Kamis, 25 Oktober 2012

My Journey Two Weeks (1)

My Journey Two Weeks

oleh Arie Rie Rachmawati pada 25 Oktober 2012 pukul 6:06 ·

Episode One
Judulnya memang "My Journey Two Week" tapi saya ndak  akan menulis dalam bahasa Inggris.
My Journey Two Week terjadi selama dua minggu terakhir ini, tepatnya hari Minggu pertama sampai minggu ke tiga dibulan ke sepuluh 2012.
Ujuq-ujuq saya dapat persetujuan dari si Ojob, ketika saya mengajukan ingin pulang ke Jember Ohoi cihuuuyy....!

Sepanjang perjalanan dari Bogor ke Jember lancar dan tidak membosankan, karena ada segenggam rindu dalam angan yang ingin terwujud nyata.
Sewaktu menginjakkan kaki di Terminal Tawang Alun Jember, saya sengaja tidak memakai jasa taksi melainkan memanggil tukang becak.
Sepanjang jalan menuju rumah, saya melihat orang menjual minuman "Legen" dan saya berhenti, minum segelas sambil mengajak tukang becaknya. Sepertinya tukang becaknya heran, lalu berujar, "Sampeyan niku TKW yah mbak, sampun pirang tahun mboten mudik?" (artinya : Sampeyan itu TKW, sudah berapa lama nggak mudik?). Ya spontanitas, saya geli dan hampir keseleq. Dalam hati apakah ada potongan saya ini TKW, wkwkwkw :-)
Minum ditempat dan memborong sebotol Legen, walau rasa legen-nya nggak seperti yang jadul, tetapi untuk tombo kangen nggak apalah.

Perjalanan dilanjut hingga sampai di depan rumah Mama, di Perumahan Surya Milinia, Mangi Jember. Mama kaget dan tertawa.
Untuk tahun ini saya cukup banyak bertemu dengan Mama, saya ingin kesempatan ini digunakan mencari beberapa teman satu grup (vocalgrup ABC jaman SMPN1 Jember), selain ingin bertemu Bapak. Senangnya bisa menikmati kembali masakan Mama, dan seperti biasanya acara bongkar-bongkar oleh-oleh segera dimulai.

Sehari berada di Jember, saya memulai aktivitas dimulai dengan menyapa Atik 3D (Tri Mei Wati Haryoto) , meski saknyut  say hello dan berjanji akan bertamu lagi. Lalu saya mencoba menyelusuri memori lama, mencari keberadaan pemain bass cetolnya ABC Vocal Grup, bernama Agus Rachmad Hadi atau lebih akrab dengan sebutan "Nanang Keceng". Berdasarkan feeling saya mencari info ke tetangganya di Jalan Tampak Siring daerah GNI, entah sekarang bernama jalan apa, saya nggak memperhatikan itu.  Ternyata saya mendapatkan info dan sedikit kecewa karena rumah yang saya tuju ternyata sepi seperti tak berpenghuni. Walau saya telah mendapatkan nomor telepon rumahnya.
Nyaris putus asa akhirnya secarik kertas saya lempar ke halaman, belum meninggalkan rumah sepi itu, saya sangat berharap bertemu dengannya.
Berbicara tentang Nanang Keceng ini, sebenarnya setiap ada kesempatan ke Jember saya sempatkan mencarinya namun sampai hari itu tak membuahkan hasil. Saya menelpon nomor itu tak pernah ada jawaban. Lalu saya melanjutkan menemui sanak saudara dan beberapa teman sekolah yang bisa saya temui tanpa membuat janji sebelumnya, karena saya takut tidak menepati janji itu.


