Minggu, 26 Februari 2017

Nostalgia


Tentang Dia 
dalam Kurnia dan Pesona 
Oleh Arie Rachmawati


Setiap orang mempunyai kisah lalu, baik peristiwa suka maupun duka, kejadian manis maupun pahit tetaplah bagian dari perjalanan hari-hari kita. Begitu pula dengan sepenggal kisah lalu yang pernah mengisi hari-hari saya tepatnya Juni 1982, saat liburan kenaikkan kelas. Liburan ke Yogyakarta dari Jember. Diusia yang tergolong amat muda, ketika dua hati terpaut dalam satu busur anak panah. Jatuh hati bersamaan, bukan bertepuk sebelah tangan. Perbedaan usia rasanya melebur sesaat dalam suasana suka.

Mungkin ini tergolong suatu kebetulan yang berulang-ulang. Walau dalam kenyataan, hidup tak ada yang kebetulan tetapi semua telah diatur oleh Sang Pencipta jagat raya yaitu Allah SWT. Perkenalan dalam gerbong kereta api ekonomi jaman itu bernama Argopuro (sejenis KA Logawa jaman kini). Tentunya suasana 1982 itu dominan warna vintage. Lamunan kembali dalam lukisan suasana gerbong kereta yang hiruk pikuk, penumpang kelas ekonomi berbagai macam status sosial. Terlebih suasana liburan, waktu itu banyak penumpang yang seusia dengan saya. Ada pula pedagang ayam (dengan suara ayam tak pernah diam) dan penjual asongan makanan/minuman hilir mudik bila kereta berhenti di setiap stasiun yang dilewati. Penumpang yang beruntung bisa duduk, tetapi lebih banyak berdiri hingga terkantuk-kantuk. Belum lagi udara panas, menghadirkan bau-bau keringat tak sedap.

Namun bagi saya hal itu tak pengaruh apa-apa. Sesuatu yang indah sangat memukau yaitu pemuda yang duduk di depan saya itu, berpenampilan sederhana, sangat kasual kaos dan celana jeans belel dan tas ransel di punggungnya adalah pemuda yang sangat menarik hati. Sepanjang perjalanan kereta api dari stasiun Gubeng menuju stasiun Tugu Yogyakarta serasa lamban.Salah tingkah, mencuri pandang, kadang beradu  pandang, membuang muka, menunduk malu, tersenyum, tersipu malu. Semacam kegiatan-kegiatan datar yang berlaku saat itu. Menurut tutur katanya, ia akan melanjutkan perjalanan dengan kereta berikutnya hingga ke Bandung. Di Yogyakarta sekedar transit. Sementara saya dan rombongan keluarga dari Jember, memang tujuan utama ke Yogyakarta. Itu liburan pertama kalinya mengenal kota Gudeg. Tak ada pertukaran nomor ponsel, apalagi foto selfie bersama. Cukup saling menulis nama dan alamat rumah masing-masing, kemudian jabat tangan mengakhiri perkenalan dengan lambaian tangan.

Tak ada kelanjutan pertemuan berikutnya bila dia tak berupaya mencari pencuri hatinya. Dan sekali lagi Allah SWT mempertemukan kami di jalan Malioboro. Sepanjang jalan berjalan bersama dengan rombongan keluarga, sementara dia menuntun vespa-nya hingga tiba di rumah bude di Jetis Kulon. Benar - benar tak menyadari kehadirannya itu bukan semata untuk saya. Saya pikir karena ia mahasiswa sederajat dengan dua kakak sepupu, jadi saya pun cuek. Usai sholat Isya' segera beranjak tidur. Ternyata ia menunggu dengan sabar. Atas support kakak - kakak saya, akhirnya saya menemuinya di ruang tamu. Rumah bude, tempat berkumpulnya para warga yang akan beronda, yang sedang bermain karambol, atau bermain gitar. Ramai sekali. Kebetulan lagi, ia meraih gitar akustik itu. Dan siapa menyangka sebuah intro yang familiar ditelinga tiba - tiba terdengar itu lagu Kurnia dan Pesona yang dinyanyikan-nya dengan sepenuh hati sebagai tanda mata, hingga kini.

Alunan itu mencairkan suasana yang kaku, canggung. Usia saya waktu itu 14 tahun, diajak mengobrol pemuda berstatus mahasiswa semester dua, dari sebuah Institut Teknologi Surabaya. Seakan dunia gelap, tersekat dinding bisu tanpa sepatah kata berbalas. Namun ketika kami berbincang-bincang seputar lagu-lagu karya musisi Fariz RM, keadaan yang membeku menjadi cair, nyaman, secerah mata terbuka, serasa menyapa teman lama dan seketika mengakrabkan diri.Di Antara Kata-kata, Sandra Ameido, Nada Cinta, Malam Kesembilan tak luput Sakura. Dan tentu saja lagu yang baru dinyanyikan olehnya.

Kurnia dan Pesona, lagu yang banyak di-request pendengar radio, berada diurutan teratas di kasetnya Fariz RM terhits dari album Peristiwa 77-81. Kurnia dan Pesona memberi kesan sendiri, dan menduduki tangga teristimewa dalam catatan buku harian. Kaguman itu semakin bertambah saat ia bercerita tentang perjalanan musiknya. Tak menyangka ia seorang penabuh drum dari SMAN di Bandung. Walau waktu terbatas rasanya sepanjang malam bersamanya begitu padat.

Perjumpaan sesaat, perkenalan istimewa, perpisahan termanis adalah rangkuman peristiwa tercantik yang telah mengukir kenangan tentang dia terbungkus dalam senandung Kurnia dan Pesona. Lagu itu (mungkin) masih mengalun, dinyanyikan kembali olehnya tetapi di dunia yang berbeda. Bagi saya dia adalah kurnia dan pesona dari-Nya. Cerita ini ditulis tanpa mengenyampingkan keberadaan keluarga masing - masing, sebagai wujud penghormatan terakhir kenangan tentangnya. Ia telah bahagia kembali kepada-Nya, dan semoga husnul khatimah. Cepat atau lambat nanti kita semua akan menyusulnya.

Al-Fatihah

Rabu, 22 Februari 2017

A k t i v i t a s k u :

Sarung Bantal Kursi Tamu
Oleh Arie Rachmawati


Berawal bulan puasa Ramadhan menjelang lebaran tahun lalu (2016), tiba - tiba terpikir untuk mengganti sarung bantal kursi (sofa) dengan karya sendiri. Dibarengi semangat membara, dalam suasana puasa, jadwal memasak bergeser sehingga terkejar pekerjaan tsb. Pas malam takbiran, rampung tujuh sarung bantal kursi, perpaduan dari rajutan dan sulaman. Sedap dipandang mata, suasana baru ruang tamu disertai gema takbir. Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar walillah ilham ...

Berjalannya waktu, ternyata pasca lebaran, sarung bantal kursi tsb mulai diminati beberapa teman dan tetangga. Sarung bantal kursi karya sendiri yang dibuat dari kain blacu dihiasi sulaman dipermanis dengan pinggiran renda rajutan, ada pula rajutan yang ditempel ditengah media sarung bantal tsb, menjadi daya tarik pikat sendiri. Meski ada permintaan pemesanan sarung bantal, saya baru berani memenuhi permintaan keluarga sendiri. 



Akhirnya satu persatu rampung. Sarung bantal kursi bernuansa biru adalah sebuah 'request' dari menantu di Cilacap. Sementara sarung bantal bernuansa oranye adalah permintaan Mama di Jember. Yang perlu digarisbawahi meski dibuat dari benang berwarna yang sama tetapi masing - masing sarung bantal tsb ending-nya tidak sama, serupa tapi tak sama.



Bukan rahasia umum bahwa saya mengerjakan semua dari menggambar, menyulam, merajut mengikuti kata hati dan kadang saya sendiri lupa cara membuatnya. Namun hal tsb menjadikan ciri khas unik handmade koleksi Yoando Crochet, seperti tahun kemarin, tahun ini jelang Lebaran 1 Syawal 1438 H, sudah rampung empat sarung bantal dan satu lagi masih dalam penggarapan finishing. Alhamdulillah jelang usia lima puluh tahun, saya menemukan kenikmatan berkreasi dengan rajutan. Barakah Allahu fiikum ...

Terima kasih

G a l e r i  F o t o :


Rabu, 15 Februari 2017

Yoando Crochet edisi :

Berburu Benang Rajut
Oleh Arie Rachmawati


Assalamualaikum wr wb.
Mungkin saya termasuk perajut yang banyak ber-hunting ria dengan benang baru menemukan ide untuk berkreasi, daripada para perajut lainnya yang sudah menentukan project yang akan dikerjakan baru menemukan benangnya.
Jangan pernah menanyakan kepada saya,"Mau bikin apa Bu?" ... karena jawaban nya adalah, "Saya nggak tahu."
Benar, saya tidak pernah tahu saya akan membuat apa, tapi begitu menemukan ide maka saya akan meraih benang-benang yang dirasa sesuai dengan ide tsb.
Chemistry antara benang dengan pikiran dan tangan ini akan membuahkan 'something' yang diluar dugaan. Suatu hari saya mengamati tutorial di Youtube, ternyata pikiran saya tertuju pada deretan benang yang berjajar rapi di rak benang. Karena dirasa benang tsb sesuai dengan tayangan di Youtube tsb, saya pun mengerjakan nya dengan penuh semangat dan akhirnya-nya cukup dua hari project saya kelar, yaitu sebuah syal biru gradasi.

Itu kekuatan chemistry-nya, bahkan November 2013 awal² saya mengenal rajutan dimulai dengan membuat tas selempang cukup 24 jam. Meski hasil perdana masih belepotan, namun saking senang-nya terhadap benang yang dipegang saat pengerjaan rajutan bisa memberikan semangat yang super.
Lebih bersemangat lagi bila pemilik toko benang, sangat 'welcome' dan saya mendapat info seputaran rajutan. Intinya nggak pelit (medit) ilmu rajutan. Saya bisa menjadi pelanggan setia toko tsb. Setiap toko benang menjual barang yang berbeda dengan toko lainnya, meski sama-sama benang katun atau benang wol lokal. Lain halnya ada toko yang khusus menjual benang-benang import. Bahkan saya bisa menciptakan satu warna baru dari benang wol lokal yang biasanya banyak dijual di pasaran/warung. Hal ini menepis anggapan bahwa koleksi benang saya, didominan benang-benang berkelas atau benang import yang didapatkan saat hunting ke luar negeri atau ke pelosok dusun terkecil.

Keseruan saat hunting pun menjadi bahan tulisan yang mungkin menjadi inspirasi perajut, pembaca. Apapun bisa dibagikan mungkin sebagai rekomendasi toko, atau setiap benang mempunyai kecocokan masing-masing dengan project kita.
Itulah kenikmatan baru 'hunting benang' yang sederhana dengan membuat semangat penuh gairah dengan begitu akan menimbulkan rasa bahagia. Bahagia tsb bisa mengusir segala kepenatan, bisa menstabilkan gula darah dan bisa meredam asma kambuh.
So jadi itulah mengapa hunting benang bagi saya sangat berperan banyak untuk sebuah karya baru yang akan dihasilkan menambah koleksi rajutan di Yoando Crochet Collection.
Terima kasih Pembaca


Wassalamualaikum wr wb
Arie Rachmawati