Pilihan Penulis
Oleh Arie Rachmawati
Bagi pembaca blog ini sebelum membaca tulisan ini, sebaiknya membaca tulisan sebelumnya silahkan membuka link : http://rachmarie-riritemaram.blogspot.com/2014/11/d-d-r-1.html
Melanjutkan cerita, bagian ini adalah bagian mendebarkan karena saya membaca komentar panjang para pembaca seperti melihat papan pengumuman kelulusan saat kita bersekolah. Siap nggaknya menerima kritikan yang membangun, sanjungan yang membumbung atau sorotan sinis. Beragam kata terangkai sebagai kata hati mereka dipersembahkan sebagai bentuk apresiasi untuk buku kumcer Dandelion dalam Rindu. Sebelum melanjutkan cerita ini, baiklah saya akan sharing cerita,
Saya ini suka membaca dan mengkoleksi beberapa buku (novel) karya penulis lokal maupun dari luar. Salah satunya suka sekali dengan karya penulis yang tata bahasanya gaul. Dan senang saat menemukan akunnya penulis tsb di facebook. Lama sekali untuk mendapat konfirmasi pertemanan, setelah menjadi teman, namun apresiasi saya kepadanya tidak mendapat balasan. Menunggu dan menunggu satu tahun lebih, padahal saya sudah sertakan scaner 6 bukunya. Sebagai pembaca saya kecewa, mencoba berbesar hati hingga memutuskan untuk unfriend saja. Biarlah saya tetap menjadi pembacanya, bukan mengagumi orangnya tetapi karyanya. Kejadian itu terbersit bila nanti saya menjadi penulis saya jangan seperti itu. Bagaimana pun pembaca yang sudah membeli buku adalah Raja. Kini saya menjadi penulis, dan saya tidak ingin seperti dia.
Fariz RM & Oneng DR |
Fariz RM : "Topik dan konflik romantik yang di "pilih" sebagai tema/inti cerita sebetulnya sangat menarik. Mungkin cara penyusunan penyampaiannya yang harus dibedakan. Misal : jangan semua peristiwa disajikan berurut. Kadang-kadang di"lewati" (skip) dulu, untuk kemudian di"ingatkan" kepada pembaca melalui penyampaian (seolah-olah) flashback. Jadi nggak terasa monoton dan lebih dinamis penyampaiannya. (2Mei 2014)
Bukan saja mas Fariz RM yang memberi komentar bahkan bunda Oneng Diana Riyadini pun berujar, "Membaca cerpenmu seperti mendengarkan Arie bercerita ... "
Bukan saja mas Fariz RM yang memberi komentar bahkan bunda Oneng Diana Riyadini pun berujar, "Membaca cerpenmu seperti mendengarkan Arie bercerita ... "
Kurnia Z S |
Agus R Hadi |
Pembaca buku saya itu beragam meski mereka orang yang saya kenal baik dunia nyata maupun dunia maya. Setiap komentar, tanya jawab telah disalin kedalam file, Namun, higga masa penulisan ini file yang dicari belum ketemu. Sebut saja Kurnia Zulkarnaen Soehoed dari Jember yang menyukai cerpen Pianoku Tercinta, karena ia seorang pianis. Rasa sukanya dituliskan dalam obrolan panjang via WA. Tentu saja ia tak menyadari dengan menulis tsb ia sudah meluangkan waktunya selain membaca dan menulis. Sementara ini ia dikenal teman-teman sebagai sosok yang sedikit bicara, disegani dan nggak merasa bisa menulis. Buku saya telah membuatnya bicara. Agus Rachmat Hadi, mungkin satu - satu pembaca yang tidak antusias saat menerima kiriman buku, dikarenakan ia sudah membaca lewat surel sebelum naskah itu menjadi buku. Ekspresi suaranya datar, ucapan selamat pun hambar. Tetapi dibalik itu ia satu-satunya yang gencar membantu doa dari proses menawarkan naskah ke penerbit sampai untuk kelancaran penjualan buku kepada teman - teman sekolah dan keluarga. Dan ia pun lebih memilih membeli daripada mendapatkan buku tsb 'free' sebagai jerih payahnya. Mereka berdua setidaknya membaca tulisan saya sebagai ex teman sekolah.
Berbeda lagi dengan Edwin Satria Hadi,
Berbeda lagi dengan Edwin Satria Hadi,
teman sekelas ini masih seperti dulu, rajin support saya namun malas membaca, bahkan ia menanyakan isi ceritanya. Katanya, "Mending aku diceritain Riek, daripada membaca, kayak nggak tahu aku aja Riek. Sebagai sahabat aku membeli biar merasakan rasa gembiramu, itulah mimpimu, biarlah istriku yang membacanya." Di antara mereka, orang pertama dari angkatan alumni SMPN1 Jember angkatan 1981-1984 adalah M.Zamroni memborong tiga buku, sayangnya ia hingga tulisan ini diturunkan enggan berkirim foto melengkapi kebahagiaan hati.Siapa lagi?
Banyak sekali, itu sebagian kecil dari 150 eks buku yang terjual, namun
dari kesemua itu saya menarik empat nama yang berhasil mencuri perhatian
saat membaca komentar - komentar dan kiriman fotonya.
Antok Agusta |
Namun dalam membaca cerpen Arie, saya merasa semakin mengenal dan mengerti siapa Arie dan mau apa sebenarnya dia. Arie memang lain dari cerpenis-cerpenis yang pernah saya kenal atau pun yang karyanya pernah saya baca. Arie bukanlah seorang ahli bahasa yang mampu berakrobat kata-kata macam Edgar Allan Poe atau mungkin Ernest Hamingway. Atau kalau cerpenis Indonesia; Arie bukanlah sejajar dengan Ags Arya Dipayana, Yanusa Nugrono, Agus Noor, Djujur Prananto, Adek Alwi atau bahkan Seno Gumira Ajidarma. Arie Rachmawati adalah sesosok cerpenis yang mampu menjadi dirinya sendiri. Sepanjang saya membaca banyak karya cerpenis dalam dan luar negeri, baru Arie lah yang konsisten dengan mimpi dan keinginanya. Dia tetap Arie yang Rachmawati dan tidak ingin menjadi siapa-siapa. Seperti apa yang sering dia ungkapkan, bahwa dia cuman penikmat musik bukan pemusik, apalagi bercita-cita yang lebih dari itu. Itulah Arie yang polos dan lugu tadi. Selalu dia pakai nama panggilannya untuk tokoh-tokoh dalam cerpennya yang berhubungan dengan cerita tentang para idolanya. Sebenarnya Arie tidak mencintai sebuah karya musik dari seseorang idola tertentunya, bahkan dia berusaha untuk mencintai sang idolanya lewat imajinasi dalam tokoh dalam cerpennya…. Arie sungguh luar biasa menurut saya. Tenang dan mengalir bak air yang tujuan terakhirnya tetaplah lautan. Walau perjalanannya harus melalui selokan, ngarai atau bahkan jeram sekali pun. Kalau saya harus menjadi aktor dalam bermain teater, maka saya harus mampu menjadi orang lain. Sehingga penonton saya terpukau oleh permainan acting saya. Demikian pula bila saya harus menulis cerpen… saya harus rela melepaskan karakter keseharian saya. Dengan kepolosan dan apa adanya, justru Arie bermain dengan yang sebaliknya. Dia tetap bermain total dengan dirinya sendiri sehingga pembacanya yang detail pasti akan mampu mengenal siapa Arie sebenarnya dan apa yang dia inginkan lewat cerpen-cerpen karyanya. Akhirnya…. Selamat dan sukses buat Arie Rachmawati, terus berkarya jangan berhenti sampai disini. Bertanhanlah dengan be yourself-mu, karena tak sembarang orang sanggup sepertimu. Karena suatu saat dirimu pasti akan mampu untuk membangun acting is believing untuk suatu Panggung Perak teater-mu.
Salam Budaya….. (Antok Agusta/Pasuruan)
Tyas Amalia Yahya |
Bisa kebayang reaksi wajah Tyas Amalia Yahya yang sangat akrab di dunia musik saat ini. Intensitas keterlibatan dibalik layar sebuah konser musik tentu menyukai cerita terpanjang itu di kumpulan cerpen tsb. NMHP yang tertulis disana serasa cerita nyata tetapi jelas-jelas itu sebuah fiksi yang dibangun dari kumpulan imajinasi yang dilatarbelakangi lagu-lagu Kadri Jimmo the Prinzes. Lima tahun lalu akrab ditelinga. Eskpresi rasa suka bukan karena penulisnya, tetapi hampir keseluruhan tokoh cerita sudah familiar di Facebook. Hal tsb menjadi obrolan bersambung melalui What'sApp.
Rini Setio ini memang seorang penulis jauh sebelum saya menelurkan karya. Ia pernah mengirimkan cerpennya dan dimuat di majalah Anita Cemerlang. Hebat! Saya waktu itu selalu gagal, dan dia bisa tembus. Namun kini nyalinya kendor, ia perlu penyemangat dan berdasarkan cerita suaminya Setio Adi Waskito (teman SD Pagah II Jember/1980-1981) sepertinya saya dijadikan semangatnya. Kini ia mempunyai blog dan sudah nyaman menuliskan kegiatannya, puisinya dan cerita pendeknya. Itu sebabnya setahun lalu saat saya sedang promo lewat inbox, sangat antusias membeli padahal saya sendiri sebagai penulis belum menerima satu buku sebagai tanda jadinya. Hebatnya Rini!
Setelah menyimak tulisan diatas maka saya memutuskan sahabat - sahabat ini sebagai pembaca pilihan adalah sbb :
- Antok Agusta (pembaca dengan komentar terpanjang)
- Tyas Amalia Yahya (pembaca dengan komentar ekspresif)
- Amelia Habe (pembaca dengan komentar terheboh)
- Rini Setio (pembaca tercepat pemesanan online), terpilihnya mereka berempat sebagai pembaca berdasarkan alasan yang berlaku selain menyemarakan suasana setahunnya Dandelion dalam Rindu ditangan para pembaca. Penilaian berdasarkan kata hati saya, yang menurut saya bisa sebagai bahan penyemangat diri. Baik juga bagi pembaca lain yang minat dalam penulisan.
Terima kasih buat para bidan buku ini. Terima kasih buat semuaaaaanyaa....
Salam,
Arie Rachmawati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar