Senin, 12 September 2011

Sepenggal Kisah Lalu Yang Terulang


Madiun Juli 1984...
Ospek adalah kegiatan yang diadakan pada saat tahun ajaran baru dimulai, sebagai ajang pengenalan diri antara para senior dengan juniornya. Pertama kali saya mengalami saat penerimaan siswa baru di Sekolah Menengah Farmasi di Madiun, Juli 1984 lalu. Masih ingat peristiwa itu,meski sudah 27 tahun berlalu. Saya berasal dari Jember, dan hanya saya yang nyasar sekolah di Madiun, biasanya bagi yang minat ambil jurusan farmasi pada lari ke Surabaya dan Malang.
Saya sekolah di sana karena kemauan saya, dengan niat setelah lulus langsung bekerja di apotik untuk membantu ekonomi keluarga.

Hari pertama sekolah, dengan memulai hidup baru mandiri, lepas pengawasan mama dan jauh dari keluarga, memang terasa berat dan dibarengi dengan kambuhnya asma juga batuk dan pilek. Sedih.

Pagi nan indah, wajah wajah baru mulai saya amati. Sekolah ini kebanyakan siswa perempuan, sedang siswa laki-laki hanya segelintir saja, bisa dihitung dengan jari. Mereka berwajah polos,berkesan 'ndeso' dengan dialek 'njawani' terkesan aneh saat ngobrol bersama. Keindahan perkenalan hari pertama hanya sebentar saja,karena kami diserukan berkumpul membentuk kelompok yang telah ditentukan oleh panitia Ospek.

Dramazine nama samaran saya, yaitu sejenis obat anti mabok perjalanan semacam *Antimo* yang lebih familiar dikenal umum. Dramazine,Happygo,Antimo yang saya ingat dan nama yg lain sudah lupa.Setelah pengenalan anggota dan ketua masing-masing kelompok, tugas pertama adalah mencari tanda tangan para guru pengajar. Setiap kelompok selalu ada anak asli Madiun sebagai pemandu jalan. Waktu itu Happygo atau Ch.F.Nugrohorini putrinya bapak Subagyo (guru PMP) sebagai petunjuk jalan. Alhamdulillah saya mendapat pinjaman sepeda oentel sehingga memudahkan tugas dari panitia. Kami beramai-ramai bersepeda, kegiatan ini saya suka karena dengan sendirinya mengetahui jalan-jalan di kota pecel Madiun. No problem, It's okay. Sore yang indah waktu itu.

Hari yang indah untuk memulai keakraban di antara kami. Namun karena fisik mulai kelelahan dan saya termasuk gampang sakit akhirnya jatuh sakit. Situasi yang tak bersahabat ditambahi dengan perlakuan kakak panitia Ospek yang sangat menyakitkan hati. Semula saya bisa menahan amarah meski kepala pusing dan mual tapi begitu ingus saya mulai keluar dan sangat mengganggu, saya mengambil saputangan di kantung rok, namun sayang tidakan saya diketahui kakak pembina dan saya mendapat hukuman.

Bicara soal hukuman mungkin saya bisa terima andai itu bisa masuk akal dan logika. Usia saya waktu itu 16 tahun, saya yang biasanya cengeng dan 'nrimoan' kali ini tidak bisa menerima perlakuan kakak panitia terutama yang bernama Wiyono. Menurut saya lelaki yang sangat cerewet, dengan kacamata yang tebal dan mulut monyongnya menambah kebencian saya kian menumpuk.

Di mata saya, dia adalah sosok manusia yang tidak mempunyai perikemanusian. Saya tidak ingat apa yang dilakukan kepada teman seangkatan, tapi yang saya ingat rata-rata dari mereka selalu berbicara tentang dua kakak panitia yang menonjol kegalakannya, selain Wiyono, ada juga kakak Rachel.

Ternyata benar, setelah penutupan Ospek, ada dua pasang kakak terbaik (hati) Daniel dan Dwi Retno dan kakak terkejam dan mereka berdua Wiyono dan Rachel dinobatkan sebagai kakak terkejam, dan anehnya mereka berdua bangga dengan predikat tsb. Di atas stage mereka meminta maaf atas perlakuannya kepada junior. Sekedar kata maaf apakah cukup untuk menghapus sakit hati. Tidak semua siswa yang menjalani masa Ospek tsb, 'legowo' menerima perlakuan mereka, termasuk saya, sakit hati masih tersimpan meski kadarnya berkurang.
Tempat untuk sakit hati semestinya tidak ada, seandainya mereka pun bersikap manusiawi dan mengamalkan P4. Contoh, waktu saya ketahuan mengelap ingus dengan saputangan, kakak panitia marah, menyuruh saya menelan,menyedot ingus saya. Meski itu ingus sendiri, tetap ingus termasuk bagian dari kotoran hidung, apa salah bila saya protes.. Dan ketika saya pun marah, ingus yang saya telan kemudian saya ludahkan ke dia. Marah? Jelas! Sama-sama marah, jangan menang sendiri dong! Semena-mena menjadi kakak panitia terus menganggap yang paling benar. Saya tidak terima, karena sejauh pengamatan saya apabila ada guru pengajar yang lewat, cara memperlakukan kami para junior pun berbeda. Jadi itu diluar batas-batas yang berlaku.


Jogjakarta, Agustus 2007
Setelah kejadian itu tahun berganti tahun berlalu, namun ketika melihat Ospek putra pertama saya, Ryo, sekelebat wajah kakak panitia zaman Ospek saya itu, kembali terlintas. Itu membuktikan rasa sakit hati itu belum tuntas tercabut dalam hati saya. Kejadian itu sudah lama namun serasa baru kemarin mengalaminya. Memang tidak ada tindakan fisik yang berbicara, namun kembali terulang seperti membeli bahan-bahan atau alat-alat yang ditugaskan kakak panitia. Seingat saya Ryo mengalami tiga kali masa Ospek, yaitu universitas, fakutas teknik dan jurusan.

Empat tahun yang lalu, Ryo menjadi mahasiswa fakultas teknik kimia Universitas Gajah Mada, berbeda jauh dengan saya. Tugas-tugas yang berhubungan dengan fakultasnya, jelas saya angkat tangan. Dengan senang hati saya turun tangan membantu tugasnya seperti membeli kardus bekas dengan naik bus ke dekat toko Progo, membawanya seperti seorang pemulung, atau membeli wesel dan kartu pos lengkap dengan perangkonya, saya melakukan dengan senang hati seraya wisata mengakrabkan diri dengan lingkungan baru.

Saya pikir cuma saya orang tua yang menemani putra putrinya selama menjadi mahasiswa-mahasiswi baru, ternyata banyak juga. Tetapi kebanyakan dari ibu-ibu tsb mengeluh, buat apa membeli ini itu pada akhirnya menjadi sampah. Benar, menurut saya demikian. Membuang waktu dan biaya yang tidak bermanfaat. Peranan Ibu rata-rata menyiapkan sarapan buat putra-putrinya yang akan menjalani masa ospek sejak ba'da subuh dan berakhir jelang adzan Magrib.

Waktu itu, Ryo kebagian membuat tas Ospek sebanyak 40 tas dari kerdus,kotak bekas. Entah bagaimana ceritanya dan ia meminta saya membantu. Saya jelas membantu, tetapi 40 buah dikerjakan dalam semalam, apa mungkin kelar? Kelar! Tetapi jangan tanyakan kerapiannya. Pembagian tugas dan pengerjaannya banyak dilakukan di tempat kos Ryo, dimana saya dikira ibu kos-nya oleh teman-teman barunya Ryo.


