Kamis, 01 September 2011

Edisi Lebaran (2)



Baju Baru Menjelang Lebaran
Oleh : Arie Rachmawati 


Assalamualaikum 
Warohmatullahi
Wabarokatuh

Waktu itu sekitar Ramadhan 1404 H akan berakhir tinggal tiga hari lagi, tapi tidak ada tanda-tanda saya dan adik-adik akan memakai baju baru. Saya ingin menanyakan tetapi tidak berani, karena beberapa hari  terakhir ini saya melihat Mama seperti sibuk banget dan bingung. Sementara adik saya yang bungsu sering menanyakan kapan beli baju dan sandal baru. Saya memang dekat sekali dengan adik yang bungsu itu, namanya Totok. Dia masih sekolah dasar kelas, sedang saya sudah kelas dua sekolah menengah pertama. Sebenarnya saya sudah punya angan ingin memiliki baju baru untuk lebaran nanti, saya sudah kepincut sama baju yang ada di estalase di depan depot ice cream Domino. Hampir setiap saya melewati toko itu, saya ingin membelinya tetapi harganya termasuk mahal.

Ramadhan segera meninggalkan harinya, dan akan berganti bulan Syawal. Bulan penuh tradisi merayakan kemenangan dengan saling memaafkan dan bersilaturahmi dengan sodara dan kerabat juga tetangga. Seiring usia, dan sebagai anak perempuan tertua, meski pun Mama tidak menceritakan kesusahan hidupnya menjalani sebagai orang tua tunggal, saya bisa merasakan itu. Itu terbukti saat saya diajak Mama ke rumah sahabat yang masih ada ikatan kerabat. Beliau itu orang terpandang, kaya dan dermawan. Rumahnya besar dan mewah.

Saya hanya menunggu di beranda dan Mama seperti bernegoisasi dengan Beliau. Yang saya tahu Mama akhirnya menawarkan barang kesayangannya untuk ditukar dengan rupiah. Entahlah, apa yang terjadi di dalam, Mama keluar rumah itu dengan wajah muram, senyum pun seperti dipaksakan. Sepanjang perjalanan pulang, Mama dan saya hanya diam, sementara becak melaju hingga tiba di rumah.

Sebenarnya saya sedih, tetapi keriangan saya itu mampu menutupi wajah dan selalu nampak ceria. Kemudian keesokan harinya, saya disuruh Mama kembali ke rumah mewah itu. Kali ini saya berjalan kaki, untuk mengirit ongkos dan saya sangat menikmati sepanjang perjalanan itu. Tiba d isana, ternyata pemilik rumah sedang keluar, saya disuruh menunggu. Tak lama kemudian, keluarlah putrinya yang kebetulan teman satu sekolahan. Saya serasa malu, dan melihatnya begitu banyak perbedaan. Namun karena amanah Mama, rasa tebal muka dan percaya diri mulai muncul.

Rumah itu begitu besar dan luas, barang-barangnya pun mewah dan lux, kemudian saya berkhayal. Imajinasi itu mampu untuk membunuh waktu menunggu. Tak lama kemudian, tuan rumah datang dan saya diberi amplop tertutup dan saya memberikan bungkusan kecil itu kepada beliau. saya tidak tahu berapa harga yang telah disepakati. Setibanya di rumah saya menyerahkan amplop itu. Saya tahu, barang itu amat berari bagi Mama. Demi keceriaan buah hatinya dan tanggung jawab sebagai ortu, Mama ikhlas melepas barang kesayangannya itu.

Kemudian Mama pergi dengan buru-buru. Lebaran tinggal besok, jangankan kue dan baju baru bahkan sebotol sirup pun tak ada. Perasaan saya berkecamuk, melihat adik saya (laki-laki) duduk lemas, merengut karena belum memiliki baju baru sepotong pun. Maklum dia masih anak-anak dan tidak mengerti kesulitan ekonomi orang tua, sedang beberapa teman sepermainannya mulai pamer ini itu.

Menjelang detik-detik terakhir, akhirnya Mama datang dengan membawa bermacam-macam kantong plastik berisi, kue kaleng, sirup dan baju anak-anak untuk adik saya. Kemudian saat itu kami pun pergi berempat untuk membeli sandal baru dan beberapa kebutuhan lainnya. Sebenarnya saya sudah bilang, saya tidak perlu memakai baju baru, tetapi Mama bersikeras harus adil.

Menjelang H-1/2 akhirnya pernak-pernik lebaran mulai nampak di rumah, rasanya senang sekali besok bisa merayakan hari kemenangan dengan kegiatan pertama shalat Ied di tanah lapang memakai baju baru, walau baju yang saya idamkan sudah melayang ke tangan yang lain. Tetap bersyukur karena masih mendapat kesempatan memakai baju baru pilihan Mama, dan membelinya seperti serabutan.

Hikmah dari peristiwa itu membekas hingga saya menjadi orang tua yaitu bersikap adil kepada anak-anak. Dan hikmah yang lain yang telah saya jalankan kepada keluarga kecil saya sendiri kepada anak-anak bahwa lebaran tidak harus memakai baju baru, semua serba baru. Meski semasa kecil mereka baju baru itu keharusan, dan Alhamdulillah seiring waktu dan pertambahan usia, kini anak-anak bisa menerima keadaan itu. Membeli baju karena kebutuhan bukan ajang untuk berpamer-ria. Masih banyak kebutuhan hidup lainnya setelah lebaran usai.

Hikmah yang lain adalah sabar dan ikhlas. Segala puji syukur kepada Allah Swt yang telah memberikan kepada saya kekayaan pengalaman hidup dan daya ingat yang kuat. Pasang surut kehidupan, perputaran roda hidup di atas dan di bawah adalah soal waktu. Menjalani hidup dengan santai, masih banyak lagi yang kesusahan lebih parah dari keluarga saya saat itu. Bila kita diberi kemampuan harta yang berlimpah, janganlah bersedekah dengan kata-kata menyakitkan.

Bersyukurlah karena nikmat itu berasal dari Allah, bersyukurlah bila menjadii dermawan bukan karena pamrih tetapi ikhlas karena janji Allah itu pasti. Setiap kebajikan akan dibalas dengan kebajikan. Setiap sodakoh kita akan berpulang kepada diri kita nantinya. Jazakumullahu khairan katsiro

Selamat Hari Raya Idul Fitri
1 Syawal 1432 H
قَبَّلَ اللّهُ مِنَّ وَ مِنْكُمْ صِيَمَنَا وَ صِيَمَكُمْ كُلُّ عَامٍ وَ أَنْتُمْ بِخَيْMinal Aidzin Wal Fa'Idzin
Mohon Maaf Lahir dan Bathin

Wassalamualaikum Wr Wb
arie rachmawati




Tidak ada komentar: