Sabtu, 08 November 2014

D d R (1)

Dandelion dalam Rindu  
bersama Mereka
Oleh Arie Rachmawati




Setahun telah berlalu, sepertinya baru kemarin lalu saya jingkrak-jingkrak kegirangan saat menerima e-mail dari penerbit bahwa buku kumpulan cerpen Dandelion dalam Rindu itu siap meluncur dan dinikmati pembaca. Waktu itu jum'at 8 Novemeber 2013 lalu, saya berada di atas bus umum menuju Bandung, berita dalam e-mail tsb bahwa buku tsb sudah bisa dipesan melalui penerbit online Leutikaprio dan mejeng di galeri online-nya selama masa berlaku. Buku tsb dijual dengan harga tiga puluh empat ribu, empat ratus rupiah dan ditambah ongkos kirim.

Kilas balik hingga terciptanya buku tsb, diawali dengan obrolan ringan dengan cak Tino (penulis) yang karyanya dimuat beberapa kali di majalah femina. Di sisi lain banyak juga para anggota KFFRM (Komunitas Fanstastic Fariz RM) yang senada mengusulkan, namun saya belum yakin menjadi seorang penulis, jadi semuanya berlalu bersama desiran angin. Hingga suatu hari saya berpikir, kenapa usulan tersebut nggak direspon?. Perlahan tapi pasti mulailah mencari file-file lama (cerpen yang dimuat di media cetak) dan sebagian file yang ditulis baru namun tidak pernah dikirimkan ke redaksi. Terkumpullah enam cerita pendek, saya kirim ke Cak Tino dan ternyata dia menyambut dengan hangat niat itu. Proses yang berlaku hanya komunikasi lewat BBM, Wa dan surel, tidak pernah bertemu tatap muka walau rumah kami berjarak dekat. Berikutnya secara tidak sengaja bercerita kepada seorang penulis senior dan ternyata beliau mendukung. Begitulah setiap saya bercerita tentang ide buku kumpulan cerpen tsb semua memberi nilai positif, semakin semangatlah saya memilih, memilah, menyusun dan menambah cerita pendek yang benar-benar 'baru' saat itu. Proses pengiriman naskah bolak-balik menjadi kegiatan penyemangat diri. Membuat buku itu tak semudah membuat pisang goreng, Semuanya butuh waktu terutama saat pengeditan tanpa mengurangi isi cerita. Belajar mencari kata-kata pengganti yang pas. Setelah semuanya beres, saya meluangkan waktu untuk pulkam ke Jember 6 Oktober 2012. Awal Januari 2013 mencoba pembenahan. Setelah semuanya tersusun rapi  melalui fase editor lagi-lagi cak Tino memberi masukan, "Mbak, coba sampeyan tawarkan ke penerbit besar." Usulan tsb bikin saya berpikir jangan terlalu bermimpi, meski menggoda dan bikin debar-debar cemas. Karena pada mulanya saya mau menerbitkan buku tsb mengikuti jejak langkahnya yaitu melalui penerbit online dan sebagai dokumentasi pribadi saja.



Pembatas Buku
Penerbit Online Leutikaprio
Okelah usul tsb saya mencoba menawarkan ke penerbit besar, dengan menebalkan muka menyodorkan naskah melalui seorang sahabat kakak saya. Tidak berharap banyak sekedar uji nyali. Sebulan, dua bulan, tiga bulan hingga enam bulan akhirnya naskah tsb ditolak. Kecewa jelas, karena terlalu lama menunggu ditolak. Namun bukan alasan menyurutkan semangat, sudah kepalang optimis, jadi penolakan tsb merupakan hal biasa untuk penulis baru yang mencari jati diri. Akhirnya, saya kembali niat semula yaitu dicetak, diterbitkan melalui penerbit online, yaitu Leutikaprio. Nah, proses cetak online itu memakai biaya sendiri dengan tawaran paket sesuai para penulis yang akan mengikat kontrak kerja. Sebagai penulis baru yang menerbitkan buku, pemilihan font judul buku, gambar dan warna cover diserahkan kepada penulis. Saya hanya mendiskripsikan apa yang ada dalam pikiran dan tahu - tahu terkirim gambar seperti itu langsung saya iyakan. Beres, tinggal cetak dan hak penulis mendapatkan satu buku tanda jadi. (sesuai paket yang dipilih)

