yo, terlahir sebagai putra pertama.
Kondisiku kala itu sangat berbeda dengan dua cerita diatas. Sejak memasuki masa kehamilan minggu 16, aku diserang sakit malaria. Lebih parah lagi saat minum obatnya, selalu muntah. Jadi bagaimana bisa sehat, tak ada satu pun pil kina tertelan. Akhirnya nenekku Mbah Minah mengambil langkah, membuat ramuan pahit daun pepaya ditumbuk dan diperas airnya, entah bagaimana lagi proses pembuatannya, yang jelas aku wajib meminum ramuan sebotol bir itu sehari 3 kali. Berkat ketelatenan si Mbah aku pun berangsur sehat.

Setelah sehat lalu bolak-balik asma kambuh, hingga ditegur dokter bahwa ibu hamil itu harus sehat supaya janinnya sehat juga. Selain sikon yang lemah ada satu cerita yang sangat berkesan. Cerita bergulir, dua puluh lima tahun lalu saat itu waktu mempertemukanku dengan idolaku "Sakura" Fariz RM. Jumpa pertama 14 Juni 1989, usia kandunganku masih tiga bulan lebih dengan sedikit taktik berhasil menemuinya. Perjumpaan tsb bukan hanya dengan Fariz RM saja tetapi ada Mus Mudjiono dan Deddy Dhukun di lobby hotel Bandung Permai. Aku nggak ngerti apa itu yang dinamakan mengidam, tetapi yang jelas doaku terkabul disaat banyak teman meremehkan impian dan harapanku kepadanya.

Mereka 7 Bintang plus Fariz RM & Vina Panduwinata dll sedang mengadakan tour show seJawa-Bali. Entahlah ini cerita bisa kebetulan seminggu menjelang Kak Yo berusia 25 tahun, aku mendapat kesempatan melihat Live 7 Bintang di acara Indonesia Harmoni TVRI. pada hari minggu 20 Desember 2014 lalu. 25 tahun sudah cerita itu terulang. Masih Ada ....

surprise !
Sabtu, 27 Desember 2014 sepanjang hari hujan. Rencana kami akan menikmati makan siang diluar rumah. Namun sikon yang berlaku seperti seperempat abad yang lalu, hujan tiada henti. Akhirnya aku memutuskan menyulap bahan makanan yang ada dikulkas menjadi makanan untuk anak-anak mumpung sedang berkumpul. Formasi Yoando lengkap menikmati pisang goreng, cake pisang dan lauk tumisan kacang panjang. Wuuuzzz.... dalam sekejap ludes ! Tiada perayaan ulang tahun, terkesan biasa saja. Malam harinya Kak Yo mengajak kami menonton film Night At The Museum 3 "Secret Of The Tomb" di XXI Botani Square. Keesokan hari kami pun biasa saja, seperti terkesan cuek, saat Kak Yo menanyakan apakah kami jadi makan diluar. Dalam perjalanan, kami debat pendapat untuk menentukan lokasi lunch. Hingga diputuskan menikmati hidangan di RM Aer Mantjoer. Kak Yo terlihat sedih karena kami acuh tak acuh, sampai akhirnya salah seorang pelaya resto mengantarkan sebuah kue tart pelangi ukuran sedang. "Horreee....selamat ulang tahun Kak Yo".  Akhirnya surprise kami berhasil, dan seraut wajahnya ceria. Sumringah dan bahagia. Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberi kebahagiaan kepada kami dan mengizinkan kami berlima bisa berkumpul kembali dengan formasi lengkap. Berlima kita satu, bersatu kita serruuu.....

Kilas balik saat mengantarkan anak-anak menjadi bagian cerita perjalanan hidup sebagai ibu yang melahirkan. Aku menikah dengan Tonny Joostiono 2 April 1988. Atas segala kasih sayangNya dan telah mengarungi bahtera rumah tangga memasuki usia 27 tahun, cerita ini sebagai Kado Ulang Tahun buat Yoando di tahun 2014. Sebagai orang tua, berharap ketiganya menjadi anak-anak yang sholeh, berbakti kepada orang tua, agama dan bangsa. Ada tambahan doa dariku sejak mereka sudah beranjak dewasa, yaitu semoga ketiganya mendapatkan calon pendamping hidup seorang muslimah yang sholeha yang kelak akan melahirkan anak-anak sholeh dan sholeh, Amin YRA. Kelak kalian akan menjadi seorang pemimpin untuk keluarga masing-masing jadilah yang bijaksana dan senantiasa Yoando hidup rukun kompersa.


Terima kasih buat pengunjung blog sudah mampir dan membaca cerita ini.

Salam,
Arie Rachmawati



Yoando Ultah usia 6 - 3 - 2 tahun


Kak Yo ultah 25 tahun


Selasa, 23 Desember 2014

L i v e 2014

7 Bintang & Indonesia Harmoni TVRI
Edisi 21 Desember 2014

Mus Mudjiono-Fariz RM-Deddy Dhukun-Ita Purnamasari-Trie Utami-Vina Panduwinata-Dian PP- Host

Masih Ada ... 7 Bintang, iya benar mereka masih ada dan kembali menghibur pemirsa televisi. Suatu kebahagiaan saat saya mendapat kabar bahwa ada acara musik di TVRI bertajuk Indonesia Harmoni yang akan ditayangkan secara langsung dengan bintang tamu adalah 7 Bintang. Edisi 2014 ini terdiri dari 7 Bintang sbb : Mus Mudjiono, Ita Purnamasari, Fariz RM,Vina Panduwinata, Deddy Dhukun, Trie Utami dan Dian Pramana Putra membawakan hits mereka, "Jalan Masih Panjang". 

Info tsb segera menyebar baik di dinding komunitas maupun via pesan singkat, BBM dan WA. Beberapa teman segera meluncur ke lokasi dengan memberitahukan kehadirannya. Ketika saya dan suami tiba di lokasi, suasana menjelang adzan Magrib. Saya masih menikmati gladi resik dari 2D - Dian PP dan Dheddy Dhukun. Sementara mas Fariz RM dengan kaos fave-nya hitam setelan dengan celana hitam, ia duduk seperti kelelahan. Rambut gondrongnya sesekali disibak dan meraih sapu tangan handuk kecil untuk mengelap keringat. Beliau siap-siap akan check sound untuk dua lagu andalannya Sakura dan Barcelona. Saya mendekati mengucapkan salam, mengobrol sebentar lalu datang mbak Vina Panduwinata atau akrab dengan panggilan Mama Ina. Nampak Trie Utami di antara mereka.

Tak lama kemudian datang Mus Mudjiono, gitaris yang mempunyai kekhasan suara mirip George Benson. Ia adik dari musisi penyanyi keroncong Mus Mulyadi, menyapa ramah penggemarnya. Saya berkenalan dengan mbak Novidia sebagai fans setia Mus Musdjiono. Penyanyi berambut keriting itu segera menuntaskan take vocal-nya. Masih tersimpan kenangan tentangnya saat ia menyanyikan "This Masquerade" di acara di Pasar Seni 2010 lalu. This Masquerade lagu favoritnya. Magrib tiba, benar-benar suasana hening tanpa suara musik. Istirahat. 

Menempatkan beberapa anggota Komunitas Fanstastic Fariz RM, berada di deretan terdepan panggung adalah bentuk usaha saya sebagai koordinator fans, saat saya mendapat pesan singkat dari teamwork TVRI bernama mbak Dita. Melihat pertunjukkan musik secara live itu lebih menyenangkan dari sekedar nonton di layar kaca. Tentu tidak setiap acara live saya bisa hadir membaur dengan teman-teman anggota KFFRM yang kini menjadi keluarga kecil kedua. Keterbatasan waktu, padatnya kegiatan serta ijin suami itu harus bisa memilih yang diutamakan.

K F F R M

Kehebohan di ruang KFFRM Facebook lebih seru ketimbang kehebohan kami yang beada di lokasi pengambilan gambar. Kehadiran mas Adjie, cak Bondan beserta putri-nya, Donny Aha, cicih Adwi, mas Parman, saya dan suami, cukup mewakili anggota KFFRM. Sebagian teman dalam komunitas menikmati acara secara streamning yang lagi 'in' saat kini. 


2D & saya
Kesempatan yang ada tak perlu disia-siakan, yaitu sesi berfoto dengan beberapa artis pendukung acara tsb. Mungkin ini keuntungan yang didapat bila kita tiba di lokasi acara lebih awal. Dan selama ini Alhamdulillah saya selalu tiba di lokasi acara sedang berlangsungnya gladi resik. Padahal serasa perjalanan dari rumah boleh dibilang banyak kendala seperti macet dan belum tahu lokasi, namun sepertinya Allah swt mendengar permohonan doa dalam perjalanan. 
7 Bintang diawal kemunculannya di blantika musik yang masa itu diramaikan dengan menyanyi beramai-ramai, 7 Bintang dengan anggota : Dian Pramana Putra, Deddy Dhukun, Mus Mudjiono, Yopie Latul, Malyda, Atiek CB dan Trie Utami. Mereka hits dengan lagu Jalan Masih Panjang, banyak muncul di acara-acara televisi seperti Selecta Pop. Rasanya senang sekali apabila lagu tersebut diputar dan ditempatkan sebagai urutan teratas. Puas. 


7 Bintang formasi berikutnya, kehadiran Fariz RM menggantikan posisi Dian Pramana Putra dan menampilkan single baru mereka Jangan Menambah DosaMasa kejayaan mereka para pemusik, penyayi 80'an itu didukung acara musik berbalut promosi layar kaca hanya didominan oleh televisi milik negara yaitu TVRI. 7 Bintang saat ini, posisi Atiek CB digantikan oleh Ita Purnamasari. Kedua sama-sama penyanyi dari Jawa Timur. Vina Panduwinata mewakili Malyda dan Fariz RM sendiri bisa berperan ganda. 

Live :
Malam itu sebagai pembuka acara Fariz RM dengan Sakura-nya diiringi Friend of Yogi Band. Sorotan kamera sengaja ditepiskan penyanyi berambut gondrong lebih kurus dari biasanya. Sakura berlalu disusul kehadiran dua host acara adalah Rico Ceper & Terry Putri memperkenalkan tema acara tsb. 


Ingat lagu Optimis, pasti ingat kekhasan suara Atiek CB penyanyi asal Kediri itu kini lagu tsb dilantunkan oleh Ita Purnamasari. Dua lagu berturut-turut membangun suasana studio kian semangat. Beberapa saat para bintang tamu diminta bercerita awal kisah terbentuknya formasi 7 Bintang. Obrolan ditunda dengan tembang Kuingin Kau Ada diciptakan oleh 2D untuk Trie Utami, serasa kembali ke masa itu. Suasana sendu beraroma kasmaran kembali dihadirkan dengan lagu Masih Ada - 2D. Wow, indah nian melarutkan perasaan, dijamin para pemirsa di layar kaca ikutan menyanyi seperti kami yang di studio. 

Commerial Break sebentar untuk penatan panggung sebelum tayangan kembali live. 7 Bintang itu kedudukan Vina Panduwinata menggantikan Malyda. Vina Panduwinata berduet dengan Fariz RM untuk lagu Sungguh. Lagu itu diciptakan oleh Fariz RM khusus untuk Vina di album Wow (kalau nggak salah). Lagu itu juga sering diaransemen ulang dalam performance solo Fariz RM. Fariz RM asyik dengan alat musik keytengnya sebagai pemanis improvisasi lagu Sungguh. Keharmonisan irama musik pengiring sangat berasa menyatu dengan lenggak-lenggoknya Vina, bahkan para audince pun ikutan bergoyang. Pada jaman itu hampir semua penyanyi mempunyai ciri khasnya masing-masing dan mereka pun mendapat panggilan dari lagu-lagu yang dipopulerkan. Si Burung Camar tak lain adalah Mama Ina untuk sebutkan masa kini, karena memenangkan ajang lomba lagu dengan judul Burung Camar hal tsb yang melatarbelakangi lahirnya sebutan tsb. 

Kedua host acara sengaja mengupas habis tentang mereka. "Aku Ini Punya Siapa" ciptaan 2D yang pernah dipopulerkan oleh January Christy ditampilkan malam itu. Menyusul dua lagu Arti Kehidupan dan Tanda-Tanda (cipt Oddie Agam) tepukan tangan penonton studio menyemangati George Benson-nya Indonesia, Mus Mudjiono. Penampilan kedua penyanyi yang memiliki tahi lalat dan piawai memainkan alat musik itu kembali membawakan lagu Cintaku Padamu (cipt Younky Soewarno & Maryati). Ita Purnamasari kini dikenal masyarakat sebagai nyonya dari musisi Dwiki Dharmawan, tetap langsing seperti jaman kejayaannya membawakan lagu Penari Ular sebagai debut pertama sebagi rocker wanita di blantika musik.







Nikmat sekali dan sungguh berkesan, bahkan mereka pun didaulat untuk menciptakan lagu secara spontanitas (langsung diatas panggung) yang dipersembahkan untuk acara tsb. Lahirlah secara instan lagu berjudul Indonesia Harmoni yang dikomandoi oleh Deddy Dhukun dengan pembagian vokal sesuai karakter suara masing-masing. 
 https://youtu.be/n5pPeSURdDQ sepenggal lirik lagu tsb :


...
karena hari ini 
kita masih diberi waktu
sekali lagi kawan ingin mengucapkan 
selamat dan sukses "Indonesia harmoni"

puji syukur kawan
atas kebahagiaan malam ini
karena hari ini 
kita masih diberi waktu
sekali lagi kawan
ingin mengucapkan
selamat dan sukses "Indonesia Harmoni" ...


Cuplikan rekaman video dari seluler saya yang sudah diunggah di laman Youtube mungkin bisa menunjukkan kepiawaian mereka yang tak perlu diragukan dalam bermusik. Menurut pemikiran saya, Deddy Dhukun adalah motor penggerak dari grup ini baik sedari awal maupun saat kini. Kekompakan terjaga walau waktu telah menggerus usia.

Barcelona menyemarakan lantai studio, menyusul kemudian Keraguan milik 2 D bersambung dengan Biru. Lagu Biru kali ini perpaduan vokal 2D dengan Vina Panduwinata. Lagu Biru mungkin paling banyak dicover penyanyi muda generasi kini, seperti Afghan, Angle Pieter dsb. Wow, berturut-turut 2D membawakan lagu milik January Christy berjudul Melayang semakin melayangkan penonton studio, karena kami seakan diadu vokal antara penonton sisi panggung Deddy Dhukun dan sisi panggung Dian PP.

7 Bintang menggiring para penonton live di studio kembali nostalgia tanpa akhir. Sambung menyambung suguhan lagu 80'an itu dari lagu Sakura hingga Keraguan-nya Trie Utami hingga lagu terakhir. Lengkingan suara penyanyi bertubuh kecil ini mengingatkan saat ia bersama grup Krakatau-nya. Dua jam berlalu kemudian dua host menutup rangkaian acara dengan lagu andalan masa kejayaan mereka, Jalan Masih Panjang - 7 Bintang.

Lagu-lagu mereka hingga kini tetap manis didengarkan. Era kini dengan olahan beberapa aransemen musik dihadirkan kembali untuk generasi berikutnya merasakan magma permusikan dulu sangat berarti bagi pelaku musik dan pendengarnya. Kita wajib menghargai, mempelajari tonggak sejarah bermusik dari generasi sebelumnya, cara sederhana menghargai musik kita di negeri sendiri. Terima kasih.

Jalan Masih Panjang
by 7 Bintang
Indonesia Harmoni 
edisi 21-12-2014


(trie utami) 
kusadar hidup ini hanya sebentar
untuk apa putus asa
dan buang waktu saja

(ita purnamasari)
bukankah setiap orang punya problema
yang harus kita lalui dengan hati yang tabah

(fariz rm)
lupakan masa lalu dan kelabu
kita susun langkah baru
jangan hanya menunggu

(vina panduwinata)
harapan kesempatan dan jua waktu
tak kan selamanya datang menghampiri hidup kita
wow

(all star)
bersyukurlah 
hari ini kita masih dapat berjumpa
dalam kasih sayangnya
berdoalah 
raih semua cita-cita hidup di dunia
dan jangan kita lupa Dia yang diatas sana


(trie utami) 
kusadar hidup ini hanya sebentar
untuk apa putus asa
dan buang waktu saja

(ita purnamasari)
bukankah setiap orang punya problema
yang harus kita lalui dengan hati yang tabah

(mus mudjiono)
lupakan masa lalu kelabu
kita susun langkah baru
jangan hanya menunggu

(deddy dhukun-dian pp)
harapan kesempatan dan jua waktu
tak kan selamanya datang menghampiri hidup kita
wow

(all star)
bersyukurlah ...
hari ini kita masih dapat berjumpa
dalam kasih sayangnya
berdoalah ...
raih semua cita-cita hidup di dunia
dan jangan kita lupa Dia yang diatas sana

hidup ini berat tapi jangan takut kawan
sebab pengorbanan selalu menjanjikan bahagia
satu lagi kawan jalan masih panjang
berarti kita terus melangkah kedepan
hei hei ....



Salam,
Arie Rachmawati

Senin, 10 November 2014

D d R (2)


Pembaca "Dandelion dalam Rindu"
Pilihan Penulis 
Oleh Arie Rachmawati



Bagi pembaca blog ini sebelum membaca tulisan ini, sebaiknya membaca tulisan sebelumnya silahkan membuka link : http://rachmarie-riritemaram.blogspot.com/2014/11/d-d-r-1.html

Melanjutkan cerita, bagian ini adalah bagian mendebarkan karena saya membaca komentar panjang para pembaca seperti melihat papan pengumuman kelulusan saat kita bersekolah. Siap nggaknya menerima kritikan yang membangun, sanjungan yang membumbung atau sorotan sinis. Beragam kata terangkai sebagai kata hati mereka dipersembahkan sebagai bentuk apresiasi untuk buku kumcer Dandelion dalam Rindu. Sebelum melanjutkan cerita ini, baiklah saya akan sharing cerita, 

Saya ini suka membaca dan mengkoleksi beberapa buku (novel) karya penulis lokal maupun dari luar. Salah satunya suka sekali dengan karya penulis yang tata bahasanya gaul. Dan senang saat menemukan akunnya  penulis tsb di facebook. Lama sekali untuk mendapat konfirmasi pertemanan, setelah menjadi teman, namun apresiasi saya kepadanya tidak mendapat balasan. Menunggu dan menunggu satu tahun lebih, padahal saya sudah sertakan scaner 6 bukunya. Sebagai pembaca saya kecewa, mencoba berbesar hati hingga memutuskan untuk unfriend saja. Biarlah saya tetap menjadi pembacanya, bukan mengagumi orangnya tetapi karyanya. Kejadian itu terbersit bila nanti saya menjadi penulis saya jangan seperti itu. Bagaimana pun pembaca yang sudah membeli buku adalah Raja. Kini saya menjadi penulis, dan saya tidak ingin seperti dia.

Fariz RM & Oneng DR
Suatu sore di awal bulan Mei 2014 lalu, surprise banget saat saya tiba-tiba mendengar suara sang Maestro Fariz RM, "Rie, boleh nggak aku kritik bukumu?". Spontanitas saya berujar, "Jadi mas Fariz membaca? Bener?" Beliau menjawab, "Iya!" seraya menganggukkan kepala tanda setuju. Langsung saja saya mencium tangan beliau, "Makasih mas, suwuuuun maasss."

Fariz RM : "Topik dan konflik romantik yang di "pilih" sebagai tema/inti cerita sebetulnya sangat menarik. Mungkin cara penyusunan penyampaiannya yang harus dibedakan. Misal : jangan semua peristiwa disajikan berurut. Kadang-kadang di"lewati" (skip) dulu, untuk kemudian di"ingatkan" kepada pembaca melalui penyampaian (seolah-olah) flashback. Jadi nggak terasa monoton dan lebih dinamis penyampaiannya. (2Mei 2014) 

Bukan saja mas Fariz RM yang memberi komentar bahkan bunda Oneng Diana Riyadini pun berujar, "Membaca cerpenmu seperti mendengarkan Arie bercerita ... "   

Kurnia Z S
Agus R Hadi
Pembaca buku saya itu beragam meski mereka orang yang saya kenal baik dunia nyata maupun dunia maya. Setiap komentar, tanya jawab telah disalin kedalam file, Namun, higga masa penulisan ini file yang dicari belum ketemu.  Sebut saja  Kurnia Zulkarnaen Soehoed dari Jember yang menyukai cerpen Pianoku Tercinta, karena ia seorang pianis. Rasa sukanya dituliskan dalam obrolan panjang via WA. Tentu saja ia tak menyadari dengan menulis tsb ia sudah meluangkan waktunya selain membaca dan menulis. Sementara ini ia dikenal teman-teman sebagai sosok yang sedikit bicara, disegani dan nggak merasa bisa menulis. Buku saya telah membuatnya bicara.  Agus Rachmat Hadi, mungkin satu - satu pembaca yang tidak antusias saat menerima kiriman buku, dikarenakan ia sudah membaca lewat surel sebelum naskah itu menjadi buku. Ekspresi suaranya datar, ucapan selamat pun hambar. Tetapi dibalik itu ia satu-satunya yang gencar membantu doa dari proses menawarkan naskah ke penerbit sampai untuk kelancaran penjualan buku kepada teman - teman sekolah dan keluarga. Dan ia pun lebih memilih membeli daripada mendapatkan buku tsb 'free' sebagai jerih payahnya. Mereka berdua setidaknya membaca tulisan saya sebagai ex teman sekolah.

Berbeda lagi dengan Edwin Satria Hadi
teman sekelas ini masih seperti dulu, rajin support saya namun malas membaca, bahkan ia menanyakan isi ceritanya. Katanya, "Mending aku diceritain Riek, daripada membaca, kayak nggak tahu aku aja Riek. Sebagai sahabat aku membeli biar merasakan rasa gembiramu, itulah mimpimu, biarlah istriku yang membacanya."  Di antara mereka, orang pertama dari angkatan alumni SMPN1 Jember angkatan 1981-1984 adalah M.Zamroni memborong tiga buku, sayangnya ia hingga tulisan ini diturunkan enggan berkirim foto melengkapi kebahagiaan hati.Siapa lagi? Banyak sekali, itu sebagian kecil dari 150 eks buku yang terjual, namun dari kesemua itu saya menarik empat nama yang berhasil mencuri perhatian saat membaca komentar - komentar dan kiriman fotonya.

Antok Agusta
"Dari mana saya harus memulai memberi komentar buku kumpulan cerpen seorang sahabat yang berjudul Dandelion dalam Rindu. Harus saya sanjung atau saya kritik… sebuah dilema baru yang menghunjam jauh kedalam rangkaian urat-urat didalam dada saya. Saya pecinta karya sastra, dari kelas Teri hingga yang Dinosaurus. Sebagai cerpenis pemula, karya Arie Rachmawati ini memang biasa saja, tak ada suspens ataupun metafor-metafor yang menggoda. Linier dan merayap, sebagai sebuah karya sastra, Arie tidak mencoba menawarkan garda-garda fantastis yang mengejutkan jiwa… Arie bagi saya adalah seorang cerpenis yang terlalu lugu, polos dan apa adanya. 

Namun dalam membaca cerpen Arie, saya merasa semakin mengenal dan mengerti siapa Arie dan mau apa sebenarnya dia. Arie memang lain dari cerpenis-cerpenis yang pernah saya kenal atau pun yang karyanya pernah saya baca. Arie bukanlah seorang ahli bahasa yang mampu berakrobat kata-kata macam Edgar Allan Poe atau mungkin Ernest Hamingway. Atau kalau cerpenis Indonesia; Arie bukanlah sejajar dengan Ags Arya Dipayana, Yanusa Nugrono, Agus Noor, Djujur Prananto, Adek Alwi atau bahkan Seno Gumira Ajidarma. Arie Rachmawati adalah sesosok cerpenis yang mampu menjadi dirinya sendiri. Sepanjang saya membaca banyak karya cerpenis dalam dan luar negeri, baru Arie lah yang konsisten dengan mimpi dan keinginanya. Dia tetap Arie yang Rachmawati dan tidak ingin menjadi siapa-siapa. Seperti apa yang sering dia ungkapkan, bahwa dia cuman penikmat musik bukan pemusik, apalagi bercita-cita yang lebih dari itu. Itulah Arie yang polos dan lugu tadi. Selalu dia pakai nama panggilannya untuk tokoh-tokoh dalam cerpennya yang berhubungan dengan cerita tentang para idolanya. Sebenarnya Arie tidak mencintai sebuah karya musik dari seseorang idola tertentunya, bahkan dia berusaha untuk mencintai sang idolanya lewat imajinasi dalam tokoh dalam cerpennya…. Arie sungguh luar biasa menurut saya. Tenang dan mengalir bak air yang tujuan terakhirnya tetaplah lautan. Walau perjalanannya harus melalui selokan, ngarai atau bahkan jeram sekali pun. Kalau saya harus menjadi aktor dalam bermain teater, maka saya harus mampu menjadi orang lain. Sehingga penonton saya terpukau oleh permainan acting saya. Demikian pula bila saya harus menulis cerpen… saya harus rela melepaskan karakter keseharian saya. Dengan kepolosan dan apa adanya, justru Arie bermain dengan yang sebaliknya. Dia tetap bermain total dengan dirinya sendiri sehingga pembacanya yang detail pasti akan mampu mengenal siapa Arie sebenarnya dan apa yang dia inginkan lewat cerpen-cerpen karyanya. Akhirnya…. Selamat dan sukses buat Arie Rachmawati, terus berkarya jangan berhenti sampai disini. Bertanhanlah dengan be yourself-mu, karena tak sembarang orang sanggup sepertimu. Karena suatu saat dirimu pasti akan mampu untuk membangun acting is believing untuk suatu Panggung Perak teater-mu.
Salam Budaya….. (Antok Agusta/Pasuruan)

Tyas Amalia Yahya
Sebagai anggota termuda dari Komunitas Fantastic Fariz RM adik Tyas ini berwajah imut sangat ceria dan super sumringah jelas terbaca saat berkomentar, "Wes rampung. Sekali baca nggak bisa berhenti. Hehe, aku paling suka 'Nyanyian Malam Hati Perempuan'. Kisah cintanya unik. Ada tokoh misterius yang bikin penasaran juga. Jalan ceritanya nggak mudah ditebak. Ditambah lagi ada lagu KJP dan Fariz RM. Pokoknya sukaaaaaaa....." (03/01/2014)

Bisa kebayang reaksi wajah Tyas Amalia Yahya yang sangat akrab di dunia musik saat ini. Intensitas keterlibatan dibalik layar sebuah konser musik tentu menyukai cerita terpanjang itu di kumpulan cerpen tsb. NMHP yang tertulis disana serasa cerita nyata tetapi jelas-jelas itu sebuah fiksi yang dibangun dari kumpulan imajinasi yang dilatarbelakangi lagu-lagu Kadri Jimmo the Prinzes. Lima tahun lalu akrab ditelinga. Eskpresi rasa suka bukan karena penulisnya, tetapi hampir keseluruhan tokoh cerita sudah familiar di Facebook. Hal tsb menjadi obrolan bersambung melalui What'sApp. 


Berbeda dengan Tyas, yang satu ini adalah ibu dosen, Amelia Habe adalah teman sebaya usia dan berasal dari kota Jember, Jawa Timur yang berdomisili di Jakarta. Baginya baru kali ini diusia kini membaca kembali cerita pendek versi saya. "Wis aku baca sebagian. Kebiasaan mengajar bahasa yang pembuatan kalimatnya sistematis. Otakku kembali diputar bahwa ini adalah bahasa juga dan penggunaannya bahasanya sangat sastra, Bagus banget, ternyata awakmu sangat sastrawati yang berbakat, sayang sekali kalau nggak dikembangkan. Hebat ternyata orang-orang Jember punya orang berbakat dan berpotensi. Dari gaya bahasa dan alur ceritanya menarik, tidak membosankan." Iya Amelia secara obrolan kami berdua suka menggunakan bahasa gaul nJemberan. Mungkin pemilihan saya untuknya mewakili teman-teman lain seangkatan, senasib berasal dari kota yang sama. Amelia satu-satunya yang langsung berkomentar tak lama menerima paket pemesanan buku dengan komentar penuh rasa nggumun (baca : heran) karena saya ternyata penulis. 


Rini Setio ini memang seorang penulis jauh sebelum saya menelurkan karya. Ia pernah mengirimkan cerpennya dan dimuat di majalah Anita Cemerlang. Hebat! Saya waktu itu selalu gagal, dan dia bisa tembus. Namun kini nyalinya kendor, ia perlu penyemangat dan berdasarkan cerita suaminya Setio Adi Waskito (teman SD Pagah II Jember/1980-1981) sepertinya saya dijadikan semangatnya. Kini ia mempunyai blog dan sudah nyaman menuliskan kegiatannya, puisinya dan cerita pendeknya. Itu sebabnya setahun lalu saat saya sedang promo lewat inbox, sangat antusias membeli padahal saya sendiri sebagai penulis belum menerima satu buku sebagai tanda jadinya. Hebatnya Rini!

Setelah menyimak tulisan diatas maka saya memutuskan sahabat - sahabat ini sebagai pembaca pilihan adalah sbb :
  1. Antok Agusta (pembaca dengan komentar terpanjang)
  2. Tyas Amalia Yahya (pembaca dengan komentar ekspresif)
  3. Amelia Habe (pembaca dengan komentar terheboh)
  4. Rini Setio (pembaca tercepat pemesanan online), terpilihnya mereka berempat sebagai pembaca berdasarkan alasan yang berlaku selain menyemarakan suasana setahunnya Dandelion dalam Rindu ditangan para pembaca. Penilaian berdasarkan kata hati saya, yang menurut saya bisa sebagai bahan penyemangat diri. Baik juga bagi pembaca lain yang minat dalam penulisan.
Terima kasih buat pembaca blog, pembaca buku Dandelion dalam Rindu.
Terima kasih buat para bidan buku ini. Terima kasih buat semuaaaaanyaa....


Salam,
Arie Rachmawati
 

Sabtu, 08 November 2014

D d R (1)

Dandelion dalam Rindu  
bersama Mereka
Oleh Arie Rachmawati




Setahun telah berlalu, sepertinya baru kemarin lalu saya jingkrak-jingkrak kegirangan saat menerima e-mail dari penerbit bahwa buku kumpulan cerpen Dandelion dalam Rindu itu siap meluncur dan dinikmati pembaca. Waktu itu jum'at 8 Novemeber 2013 lalu, saya berada di atas bus umum menuju Bandung, berita dalam e-mail tsb bahwa buku tsb sudah bisa dipesan melalui penerbit online Leutikaprio dan mejeng di galeri online-nya selama masa berlaku. Buku tsb dijual dengan harga tiga puluh empat ribu, empat ratus rupiah dan ditambah ongkos kirim.

Kilas balik hingga terciptanya buku tsb, diawali dengan obrolan ringan dengan cak Tino (penulis) yang karyanya dimuat beberapa kali di majalah femina. Di sisi lain banyak juga para anggota KFFRM (Komunitas Fanstastic Fariz RM) yang senada mengusulkan, namun saya belum yakin menjadi seorang penulis, jadi semuanya berlalu bersama desiran angin. Hingga suatu hari saya berpikir, kenapa usulan tersebut nggak direspon?. Perlahan tapi pasti mulailah mencari file-file lama (cerpen yang dimuat di media cetak) dan sebagian file yang ditulis baru namun tidak pernah dikirimkan ke redaksi. Terkumpullah enam cerita pendek, saya kirim ke Cak Tino dan ternyata dia menyambut dengan hangat niat itu. Proses yang berlaku hanya komunikasi lewat BBM, Wa dan surel, tidak pernah bertemu tatap muka walau rumah kami berjarak dekat. Berikutnya secara tidak sengaja bercerita kepada seorang penulis senior dan ternyata beliau mendukung. Begitulah setiap saya bercerita tentang ide buku kumpulan cerpen tsb semua memberi nilai positif, semakin semangatlah saya memilih, memilah, menyusun dan menambah cerita pendek yang benar-benar 'baru' saat itu. Proses pengiriman naskah bolak-balik menjadi kegiatan penyemangat diri. Membuat buku itu tak semudah membuat pisang goreng, Semuanya butuh waktu terutama saat pengeditan tanpa mengurangi isi cerita. Belajar mencari kata-kata pengganti yang pas. Setelah semuanya beres, saya meluangkan waktu untuk pulkam ke Jember 6 Oktober 2012. Awal Januari 2013 mencoba pembenahan. Setelah semuanya tersusun rapi  melalui fase editor lagi-lagi cak Tino memberi masukan, "Mbak, coba sampeyan tawarkan ke penerbit besar." Usulan tsb bikin saya berpikir jangan terlalu bermimpi, meski menggoda dan bikin debar-debar cemas. Karena pada mulanya saya mau menerbitkan buku tsb mengikuti jejak langkahnya yaitu melalui penerbit online dan sebagai dokumentasi pribadi saja.



Pembatas Buku
Penerbit Online Leutikaprio
Okelah usul tsb saya mencoba menawarkan ke penerbit besar, dengan menebalkan muka menyodorkan naskah melalui seorang sahabat kakak saya. Tidak berharap banyak sekedar uji nyali. Sebulan, dua bulan, tiga bulan hingga enam bulan akhirnya naskah tsb ditolak. Kecewa jelas, karena terlalu lama menunggu ditolak. Namun bukan alasan menyurutkan semangat, sudah kepalang optimis, jadi penolakan tsb merupakan hal biasa untuk penulis baru yang mencari jati diri. Akhirnya, saya kembali niat semula yaitu dicetak, diterbitkan melalui penerbit online, yaitu Leutikaprio. Nah, proses cetak online itu memakai biaya sendiri dengan tawaran paket sesuai para penulis yang akan mengikat kontrak kerja. Sebagai penulis baru yang menerbitkan buku, pemilihan font judul buku, gambar dan warna cover diserahkan kepada penulis. Saya hanya mendiskripsikan apa yang ada dalam pikiran dan tahu - tahu terkirim gambar seperti itu langsung saya iyakan. Beres, tinggal cetak dan hak penulis mendapatkan satu buku tanda jadi. (sesuai paket yang dipilih)

Tak perlu menunggu lama buku saya sudah banyak yang pesan, mereka adalah orang-orang terdekat yang mengetahui aktivitas saya selama ini baik secara langsung maupun secara dumay. Segeralah saya memesan ke penerbit tsb sesuai data para pemesan. Ternyata ada juga yang langsung memesan melalui media online tsb, yaitu Rini Setios (istri dari Itok teman sekolah dasar). Disusul oleh Hera Dinov, selanjutnya saya tidak memantau lagi pembelian online yang pembelinya melaporkan sendiri kepada saya. Rasanya nggak percaya saya bisa punya buku kumpulan cerita pendek, tanpa didukung semangat para sahabat tak mungkin saat ini saya bisa berbangga memiliki buku tsb. Beliau-beliau yang turut membidani lekahiran DdR itu sebut saja penggagas ide juga sekalian editor (tata letak) Ersta Andantino atau saya menyebutnya Cak Tino, pak guru kelas cerpen Kurnia Effendi, pak dr.Rudi Pekerti seorang dokter yang fasih menulis lirik lagu dengan sumringah memberi 'sekapur sirih', ada juga teman musisi Eric Martoyo & gitaris asal Oklahoma Max Ridgway juga ada penggiat sastra Ilenk Rembulan yang memberi endorsement. Keseluruhannya beliau-beliau itu tanpa dibayar sesen pun untuk jerih payahnya, namun itu sebagai perekat persahabatan.


Pembaca DdR adalah Sahabat Sendiri
Mustafa Ibrahim
Ari Moreno (pemusik)
Selain itu, banyak sahabat dibalik layar yang mengikuti prosesing hingga menjadi sebuah buku. Saking banyaknya teman dan sahabat hingga ada beberapa nama yang tidak tertulis dalam ucapan 'terima kasih' salah satunya di antara mereka hal ini hingga terjadi salah paham. Sedih harus menerima komentar yang berlawanan di saat luapan gembira dengan lahirnya buku tsb. Pembaca "Dandelion dalam Rindu" adalah orang-orang terdekat, keluarga inti, teman semasa sekolah, sahabat, tetangga, teman pengajian, teman komunitas musik KPMI & KFFRM, teman arisan bahkan temannya anak-anak saya, temannya si teman, dsb. Tak luput kedua orang tua dengan gaya komentar yang berbeda, ada pula keluarga terdekat yang terbiasa berkata-kata sinis, namun banyak juga yang larut dalam gembira. Ada pembeli yang langsung ke rumah, bernama Mustafa Ibrahim atau akrab dipanggil Kang Dadan. Di antara gerimis datang dari Banten dengan membawa emping. Beliau ini yang pernah memberi kesempatan karya saya baik berupa cerpen atau puisi dimuat di harian tempatnya bekerja. Ada juga pembaca berangkat dari kota sama, memiliki nama senada dan juga penulis dan bergelut dibidang musik, dia itu Ari Moreno (pemusik) yang kini mempunyai sebuah studio musik di kota Bandung. Rocker yang mau meluangkan waktu membaca cerpen.

Pembaca DdR_Ladys
Di antara para pembeli ada yang langsung membaca dan berkomentar tak lupa mengirimkan fotonya. Banyak yang membeli dan membaca tapi memilih 'no comment' dengan alasan tidak tahu apa yang harus ditulis, cukup berucap, "Salut Arie...semangat!". Ada yang tadinya tidak tertarik, namun seringnya saya posting di Facebook, lalu ia kirim pesan via inbox dan membeli. Ada yang berkomentar," Diluar dugaan ternyata Arie itu penulis." Menurut Amelia Habe, "Saya sebagai warga kelahiran Jember patut dibanggakan sebagai penulis". Selang beberapa waktu saya menerima pesan singkat dari paman atau paklek Chairil Saleh di Malang. "Arie, pagi ini aku memulai membaca "Dandelion dalam Rindu" sambil menggendong cucu dari Icha. Wow bahasanya sangat enak menggelitik nggemeske untuk pingin tahu endingnya." Terima kasih banyak temans dan menurut saya pujian Amalia Habe itu berlebihan, bikin saya merunduk malu. Saya masih pemula dan ini wujud dari mengejar impian itu, beragamnya komentar memberi getaran semangat kembali menulis. Menulis ....

Gaya pembaca KFFRM
Beberapa kiriman foto mereka dengan buku DdR bergaya inspiratif atau 'Berani Tampil Beda' meminjam istilah lagu ciptaan Dandung SSS mereka itu dipelopori oleh Adwi Hastuti disusul kang Asep Gunawan, paketu Bekti Nuswantoro, Regina, Bondan dan ditutup pasutri Donny Ananto & Eka Erika. Jelas saya mengenal mereka dengan baik, mereka adalah teman sekomunitas. Bahkan Bondan menyebutkan dua cerita pendek berjudul "Di Interlude Aku Jatuh Cinta dan Pianoku Tercinta" adalah dua cerpen "Benar-benar gaya mbak Rie sebagai penggemar Symphony, enaknya jadi penulis bisa mengekspresikan lewat kata-kata," katanya. Banyak juga para pembeli dan pembaca yang enggan me-request agar mau berfoto dengan buku tsb, bahkan ada pula mereka maunya gratis, sebaliknya ada yang membeli dua buku, tiga buku, lima buku bahkan sepuluh buku. Ada yang sudah membeli, paket sudah diterima hingga beberapa bulan susah ditagih. Yang paling tidak menyenangkan saat ada yang berujar dengan kalimat yang sinis,"Ah penulis pengarang adalah tukang mengarang cerita, yang iya bisa nggak, yang nggak bisa iya". Beragam komentar, sambutan atas kelahiran buku kumcer perdana. Sebelumnya saya pernah bergabung dengan 27 penulis alumni Beken dengan Cerpen dalam satu buku, terbit 3 Maret 2012.

Sinopsis Isi DdR 
Ibu - ibu Tetangga 
Menempati urutan ketujuh dari delapan cerita Pianoku Tercinta, ini awal kisah saya menulis cerita pendek genre remaja disaat usia sudah berkepala empat. Bila tak mengikuti kelas cerpen versi BC1 lima tahun yang lalu, mungkin saya tak memeras otak menciptakan cerita remaja yang beda dari biasanya dengan mengangkat cerita tentang piano. Piano yang dimakan rayap adalah kisah nyata, namun ditambah racikan beberapa curhatan para sohib teramulah jadi satu. Pianoku Tercinta pernah dimuat di majalah khusus cerpen yaitu Story Teenlit Magazine edisi 8/ThI/ 25 Februari-24 Maret 2010. 

Berangkat dari obrolan antar dua negara yang berbeda waktu. Intensitas obrolan melahirkan fiksi Cinta Sebatas Angan (CSA) adalah satu-satunya yang terbaru saat itu dalam hal penulisan, saya belajar menggunakan tiga bahasa Jawa, Indonesia dan Inggris. Ditulis spontanitas sebagai hadiah ulang tahun dan ternyata cerpen ini menarik perhatian tiga editor, yaitu pak Kurnia Effendi, pak Rudi Pekerti dan tentu sebagai editor awal Cak Tino sendiri. Uniknya lagi cerpen ini langsung saya terjemahkan dalam bahasa Inggris dan dibaca oleh teman saya yang berdomisili di luar negeri, melalui surel. 

Sama seperti CSA untuk cerpen Wajah di Balik Kerudung, ini adalah cerita pendek pertama dengan tema religie, banyak kekurangan disana-sini bahkan hal tsb menjadi sorotan dari pembaca bernama Antok Agusta. "Sebagai seorang penulis cerpen dalam menulis masih kurang liar. Dia masih terjebak pada frame kehidupan yang biaa-biasa saja. Arie tidak pernah meledak eruption yang harus mengagetkan, Arie harus terus berlari dan nggak perlu tengok kanan-kiri. Kau harus jadi seniman bukan hanya penulis cerita biasa, Arie ...kau harus!" tuturnya melaluiui pesan singkat. Komentar panjangnya bisa dibaca link : http://rachmarie-riritemaram.blogspot.com/2014/11/d-d-r-2.html

Paulie - Max - Bert - Aymeric Chotard
Sedangkan sebagian mereka menobatkan "Di Interlude Aku Jatuh Cinta" sebagai cerita tersedih. Dan rupanya benar cak Tino dalam pemilihan judul "Dandelion dalam Rindu" sebagai cerpen terbaik versi pembaca. Alasan mereka, cerita tersebut berkisah kasih sayang antara kakak dan adik juga antara anak dan orang tua meski berjenis remaja namun tidak terjebak dalam cerita remaja pada umumnya soal percintaan. Itu baru lima dari delapan cerita pendek yang terangkum dalam buku DdR. 

Ternyata pembaca lain terutama tiga tetanggaku (Bu Diah, Bu Sakti, Bu Isye) menyukai Nyanyian Malam Hati Perempuan (NMHP) cerita ditulis akhir 2009 hingga seperempat tahun 2010 lalu. Disana ada sosok misterius dan sedikit menegangkan, selain itu cerita tsb terpanjang di antara lainnya. Sewaktu menulis saya benar - benar mengalami sesuatu yang bikin merinding bulu kuduk, sempat beberapa bulan terhenti dan kemudian diteruskan hingga jadi novelet atau cerbung pertama dengan 49 halaman. Diurutan terakhir dalam susunan daftar isi adalah Meniti Asa, cerpen yang pernah dimuat di harian lokal Jambi, berdasarkan curhatan seorang tukang ojek bernama Bang Iyas, dengan dibubuhi sentuhan ala drama romantik, tetap mengedepankan fiksi. Di antara delapan cerpen ada tiga berkisah remaja, Pianoku Tercinta, Dandelion dalam Rindu dan Surat untuk Keith. Cerpen SuK itu unik dibuat sebagai tugas dari BC1 untuk misi pembuatan buku. Para peserta rata-rata alumni BC disuruh mengirimkan satu cerita yang pernah dimuat, dan satu cerita yang 'fresh oven' alias benar-benar baru. Terdesak waktu nan mepet dan dalam tempo empat hari melalui inbox, saya mengejar target tokoh utamanya waktu itu saya baru mengenalnya lewat status-status facebook, hingga timbul ide dan hal tsb terbaca diakhir cerita. Selebihnya dewasa dan satu mencoba religie, namun keseluruhannya ending cerita memberi peluang para pembaca untuk berpikir sendiri.
Dalam buku tsb tersaji delapan cerita pendek adalah sbb :
1. Di Interlude aku Jatuh Cinta  
2. Dandelion dalam Rindu
3. Cinta Sebatas Angan 
4. Wajah di Balik Kerudung 
5. Surat untuk Keith 
6. Nyanyian Malam Hati Perempuan 
7. Pianoku Tercinta 
8. Meniti Asa

Penjualan Online
Kini setahun berlalu, banyak suka duka dalam kelahiran buku tsb. Sebagai penulis, merangkap tukang promosi, pengiriman, pengetikan komentar-komentar dan penyuntingan foto dsb adalah all in melelahkan sekaligus menyenangkan. Semuanya menjadikan saya kaya pengalaman menghadapi para pembeli. Berlapang dada menghadapi komentar miring, merasa lega dengan komentar membangun dan merasa sedih masih ada saja yang meminta gratisan, kecuali memang beberapa orang yang mendapatkan free dikarenakan sesuatu hal. Pro dan kontra, positif dan negatif semuanya diterima dengan hati gumbira, sebagai bahan penulisan berikutnya. Walau impian saya pupus yaitu buku tsb bisa tampil display bersama buku karya penulis lain dalam gerai toko buku terkemuka di negeri ini. Alhamdulillah telah terjual 150 eks, angka yang kecil namun harus disyukuri, tanpa campur tangan Allah SWT semua tidak akan terwujud manis. Akhir kata, "SELAMAT ULANG TAHUN" DdR-ku tanpa perayaan, tanpa launching sebelumnya, kau karyaku lahir prematur dengan dana seadanya untuk pembaca yang hangat, yang menghargai karya penulis. Kaulah pembaca DdR itu sahabatku sendiri.

Buat Pembaca Blog yang berminat untuk order buku kumpulan cerpen "Dandelion dalam Rindu" ini silahkan hubungi e-mail : rachmarie8868@gmail.com atau rachmarie8868@yahoo.co.id phone /SMS/What'sApp :+62 8139855 8868
Terima Kasih.


Salam,
Arie Rachmawati