Pekerjaan yang bisa saya lakukan seperti mengepang tali rafia, atau membuat puisi dan surat cinta adalah bagian saya. Saya senang melakukan, dan melihat senyum tersungging di wajahnya adalah kebahagian saya. Sepanjang waktu wajahnya lesu, merengut karena banyak tugas lain yang belum kelar dikerjakan. Serasa seperti cerita dongeng Bandung Bondowoso yang harus mempersiapkan 1000 arca dalam semalam, meski dibantu bara lelembut akhirnya gagal karena cerita harus demikian. lepas dari itu sebagai manusia normal tidak mampu melakukan semua itu dalam semalam. Nah, apa ini ada manfaatnya? yang jelas banyak yang jatuh sakit di hari kedua masa Ospek. Tetapi Ryo masih bertahan mengikuti meski setengah hati, support saya sebagai pemanis hari yang tak bersahabat. Ospek Univertitas dengan nama samaran AKIRA singkatan dari Aryo Rizky Putra dengan membuat seseuatu yang sekreatif mungkin ternyata terlalui dengan aman. Waktu itu saya mempunyai ide dari kardus bekas D'Crepes, dengan tambahan manik-manik yang diambil dari kotak pandora saya sengaja diikutsertakan dengan pemikiran siapa tahu dibutuhkan, dan ternyata benar. Kotak berisi semua ketarmapilan iseng itu ternyata sangat berguna. Menjadi seseorang yang berguna bisa melahirkan senyum dalam kebanggaan. Ospek keyiga saya sudah menemaninya lagi, saya pulang karena kedua adiknya Ryo, Ryan juga sebagai siswa baru SMA, harus menjalankan masa Ospek. Dan Edo yang masih SMP bersekolah seperti biasanya. Kesan pertama meninggalkan anak dalam perantauan serasa ada sebagian senyum yang merekah dan itu pertama kalinya saya menangis berpisah dengan salah satu anak saya. Hiks!


Jogjakarta, Agustus 2010
Setahun lalu, suasana masih bulan Ramadhan 1431H, Ryan putra saya yang nomor dua (tengah) akan menjalani masa Ospek sebagi mahasisswa baru fakuttas Otomotif , Universitas Negeri Yogjakarta, boleh dibilang saya tidak urun ide, tenaga karena alat-alat yang akan digunakan untuk masa Ospek itu sekitar dunia otomotif, bahkan topinya pun berbentuk mobil VW kodok. Sedang atribut lainnya digulung dengan kawat dan kabel. Kali ini papanya banyak membantunya maklum sama-sama orang teknik. Peran saya masih dibutuhkan saat diberi tugas membuat surat cinta untuk kakak panitia. Dua tugas yang sama dalam universitas berbeda. Ternyata kedua urun kata-kata dari saya itu termasuk maut juga, dan disukai kakak panitia. Mereka tidak mengetahui bahwa saya dibalik layar.

Menurut saya masa Ospek Ryan tidak begitu sesulit kakaknya, dan karena masih bulan Ramadhan jadi tidak begitu memeras tenaga dan takut membatalkan puasa. Tetapi saya pribadi tetap saja tidak setuju masa Ospek itu ada, cara pengenalan bisa dengan cara yang lain yang terhormat dan elegan, akan meninggalakn kesan terdalam sepanjang usia. Bisakah ini dicermati oleh pemerintah khususnya bidang pendidikan dari semua aspek yang bersangkuta. Masa Ospek kini pun merambah pada penerimaan murid baru tingkat SMP, itu saya ketahui semenjak anak pertama masuk SMPN 1 Jambi 2001 lalu. Saya rasa kalau pun Ospek tetap harus ada hanya untuk tingkat penerimaan mahasiswa baru saja. Untuk tingkat SMP dan SMA ditiadakan saja, selain membuang uang percuma untuk membeli barang (cokelat,wafer dsb) yang kadang menjadi ajang incaran kakak panitia saja.




Bandung, September 2011
Bulan Syawal baru dijalani belum seminggu namun mulai tanggal 4 September 2011 lalu, kegiatan perkampusan khususnya mahasiswa baru IM Telkom (STT Telkom Bandung) memulai aktivitas di daerah Geger Kalong untuk mendapatkan berbagai info Ospek. Ospek hari pertama dimulai hari kamis 8 September 2011 lalu di kampus IM di daerah Dayeuh Kolot. Seperti biasa, cerita lalu terulang lagi, kali ini putra bungsu menjalani masa ploncoan (sebutan untuk jaman dulu). dengan memakai topi dari asupan nasi dengan lambang PT Telkom dan tulisan POWER 2011 berangkatlah. Tugas lainnya adalah satu tas dari kerdus bekas dengan ditempeli logo FLEXI, berisi macam-macam tugas.

Hampir 12 jam menjalani, dan ketika Edo pulang ke tempat kos maka mengalirlah cerita, yang membuatnya sakit hati karya tulisnya yg ditulis tangan memakan waktu hingga jelang subuh ternyata disobek di depan matanya dan dicaci maki. Saya hanya membesarkan hatinya. saya tahu ia melakukan semuanya sendiri, berbeda dengan kedua kakaknya. Sebagai orang tua meski saya sampai detik ini tidak setuju dengan Ospek, tetapi karena itu bagian keawajiban ya harus dijalani. Lebih-lebih terulang lagi membeli alat-alat dan bahan-bahan perintah kakak panitia yang menurut saya mengada-ada dan bila  peserta (junior) bisa memenuhi perintah tsb, masih saja mencari alasan kesalahan yang semestinya tak perlu dijadikan alasan sebuah hukuman. Malam itu saya dan Edo meluncur ke sebuah swalayan di Buah Batu untuk mencari sebuah teh sosro kotak, dimana toko atau minimarket sekitar kampus sudah kehabisan stock. Masih banyak lagi barang yang akan dibeli dan tidak semuanya terbeli. Selain barangnya tidak ada kadang terbentur masalah keuangan. Di luar sana masih banyak yang kurang mampu untuk membeli barang-barang sebagai pelengkap tugas, Tidak semua mahasisswa memeliki orang tua yang mamapu, tidak semua mahasisswa ditemani orang tuanya. Kemarin banyak juga yang jatuh sakit dan di satu tempat kosnya Edo, banyak yang mengundurkan diri tidak mengikuti kegiatan tsb dengan alasan masing-masing. Saya masih bertahan mensupportnya dan menyiapkan sarapan dan vitamin. Sebagai seorang Ibu hanya itu tugas yang bisa dilakukan di tempat yang bukan daerah dan rumahnya sendiri. Selebihnya berserah kepada Allah swt, Insya Allah akan dalam lindungan-Nya. Oya saya hampir lupa saya kebagian menulis surat cinta lagi, jadi lengkaplah sudah dari tiga anak,.tiga fakutas dan universitasnya yang berbeda ternyata  surat cinta itu persamaannya. Surat cinta seunik mungkin, sekreatif mungkin. Sedang ybs mengerjakan tugas lainnya.

Sebagai orang tua juga senantiasa mengingatkan untuk memulai aktivitas dengan Basmallah dan sholat, saya percaya itu. Dan ketika Edo pulang setelah mengikuti penutupan Ospek pada malam Minggu, hari sabtu 10 September lalu, ia bercerita bahwa hampir tidak menemukan barang-barangnya, walau pun topi asupan dan sandal jepitnya, namun tiba-tiba barang-barangnya kembali utuh dan masih bagus. Doa dan doa itu yang telah menjaganya.

Ospek untuk anak-anakku telah berakhir, tugas saya menemani dan memberi bantuan untuk masa pengenalan yang tidak mengasyikan itu akan menjadi kenangan bagi ketiganya. Terutama bagi Aryo Rizky Putra, ditengah ketidakbedayanya tenaga mengikuti Ospek ia telah menemukan jati dirinya karena dinobatkan sebagai
KING POLIMER 2007. Meski pun saya tidak suka dan menentang kegiatan Ospek tapi saya menekankan jangan ada dendam, tetapi bagi saya sendiri mengapa rasa sakit hati itu belum punah, apakah perasaan hati seorang laki-laki dan perempuan sangat memepengaruhi? Wallahualam.

Selamat tinggal Ospek, ceritamu akan terulang pada generasi berikutnya,
dan ajang balas dendam akan mengalun kembali.
Menunggu komentar teman-teman tentang tulisan ini sebagai sharing pengalaman.
Syukur-syukur ada yang sepaham dengan saya dengan menghapuskan kegiatan yang tak bermanfaat itu berganti ajang pengenalan antara senior dan junior dengan lebih kreatif seperti, bagi yang punya bakat musik, membuat musik dan lagu. Bagi yang berbakat menari membentuk grup penari tetapi dengan syarat memakai barang seadanyanya namun sekreatif mungkin, dan lain-lain. Banyak cara untuk menampilan sosok generasi baru Indonesia, lebih terpandang dan elegan.

NB :

RYO : Ospek UGM FT Agustus 2007 
Ryan : Ospek UNY FT Otomotif Agustus 2010
Edo : Ospek STTTelkom Bandung, Agustus 2011

Tidak ada komentar: