Singo "Pemulung Kaset Lawas Indonesia" dari Yogyakarta
Yogya, peringatan hari kemerdekaan negara Indonesia 2011
bertemu teman dengan hobby sama
seperti mendapat anugrah
semua yg dibicarakan adalah persamaan
meskipun ada perbedaan
dan itulah kemerdekaan !
Terima kasih atas hari yg indah
bertemu orang luara biasa, Arie Rachmawatie.
Singo, 17/8/2011
Di atas itu adalah kutipan tulisan dari pak Singo. Beliau itu sangat antusias menyambut kedatangan saya, saat berkunjung ke rumahnya. Janji pun telah disepakati, saya baru bisa berkunjung, setelah beliau meninabobokan putri bungsunya,dan saya setelah sholat taraweh. Saya diantar oleh putra sulung (Aryo Rizky Putra), Alhamdulillah tidak menemui kesulitan saat mencari rumah di komplek perumahan yang tak jauh dari tempat kos anak-anak di Pogung Kidul.
Seperti telah mengenal teman lama, sosok pria tinggi 170cm dan berkaca minus, sangat kebapakan muncul membukakan pintu gerbang. Kemudian, di ruang tamunya mengalirlah cerita demi cerita, saling bersaut-sautan seakan kami berdua tak ingin ada waktu terdiam dalam sepi. Sementara putra saya menyimak cerita demi cerita.
Seiring jam berjalan, beliau menunjukkan dokumentasi foto bersama beberapa musisi tanah air yang ternyata selera bermusiknya senada dengan saya. Dan seperti tertulis diatas itu, beliau membendel tulisan para musisi, hal itu membuat saya teringat klipingan saya yang menjadi santapan rayap-rayap gragas walau pun hanya sebatas tentang Fariz RM dan grup band-nya. Saya kagum kepada beliau saat ditunjukkan tentang liputan dari sebuah majalah lokal berjudul "Memutar Kenangan Mendengarkan Kisah" dan beberapa artikel tentang beliau dengan hobinya itu.
"Wow...speechless!" pekik saya spontanitas, saat beliau mengajak saya menuju ruangan yang penuh dengan kaset-kaset jadul tersusun rapi, bahkan ada yang di dalam kardus dengan susunan nama penyanyi tertera diluar kardus tsb. Tujuannya untuk memudahakan pencarian, bila dibutuhkan. Ruangan tersebut pun dilengkapi dengan seperangkat tape dengan kabel-kabelnya (maaf saya kurang paham urusan ini) yang bisa mengkonversi suara kaset magnetik menjadi suara digital yang siap berkomunikasi dengan sesama teman sehobi di dunia maya.
Tahun 2007 mulai main Multiply, akhir tahun mulai berburu untuk membantu teman-teman mencari kaset bekas tanpa terbersit menjadi pemulung kaset, kemudian sadar bahwa punya akses untuk ikut mendokumentasi karya-karya musik Indonesia. Saya juga masih menyimpan beberapa kaset lagu lawas, dan masih asyik diputar ulang dalam tape, namun saya tidak sebanyak koleksinya pak Singo itu.
Cerita pun berlanjut, ketika berburu tanda tangan dan berfoto bersama musisi yang kebetulan mengisi acara di Yogyakarta, adalah bentuk perjuangan. Asyik dan seru karena saya pun demikian, berusaha dulu baru menyerah. Untuk kesempatan foto bersama tidak menemui kegagalan, namun harus melewati jalan berliku, istilah beliau, "Ada ring nomor satu, jadi agak susah memintanya, Mbak," ucapnya pias. Terlintas kesedihan di wajahnya.
Dari obrolan itu saya menyimpulkan, bahwa pak Singo sangat dekat beberapa artis/musisi/penyanyi hingga seperti saudara, kerabat dan sahabat. Untuk jumpa pertamanya dengan musisi/penyanyi Fariz RM, beliau kalah dengan saya. Saya bertemu dengan mas Fariz RM, 14 Juni 1989, ketika rombongan artis ibulota singgah di Jember dalam rangka road show bersama 7 Bintang, Rumpie's, Superdigi dkk. Pak Singo bertemu saat event musik YogyaJazzEconom, Juni 2011 lalu. Pertemuan itu membawa kesan, hingga beliau ingin bergabung dalam Komunitas Fanstastic Fariz RM, atas saran dari mbak Oneng Diana Riyadini, istri pelantun tembang Sakura-Barcelona itu, maka menghubungi saya.
Flashback...
Berawal dari percakapan setahun lalu, ketika nama Singo menanyakan tentang CD KJP "Indonesia Hebat" di dinding nya Kakak Kapten Kadri KJP (Kadri Mohamad). Saya pikir nama itu nama samaran, seperti kebanyakan beberapa teman dalam dunia maya. Kebetulan waktu itu saya berada di Yogyakarta, pada bulan yang sama Agustus tetapi setahun lalu 2010. Saya membawa CD tersebut, sayang beberapa kali membuat rencana pertemuan tidak jadi alias gagal dengan alasan masing-masing. Alhasil CD KJP, saya bawa pulang kembali ke Bogor. Singkat kata CD terkirim lewat jasa ekspedisi langganan saya. Setelah itu, beberapa kali tegur sapa lewat SMS dan facebook
Saya tidak tahu siapa beliau, yang saya tahu, sering berjumpa dalam suatu komentar di dinding para musisi senoir. Dan ternyata beliau pernah tinggal di Jember. Kota itulah yang memperat obrolan kami, mengulang cerita lama yang pernah di lalui di kota yang sama. Dari percakapan itu, banyak persamaan terutama soal berburu kaset.
Maklumlah jadul hanya beberapa toko kaset yang koleksinya lengkap dan up to date. Menabung dari uang saku adalah bentuk perjuangan untuk mendapatkan sebuah kaset dari penyanyi favorit. Pantas saja percakapan itu gayung bersambut, mungkin dikarenakan usia yang tak jauh berbeda dan kebetulan mempunyai selera yang senada seirama.
Dari sekian deretan kaset-kaset yang berbaris rapi di lemari kaca itu, saya menemukan kaset album Los Morenos. Lagu Quando dan Katakanlah yang sempat saya bawakan saat tampil dalam Malam Perpisahan SMP Negeri 1 Jember, April 1984 lalu, bersama vokal grup ABC dengan 12 personel mewakili kelas 3A,3B dan 3C, membuat lamunan saya kembali ke peristiwa 27 tahun yang lalu. Acara tersebut adalah puncak kebanggaan semasa remaja saya dalam bermusik, walau sebatas pentas seni sekolah.
Tentang vokal grup Los Morenos saya mengenalnya dari orang tua dan mas Juned (Junaidi Musliman), saya sangat berharap bisa memilki format mp3-nya sebagai bentuk perwujudan seperti judul artikel dalam majalah daerah setempat (Yogyakarta) yaitu "Memutar Kenangan Mendengarkan Kisah".
Cerita kembali ke ruang kaset.Di sisi dinding sebelum menuju ruangan itu, setumpuk kaset Fariz RM bergeletak mengundang gairah ingin memiliki. Meski sekarang jaman sudah digital dalam bentuk CD dan DVD, bagi saya memiliki kaset jadul adalah kebanggan. Lebih bangga lagi bahwa saya bisa menyimpan dengan baik, merawat dan bisa mendengarkan kembali . bahkan dalam Komunitas Pecinta Musik Indonesia teman-teman sekomunitas berburu PH (piringan-hitam) sangat diminati. Mereka benar-benar kolektor sejati. Saya meski anggota KPMI belum sehebat teman-teman sekomunitas itu.
Mengutip tulisan pak Singo di atas. Saya bukan lah tamu yang luar biasa, justru beliau-lah yang luar biasa, karena tujuan mengkoleksi bukan untuk komersial, murni sebagai kolektor dengan niat ingin mendokumentasikan sejarah bermusik lewat kaset. Kami saling memuji, saling menghargai kelebihan masing-masing adalah karunia dan jalinan keakraban dalam berkomunikasi.
Malam itu serasa tak ingin cepat berlalu, saya belum puas melihat koleksi-koleksi milik pak Singo, namun keterbatasan waktu dan harus segera pulang mengingat pintu gerbang tempat kos anak akan segera ditutup, maka saya dan Ryo berpamitan. Tak lupa sesi mejeng bersama adalah kenangan bahwa dari teman maya menjadi teman nyata dan narsis itu hukumnya wajib buat fesbuker.
Itulah cerita kunjungan saya ke rumah teman baru pak Singo Tj sebagai Penikmat Musik Sehati (Episode 1), semoga saya bisa bertemu teman-teman lain sehati dalam bermusik terutama Musik Indonesia. Bravo Musik Indonesia, kembali jaya-lah seperti dekade-dekade sebelumnya.
Salam,
arie rachmawati