Pagi yang ramah mengantarkan saya bertemu Anggraeni Rita Sari atau Renny Ronggo, si pemilik Zoya Jember di Kreongan itu. Renny sangat terkejut saya ujuq-ujuq muncul di halaman rumahnya yang asri dan penuh kehijauan di kebun belakang. Bergaya sebentar dan segera pamit melanjutkan target berikutnya.     Terlebih saya mendapatkan nomor hape nya Atim Sahri, saat saya berkunjung ke rumahnya di Gang Parit. Rumah itu masih seperti dulu, berjejer di lorong sempit dan wajah-wajah familiar menyapa dan memberi tahu bahwa ybs sedang bekerja di Bali. Meski tak bertemu wajah namun jalinan silaturahmi kembali terjalin dalam obrolan seluler. Atim Sahri itu teman sekelas dari kelas C-1 s/d 3 SMPN 1 Jember, teman berangkat dan pulang sekolah berjalan kaki. Saya nggak akan pernah lupa wajahnya. Saat memperhatikan REUNI SMPN 1 Jember setahun lalu, sepertinya saya tidak menemukan sosoknya dalam upload-an foto-foto dari para alumnus.

Hari berikutnya dan berikutnya saya senang sekali hampir semua target satu persatu terpenuhi. Bahkan yang nggak termasuk daftar pun yaitu temannya pak Eric Martoyo vokalis MONTECRISTO, MC-KJP-Makara mempunyai fans bernama bapak Bambang yang kebetulan beliau rekan bisnis nya pak Eric Martoyo. Unik, unik sekali saat berjabat tangan beliau langsung bercerita tentang koleksi kaset-kasetnya.  Kebetulan lagi, beliau ternyata atasan tante saya (Yuli Anwar) yang bekerja di RS Dr.Soebandi Jember. Dunia ini sempit sekali. Ternyata di rumah sakit pun bisa dijadikan ajang reuni sodara, ada Merry adik sepupu.
Sebelumnya itu saya mengunjungi seorang kakak kelas di SMP yang baru saya ketahui bahwa beliau salah satu fans Fariz RM-SYMPHONY. Ternyata sekarang, kakak kandung dari Ika Riska itu, seorang dokter di bagian khusus PMI RSU Dr.Soebandi.   Kunjungan tsb kebetulan dengan jadwal Mama ke laboratorium, sekalian mengantar dan menemui, sekali menyelam minum air, begitulah kira-kira peri bahasa yang tepat untuk sikon saat itu, Kamis 11 Oktober 2012. Terima kasih banyak, mas Dudung Ari Rusli sangat ramah dan akrab.
Hape berdering terus menerus dari nomor yang tidak saya kenal, ragu namun akhirnya saya angkat juga. Ternyata suara diseberang sana menyapa, "Arie, kemarin ke rumahku ya? Apa kabar, kamu sekarang dimana?" Oaalah itu Nanang Keceng, walau ia tak nyembutkan namanya namun saya masih ingat itu suaranya. Obrolan singkat kemudian dilanjut setelah ia pulang dari rumah temannya. Malam itu sepanjang malam, kami melepas rindu lewat telepon rumah.
Senang dan senang sekali bercakap dengannya, ia berjanji besok pagi akan mampir ke rumah sebelum pergi ke kantor.

Benar, pagi hari ia muncul dri depan pagar rumah dan tersenyum melebar. Puluhan tahun sejak perpisahan SMPN 1 Jember 1984, saya kehilangan kontak dengannya. Ia masih tinggi jangkung dan cengengesan. Dia bilang, "Wuiik Ar kowe lemu, tapi wajah manismu masih kusimpan di saku bajuku!"  "Ar ini aku beliin soto ayam, murah lho tapi enak!" Hahaha, saya ngakak mendengar dia bercerita dengan tingkahnya yang nggak pernah diam. Kadang duduk, kadang berdiri, muter-muter bikin kepala saya pusing. Bertukar cerita dan menanyakan schedule selama saya di Jember, akhirnya kami sepakat pergi bersama ke Surabaya, walau nanti di sana tujuan kami berbeda. namun setidaknya saya mempunyai teman seperjalanan Jember-Surabaya/ Surabaya-Jember.

Pagi itu setelah kami berdua sarapan nasi goreng, bikinan sendiri. Langsung menuju Stasiun Jember untuk menukar tiket agar kami bisa sebangku. Soal tiket, saya sudah membelinya 3 hari sebelumnya. Semua cerita berjalan seperti air mengalir. Selama perjalanan dari stasiun ke rumah, ia bercerita tentang episode dimana kami terpisah waktu dan jarak. Ia merasa kehilangan saya. Kehilangan teman bermusik, yang katanya unik (berani dan pede) susah mendapatkan seperti saya. sekali lagi saya tertawa. Setelah urusan selesai, ia mengantarkan kembali ke rumah, dan ngobrol dengan Mama dan kemudian pamit ke kantor lagi.
Nanang Keceng, sejak ia muncul di hadapan saya Jum'at pagi itu, sejak itulah ia rajin bertandang ke rumah. Di balik senyum ramahnya sebenarnya ia sangat tertutup dan saya tidak banyak bertanya tentangnya, saya ingin ia bercerita sendiri dan merasa nyaman. Kenangan manis, saat berlatih musik jelang pentas seni dan obrolan kecil mengurai kisah-kisah lama saat remaja. Hari yang sama, malam ia datang lagi menawarkan semangkok angsle yang masuk daftar hunting kuliner selama di Jember. Malam itu, ia membawa ke tempat langganan-nya di dekat masjid Al-Huda.  Nanang mulai bercerita dan diam-diam saya ambil fotonya. Hmmm...ia susah sekali diajak berfoto-ria, bahkan semua foto di kamera sudah dihapusnya saat saya mampir ke ATM Mandiri depan Alun-Alun. Ini adalah kesempatan melihat kotaku di malam hari. Tawaran jasa Nanang sangat bermanfaat. Meski ia menawarkan untuk menikmati makanan yang lain, saya menolak dengan alasan angin malam nggak baik untuk kesehatan, lebih baik melanjutan obrolan di beranda rumah lebih nikmat. Maklum faktor usia kena angin malam bisa bikin encok ta'iye tretan. Ia pun menyetujui.
Bagi saya sosoknya tak berubah, selalu gelisah tingkahnya, humoris dan selalu menatap mata saya. Jadi bila saya mendapat info tentangnya yang sangat jauh dari sosok yang saya kenal, itu menimbulkan tanda tanya. Nanang Keceng dahulu dan kini seperti itulah yang saya kenal. sangat akrab dan familiar sama keluarga saya. Bukan Nanang Keceng yang pendiam dan misterius. Bahkan selama saya di Jember, ia seperti siluman, kadang sudah berada di depan  rumah, sebentar kemudian ia pamit pulang.

Rupanya virus mencari teman lama menular ke Mama, seusai kuliner gado-gado dan bakso di samping SDN Jember Kidul, di lorong yang sama, Mama ingat ada rumah teman lama. Teman lama itu bernama Ibu Hj Siti Hawa, yang tak lain adalah ibu kandung mas Dudung Ari Rusli juga Ika Riska 3G, teman SMP1 dan sekaligus ibu mertua Pipin Indahyani, teman SDN Pagah. Ya begitulah orang-orang Jember, muter-muter menthoq juga orang-orang itu juga. Alhasil, saat mertamu mendadak, si tuan rumah kaget kedatangan Mama dan saya. Ternyata kunjungan tak terduga menyambung cerita lama. Senang rasanya melihat keakraban yang tersisa. Sementara yang lainnya satu per satu telah pulang ke Rahmatullah. 

Hari yang sama Sabtu, 13 Oktober 2012, saya akhirnya bisa menepati janji ke Atiek 3D, malah saya disuguhi sepiring nasi soto ayam.
Tentang Atiek 3D, meski pun bukan teman sekelas. Tetapi kegiatan drum band semasa sekolah dan hubungan erat pertemanan orang tua sangat merapatkan keakraban. Bahwa sewaktu putra saya (pertama) Aryo Rizki Putra berulang tahun yang pertama, yang membuat kue tart-nya adalah almh ibunya Atiek. Itu sebabnya saya sempatkan bertandang ke rumahnya. Atiek ramah dan masih tetap langsing.
Alhamdulillah banget dan selepas sholat Ashar, saya dan mas Hadhie memulai petualangan ke Pantai Papuma dengan mengendari motor Tigernya. Ah ternyata perjalanan berdua ini adalah perjalanan pertama berboncengan dengan kakak sendiri. Pemandangan pedesaan sepanjang perjalanan membawa ke suasana jadul saat tinggal di desa Barathan sekitar tahun 1978-an.