Tak perlu menunggu lama buku saya sudah banyak yang pesan, mereka adalah orang-orang terdekat yang mengetahui aktivitas saya selama ini baik secara langsung maupun secara dumay. Segeralah saya memesan ke penerbit tsb sesuai data para pemesan. Ternyata ada juga yang langsung memesan melalui media online tsb, yaitu Rini Setios (istri dari Itok teman sekolah dasar). Disusul oleh Hera Dinov, selanjutnya saya tidak memantau lagi pembelian online yang pembelinya melaporkan sendiri kepada saya. Rasanya nggak percaya saya bisa punya buku kumpulan cerita pendek, tanpa didukung semangat para sahabat tak mungkin saat ini saya bisa berbangga memiliki buku tsb. Beliau-beliau yang turut membidani lekahiran DdR itu sebut saja penggagas ide juga sekalian editor (tata letak) Ersta Andantino atau saya menyebutnya Cak Tino, pak guru kelas cerpen Kurnia Effendi, pak dr.Rudi Pekerti seorang dokter yang fasih menulis lirik lagu dengan sumringah memberi 'sekapur sirih', ada juga teman musisi Eric Martoyo & gitaris asal Oklahoma Max Ridgway juga ada penggiat sastra Ilenk Rembulan yang memberi endorsement. Keseluruhannya beliau-beliau itu tanpa dibayar sesen pun untuk jerih payahnya, namun itu sebagai perekat persahabatan.


Pembaca DdR adalah Sahabat Sendiri
Mustafa Ibrahim
Ari Moreno (pemusik)
Selain itu, banyak sahabat dibalik layar yang mengikuti prosesing hingga menjadi sebuah buku. Saking banyaknya teman dan sahabat hingga ada beberapa nama yang tidak tertulis dalam ucapan 'terima kasih' salah satunya di antara mereka hal ini hingga terjadi salah paham. Sedih harus menerima komentar yang berlawanan di saat luapan gembira dengan lahirnya buku tsb. Pembaca "Dandelion dalam Rindu" adalah orang-orang terdekat, keluarga inti, teman semasa sekolah, sahabat, tetangga, teman pengajian, teman komunitas musik KPMI & KFFRM, teman arisan bahkan temannya anak-anak saya, temannya si teman, dsb. Tak luput kedua orang tua dengan gaya komentar yang berbeda, ada pula keluarga terdekat yang terbiasa berkata-kata sinis, namun banyak juga yang larut dalam gembira. Ada pembeli yang langsung ke rumah, bernama Mustafa Ibrahim atau akrab dipanggil Kang Dadan. Di antara gerimis datang dari Banten dengan membawa emping. Beliau ini yang pernah memberi kesempatan karya saya baik berupa cerpen atau puisi dimuat di harian tempatnya bekerja. Ada juga pembaca berangkat dari kota sama, memiliki nama senada dan juga penulis dan bergelut dibidang musik, dia itu Ari Moreno (pemusik) yang kini mempunyai sebuah studio musik di kota Bandung. Rocker yang mau meluangkan waktu membaca cerpen.

Pembaca DdR_Ladys
Di antara para pembeli ada yang langsung membaca dan berkomentar tak lupa mengirimkan fotonya. Banyak yang membeli dan membaca tapi memilih 'no comment' dengan alasan tidak tahu apa yang harus ditulis, cukup berucap, "Salut Arie...semangat!". Ada yang tadinya tidak tertarik, namun seringnya saya posting di Facebook, lalu ia kirim pesan via inbox dan membeli. Ada yang berkomentar," Diluar dugaan ternyata Arie itu penulis." Menurut Amelia Habe, "Saya sebagai warga kelahiran Jember patut dibanggakan sebagai penulis". Selang beberapa waktu saya menerima pesan singkat dari paman atau paklek Chairil Saleh di Malang. "Arie, pagi ini aku memulai membaca "Dandelion dalam Rindu" sambil menggendong cucu dari Icha. Wow bahasanya sangat enak menggelitik nggemeske untuk pingin tahu endingnya." Terima kasih banyak temans dan menurut saya pujian Amalia Habe itu berlebihan, bikin saya merunduk malu. Saya masih pemula dan ini wujud dari mengejar impian itu, beragamnya komentar memberi getaran semangat kembali menulis. Menulis ....

Gaya pembaca KFFRM
Beberapa kiriman foto mereka dengan buku DdR bergaya inspiratif atau 'Berani Tampil Beda' meminjam istilah lagu ciptaan Dandung SSS mereka itu dipelopori oleh Adwi Hastuti disusul kang Asep Gunawan, paketu Bekti Nuswantoro, Regina, Bondan dan ditutup pasutri Donny Ananto & Eka Erika. Jelas saya mengenal mereka dengan baik, mereka adalah teman sekomunitas. Bahkan Bondan menyebutkan dua cerita pendek berjudul "Di Interlude Aku Jatuh Cinta dan Pianoku Tercinta" adalah dua cerpen "Benar-benar gaya mbak Rie sebagai penggemar Symphony, enaknya jadi penulis bisa mengekspresikan lewat kata-kata," katanya. Banyak juga para pembeli dan pembaca yang enggan me-request agar mau berfoto dengan buku tsb, bahkan ada pula mereka maunya gratis, sebaliknya ada yang membeli dua buku, tiga buku, lima buku bahkan sepuluh buku. Ada yang sudah membeli, paket sudah diterima hingga beberapa bulan susah ditagih. Yang paling tidak menyenangkan saat ada yang berujar dengan kalimat yang sinis,"Ah penulis pengarang adalah tukang mengarang cerita, yang iya bisa nggak, yang nggak bisa iya". Beragam komentar, sambutan atas kelahiran buku kumcer perdana. Sebelumnya saya pernah bergabung dengan 27 penulis alumni Beken dengan Cerpen dalam satu buku, terbit 3 Maret 2012.

Sinopsis Isi DdR 
Ibu - ibu Tetangga 
Menempati urutan ketujuh dari delapan cerita Pianoku Tercinta, ini awal kisah saya menulis cerita pendek genre remaja disaat usia sudah berkepala empat. Bila tak mengikuti kelas cerpen versi BC1 lima tahun yang lalu, mungkin saya tak memeras otak menciptakan cerita remaja yang beda dari biasanya dengan mengangkat cerita tentang piano. Piano yang dimakan rayap adalah kisah nyata, namun ditambah racikan beberapa curhatan para sohib teramulah jadi satu. Pianoku Tercinta pernah dimuat di majalah khusus cerpen yaitu Story Teenlit Magazine edisi 8/ThI/ 25 Februari-24 Maret 2010. 

Berangkat dari obrolan antar dua negara yang berbeda waktu. Intensitas obrolan melahirkan fiksi Cinta Sebatas Angan (CSA) adalah satu-satunya yang terbaru saat itu dalam hal penulisan, saya belajar menggunakan tiga bahasa Jawa, Indonesia dan Inggris. Ditulis spontanitas sebagai hadiah ulang tahun dan ternyata cerpen ini menarik perhatian tiga editor, yaitu pak Kurnia Effendi, pak Rudi Pekerti dan tentu sebagai editor awal Cak Tino sendiri. Uniknya lagi cerpen ini langsung saya terjemahkan dalam bahasa Inggris dan dibaca oleh teman saya yang berdomisili di luar negeri, melalui surel. 

Sama seperti CSA untuk cerpen Wajah di Balik Kerudung, ini adalah cerita pendek pertama dengan tema religie, banyak kekurangan disana-sini bahkan hal tsb menjadi sorotan dari pembaca bernama Antok Agusta. "Sebagai seorang penulis cerpen dalam menulis masih kurang liar. Dia masih terjebak pada frame kehidupan yang biaa-biasa saja. Arie tidak pernah meledak eruption yang harus mengagetkan, Arie harus terus berlari dan nggak perlu tengok kanan-kiri. Kau harus jadi seniman bukan hanya penulis cerita biasa, Arie ...kau harus!" tuturnya melaluiui pesan singkat. Komentar panjangnya bisa dibaca link : http://rachmarie-riritemaram.blogspot.com/2014/11/d-d-r-2.html

Paulie - Max - Bert - Aymeric Chotard
Sedangkan sebagian mereka menobatkan "Di Interlude Aku Jatuh Cinta" sebagai cerita tersedih. Dan rupanya benar cak Tino dalam pemilihan judul "Dandelion dalam Rindu" sebagai cerpen terbaik versi pembaca. Alasan mereka, cerita tersebut berkisah kasih sayang antara kakak dan adik juga antara anak dan orang tua meski berjenis remaja namun tidak terjebak dalam cerita remaja pada umumnya soal percintaan. Itu baru lima dari delapan cerita pendek yang terangkum dalam buku DdR. 

Ternyata pembaca lain terutama tiga tetanggaku (Bu Diah, Bu Sakti, Bu Isye) menyukai Nyanyian Malam Hati Perempuan (NMHP) cerita ditulis akhir 2009 hingga seperempat tahun 2010 lalu. Disana ada sosok misterius dan sedikit menegangkan, selain itu cerita tsb terpanjang di antara lainnya. Sewaktu menulis saya benar - benar mengalami sesuatu yang bikin merinding bulu kuduk, sempat beberapa bulan terhenti dan kemudian diteruskan hingga jadi novelet atau cerbung pertama dengan 49 halaman. Diurutan terakhir dalam susunan daftar isi adalah Meniti Asa, cerpen yang pernah dimuat di harian lokal Jambi, berdasarkan curhatan seorang tukang ojek bernama Bang Iyas, dengan dibubuhi sentuhan ala drama romantik, tetap mengedepankan fiksi. Di antara delapan cerpen ada tiga berkisah remaja, Pianoku Tercinta, Dandelion dalam Rindu dan Surat untuk Keith. Cerpen SuK itu unik dibuat sebagai tugas dari BC1 untuk misi pembuatan buku. Para peserta rata-rata alumni BC disuruh mengirimkan satu cerita yang pernah dimuat, dan satu cerita yang 'fresh oven' alias benar-benar baru. Terdesak waktu nan mepet dan dalam tempo empat hari melalui inbox, saya mengejar target tokoh utamanya waktu itu saya baru mengenalnya lewat status-status facebook, hingga timbul ide dan hal tsb terbaca diakhir cerita. Selebihnya dewasa dan satu mencoba religie, namun keseluruhannya ending cerita memberi peluang para pembaca untuk berpikir sendiri.
Dalam buku tsb tersaji delapan cerita pendek adalah sbb :
1. Di Interlude aku Jatuh Cinta  
2. Dandelion dalam Rindu
3. Cinta Sebatas Angan 
4. Wajah di Balik Kerudung 
5. Surat untuk Keith 
6. Nyanyian Malam Hati Perempuan 
7. Pianoku Tercinta 
8. Meniti Asa

Penjualan Online
Kini setahun berlalu, banyak suka duka dalam kelahiran buku tsb. Sebagai penulis, merangkap tukang promosi, pengiriman, pengetikan komentar-komentar dan penyuntingan foto dsb adalah all in melelahkan sekaligus menyenangkan. Semuanya menjadikan saya kaya pengalaman menghadapi para pembeli. Berlapang dada menghadapi komentar miring, merasa lega dengan komentar membangun dan merasa sedih masih ada saja yang meminta gratisan, kecuali memang beberapa orang yang mendapatkan free dikarenakan sesuatu hal. Pro dan kontra, positif dan negatif semuanya diterima dengan hati gumbira, sebagai bahan penulisan berikutnya. Walau impian saya pupus yaitu buku tsb bisa tampil display bersama buku karya penulis lain dalam gerai toko buku terkemuka di negeri ini. Alhamdulillah telah terjual 150 eks, angka yang kecil namun harus disyukuri, tanpa campur tangan Allah SWT semua tidak akan terwujud manis. Akhir kata, "SELAMAT ULANG TAHUN" DdR-ku tanpa perayaan, tanpa launching sebelumnya, kau karyaku lahir prematur dengan dana seadanya untuk pembaca yang hangat, yang menghargai karya penulis. Kaulah pembaca DdR itu sahabatku sendiri.

Buat Pembaca Blog yang berminat untuk order buku kumpulan cerpen "Dandelion dalam Rindu" ini silahkan hubungi e-mail : rachmarie8868@gmail.com atau rachmarie8868@yahoo.co.id phone /SMS/What'sApp :+62 8139855 8868
Terima Kasih.


Salam,
Arie Rachmawati