Sebelum memasuki kawasan wisata, melewati deretan pepohonan telanjang tanda dedaunan, mungkin karena kemarau yang panjang, dan nampak seperti musim gugur. Akhirnya tiba di lokasi. Saya melihat dengan mata kepala sendiri, keindahan Papuma itu. Sebelumnya hanya melalui cerita dari anak saya Ryan dan melihat upload-an foto milik mas Hadie. Kagum, ternyata Jember mempunyai obyek wisata pantai yang bagus dan harus gencar dipromosika. Atau saya-nya yang kurang mengikuti perkembangan kota Jemberr sendiri? Hmmm..., apa pun itu kesempatan ini tidak boleh dilewatkan begitu saja. Bermain buih, membiarkan kaki telanjang berjalan di pesisir pasir putih tersandung karang-karang kecil yang dibawa gelombang samudra ke tepian, membuat semakin manja keinginan bermain di pantai. Sayang waktu yang tersedia hanya sebentar. Berburu Sunset itu tujuan utama, untuk misi kali ini buat mas Hadhie.
 Cuaca yang sangat terang benderang tiba-tiba menjadi mendung, baru nampak tiga kali matahari kemerahan jatuh di ujung garis samudra luas. Sunset pun sudah tertutup awan kelabu, lalu langit pun redup. Deburan ombak di pantai Papuma masih menyanyikan lagu temaram, sambil menepis rasa ketakutan saya mencoba bergaya dan memotret sendiri dari atas tebing dengan kamera saku. Sebelum gelap, kami segera meninggalkan Papuma dan mampir sebentar ke Watuulo yang lebih termanggu dalam sepi. Padahal seingat saya pantai Watuulo dengan kekhasan batunya berbentuk ular naga panjang serasa panjang sekali, sekarang terlihat menyusut.
Setibanya di rumah, belum surut rasa lelah, saya kedatangan teman fesbuker yang dulunya teman satu vocal grup, dia gitaris kami yaitu Fransiscus Ario Praseno. Ario atau Nono nama bekennya, dengan wajah familiar dari PP di FB-nya membawa CD MONTECRISTO. Ario ini salah satu teman yang mau belajar dengan saya membuat klip. Dan karena intensitasnya itu kami akrab. Malam itu gantian saya yang mengajak Ario mencari si Angsle yang saya inginkan. Di depan Matahari Dept Store, duduk berdua dengannya. Ario itu seingat saya, ia sangat pemalu juga pendiam. Kumis rapinya membuatnya familiar. Serasa 28 tahun yang lalu hanya kemarin berlalu. Usai menikmati semangkok angsle, tiba-tiba Ario mengajak ke rumah Nanang Keceng. Alhamdulillah ybs ada dan setengah terkejut kedatangan kami tanpa konfirmasi. Rumah besar itu sepi dan berantakan. Tapi di meja tamu terbuka album jadul. Saya menangkap mungkin ini-lah yang ingin ditunjukkan kepada saya, saat Nanang berkata, "Aku masih menyimpan tanda tanganmu di saku bajuku, Arie!". 


Obrolan ngalor ngidul membuka cerita lama yang nggak pernah saya mendengar atau mengetahui, karena saya waktu itu sudah meninggalkan kota Jember. Sekali lagi tentang tingkah lakunya Nanang selalu tidak pernah diam. Saya mengingatkan bahwa besok ba'da Subuh jangan telat menjemput saya. Kemudian kami berpamitan dan Ario menunjukkan rumahnya yang tak jauh dari rumah Mama. Senang sekali ngobrol dan ditemani Ario.
Minggu Subuh, 14 Oktober 2012
Ia sudah nongol di depan pintu tepat waktu, secangkir teh hangat bikinan Mama, hanya sekedar diseruputnya. kami berdua segera meninggalkan rumah dan meluncur ke Stasiun. Dinginnya angin subuh membaut sejuk perjalanan, dan tepat waktu kereta apa Legowo membawa kami berdua menuju Surabaya. Nggak pernah terlintas dalam pikiran akan melakukan perjalanan berdua dengan pemetik bass cetol itu.
 Hari itu saya sudah kontak Achmad Basuki, atau beken di FB dengan sebutan Ki Suki, untuk bertemu keluarnya dan menjemput kartu pos yang pernah dijanjikan. Sepanjang perjalanan, menambah keakraban. Tiba-tiba ia mengeluarkan dua album jadul dari tas laptopnya. Dalam hati berkata,"Niat banget nih!" Rupanya kesempatan ini ia pergunakan untuk bercerita tentang episode yang hilang selama seperempat abad lamanya. Satu per satu halaman album menyingkap misteri hingga menjadikan ia seperti ini. Yang saya ingat dalam obrolannya itu, "Inilah hidup saya yang sebenarnya!". Roda berputar dan tibalah di Stasiun Gubeng, sementara suara Basuki di seberang sana mengatakan aku sudah hampir tiba di tempat. 
Kedatanganku bersama Nanang Keceng sangat membuat Basuki surprise, karena keduanya pernah satu kelas di kelas 3B SMPN1. Sementara si Nanangnya sendiri seperti segera meninggalkan kami dan enggan diajak berfoto bersama. Usai itu ia berpamitan menuju tempat tujuannya, saya bersama keluarga Basuki diajak lunch di SAS. SAS ada sebuah tempat makan keluarga yang dilengkapi dengan servise kendaraan para pelangan restoran tsb. Di saat menunggu hidangan datang, kami bertukar cerita dan berfoto ria dengan 3 tokoh cerpen Dandelion dalam Rindu, yang pernah dimuat di majalah STORY, edisi no 22, terbitan 24 Mei-25 Juni 2010 lalu. Senang saya bisa berfoto dengan dek Syira tokoh kecil yang kini usianya sudah 6 tahun.

Keakraban saya dengan Basuki, terjalin saat ia menuntaskan study S3-nya di Saga Japan. Selain pandai bercerita khususunya pewayangan juga piawai dalam fotography. Saat akan meninggalkan lokasi, saya mendapat telepon dari sepupu saya bernama Denny Kastrianto, yang ingin ikutan bergabung. Meski sama-sama teman fesbuker, tapi belum pernah kopi darat. Akhirnya kami berkumpul di halaman Rektorat ITS. Benar-benar saya berada di kampus ITS. Nama yang pernah mengisi buku harian saya, tentang seorang mahasiswa Elektro-ITS, di masa remaja dulu. Benar-benar reuni dadakan tidak pada tempatnya setelah di Stasiun Gubeng kini di halaman ITS. Ternyata di tempat itu, saya berpisah dengan Basuki sekeluarga, dan Denny sekeluarga yang mengantarkan kembali ke stasiun Gubeng. Di tempat itu Nanang sudah menunggu, rupanya ia lebih cepat dari perkiraan. Sekitar 30 menit kami duduk berdua di ruang tunggu yang kebetulan menampilan suguhan musik live. Hingga kereta Logowo membawa kami kembali ke Jember, ia masih bersemangat bercerita, melanjutkan yang tertunda. Ternyata banyak sekali episode-episode yang hilang, dan kami saling mencari keberadaan masing-masing. Namun bila Allah belum mempertemukan ya tak akan bertemu walau kami berdua pernah satu kota di dua kota yang sama, Jember dan Bogor, Bila indah pada waktunya maka semuanya dimudahan oleh-Nya. Dan selama saya di Jember, ia lah yang banyak berkunjung ke rumah.


Senin, 15 Oktober 2012
Memulai aktivitas dengan ziarah ke makam leluhur di daerah Cukil Gebang. Meski pemakaman banyak tumbuh bunga liar dan cantik-cantik warnanya. Lewat sebaris doa dan shodakoh Al-Fatihah berharap orang-orang terdekat yang berpulang diampuni dosanya, diterima amal ibadahnya dan dilapangkan kuburnya. Amin YRA. Setalah itu meluncur ke rumah Ninis Rollah ex vokalis ABC vocal grup. Ternyata Ninis tinggalnya bukan di situ lagi, rumah induk itu menjadi tempat kerajinan Batik Jember yang dikelolah oleh mbak Irene, kakak kelas saya. Meluncur meluncur lagi dan tiba-tiba telepon berdering dari Nanang, "Ar, ayo kita makan bakso depan sekolah. Kamu dimana, aku jemput!". Wah ini benar-benar sebuah nostalgia manis. Kami berjanjian di perempatan Jln Melati-Jln Trunojoyo dan ia menjemput kemudian saya berpisah dengan Ammar sepupu saya yang sepanjang hari mengantarkan ke sana-sini. dari nyekar, beli oleh-oleh, menjemput purtinya si Ame, bertemu tante Ella sampai ketemu mas Jumadi di tengah jalan.




Setelah dua mangkok angsle, kini giliran dua mangkok bakso-nya pak Man, langganan terfavorit siswa siswi SMPN 1 Jember priode 1981-1984. Entah sekarang, yang jelas rasanya nikmat walau hanya sederhana. Suasana mendukung, mendung menggantung, bahkan sebungkus es jeruk pun paruhan karna beli setung. Layar terkembang slideshow seragam biru putih bet Osis kuning menyolok disaku. Pada jam-jam istirahat dan pulang sekolah biasanya warung bakso pak Man ini diserbu seragam biru putih. Tiga pelajar SMP1 berjalan menjauh dari warung bakso, satu siswi dan dua siswa. Melangkah kaki melewati bioskop Kusuma untuk mampir ke toko fotocopy lalu berpisah, berjanji untuk jumpa sore hari berlatih musik. Itulah selintas kenangan tentangnya, nggak jauh dari urusan musik. Ia bukan teman sekelas, namun intensitasnya selain latihan musik kadang meminjam buku Tintin, sambil membawa coklat FullCream. Lalu layar tiba-tiba tertutup berganti sekeranjang pisang berpindah tangan, ia pikir saya ini doyan makan pisang hingga banyak sekali dibelikan. Ah dasar Nanang, ulahnya pun belum kelar, sebungkus rawon buat Mama. Hari yang padat, belum sempat merapatkan dua mata untuk terpejam, telepon berdering lagi, kali ini dari Ninis Rollah.


Ia mengajak saya  ke rumahnya, ia sekarang jadi pengusaha dan designer. Di rumahnya saya disuguhi bakso lagi, dan kami membuka nostalgia sewaktu performing menyanyikan lagu Quando by Los Morenos. Derai tawa serasa tak ingin berkesudahna. Dua vokalis, 1 gitaris, 1 bassit sudah saya temukan di antara tumpukan usang memori lawas. Melihat teman beliaku rasanya saya tak ingin meninggalkan Jember, walau saya gagal mendapatkan si Gaya Bul-Bul tapi saya mendapatkan cerita yang mengepul.
 Seperti kepulan air rebusan yang disiapkan untuk merebus jagung manis. Nanang datang lagi di saat saya ingin rebahan, ia bergegas ke dapur dan merebus jagung hingga matang dan di kupasnya lalu kami makan bersama Mama juga. Jagung manis, semanis itu ia memberi semua waktunya, menjadi romantis, indahnya persahabatan. Malam itu bahkan ia membuatkan secangkir teh hangat, benar-benar perjalanan ke Jember yang indah.

Selasa, 16 Oktober 2012
Subuh membawa cerita terlipat dalam tumpukan baju di travel bag, Nanang dan Ammar menunggu di stasiun, Nanang nggak mau bersalaman hanya memberi flashdisc, yang katanya ada file yang harus dibaca setibanya nanti. Ia ngeyel  akan menerobos pintu masuk setelah pemeriksaan tiket. Sekarang ketertiban dan peningkatan pelayan untuk kereta api benar-benar diterapkan dengan tegas. Karena ngeyel, akhirnya saya pun tak menjumpai wajahnya lagi dan walau sekedar ucapan "Selama Jalan". Ontime sepur itu membawa saya dan Mama pergi meninggalkan stasiun Jember, tanpa lambaian tangan-nya. Kereta menuju Surabaya, turun di stasiun Wonokromo dan akan melanjutkan perjalanan Bandara Juanda, terbang ke Balikpapan untuk Mama, dan saya melanjutkan ke Solo untuk esok harinya....

(bersambung)