Rabu, 27 April 2011

Hari Ulang Tahun :


Empat Puluh Tiga Tahun 


Tahun 2011 ini adalah tahun ketiga di mana di dinding putih (fesbuk) itu penuh coretan, ada beberapa gambar bunga, kue tart plus lilinnya yang bertaburan di antara tulisan yang mengucapkan "Selamat Ulang Tahun" untukku sejak pergantian tanggal dari 26 April ke 27 April 2011 tepatnya jam 00:00 (semalam)

Dinding (fesbuk) itu kaya ekspresi diri mewakili masing-masing hati teman. Mereka ada yang hanya mengenal saya sebatas alam maya, ada juga teman-teman dari jalinan pertemanan masa lalu, saat bersekolah dan bertetangga dari sekian kota tempat berbagi cerita. Tetapi mereka satu, mereka adalah teman, sodara dan sahabat saya.

Intinya satu, memberi ucapan "Selamat" dan mendoakan agar dengan bertambahnya usia, (sementara kesempatan menghirup udara di dunia kian berkurang), senantiasa diberi kebarokahan hidup, kesejahteran, kesehatan dan selalu dalam lindungan Allah SWT.

Bagi saya doa mereka pun berpulang kembali pada mereka. Setiap ucapan yang baik adalah sebaris doa, dan setiap doa semoga diaminin para malaikat dan dikabulkan oleh Sang Penciptanya.

Allah memberi yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan.

Napak tilas, dahulu saya begitu banyak keinginan ketika angka usia itu bertambah.
Setiap tahun berbeda doanya. Saat usia 10 tahun, ada perayan kecil di rumah di desa Baratan-Jember, mengharap banyak kado, dan itu sekitar April 1978. Yang hadir tak banyak selain sanak sodara dari kedua pihak ortu juga sebagian teman terdekat. Bukan pesta besar, hanya bersama dalam kekeluargaan. Ulang tahun dengan satu loyang kue tart, hiasan kertas krep berwarna warni di antaranya ada balon-balon, lagu wajib "Panjang Umurnya" berakhir dengan tepuk tangan, meniup lilin dan memotong kue kemudian bermain bersama di halaman yang luas itu.

Doa pun berubah saat merayakan ulang tahun di saat usia 15 tahun. Usia remaja dan pubertas, doanya tak jauh-jauh ingin mendapatkan seseorang yang terbaik dari yang baik. Sehati dalam pemikiran. Waktu itu sepulang sekolah, masih memakai seragam sekolah biru putih dengan lambang OSIS dan lokasi sekolah SMPN 1 Jember, semua teman sekelasku 3C berjalan beriringan menuju rumahku yang terletak di jalan Raya Diponegoro Jember. Ada juga teman dari kelas sebelah yang merasa dekat dan beberapa kakak kelas dari SMA1 Jember juga mahasiswa UNEJ teman kakak saya. Bukan pesta, hanya bentuk tasyakur atas nikmat-Nya.

Waktu bergulir dan tidak pernah ada perayaan lagi sejak usia 20 tahun, dan April 1988 saya sudah menyandang status nyonya Tonny Joostiono .Memasuki usia 22 tahun saya sudah disibukkan dengan urusan mengasuh anak pertama kemudian menyusul adik-adiknya lalu kami berpindah ke Jambi, meninggalkan kota Jember.

Selama 13 tahun di Jambi banyak cerita tertuang dalam diary. Ucapan ulang tahun masih terus berdatangan menjelang dan hingga beberapa hari berikutnya meski jarak telah memisahkan kami. Yang tak pernah absen selain dari ortu, keluarga dan teman dekat adalah seorang guru saya sewaktu di sekolah farmasi di Madiun, yaitu pak Christian F. Persahabatan kami boleh dibilang rada unik karena sosok yang dikenal agak garang dan pelit senyum dan disegani banyak orang ternyata sebenarnya sosok nan lembut, ramah dan humoris namun low profile. Pak Chris, menjadi sosok yang senantiasa hadir lewat gelombang frekwensi di udara alias interlokal. Semenjak saya masih menjadi siswinya hingga saya memiliki tiga jagoan kecil, anak-anak pun serasa mengenal sosok itu lewat cerita-cerita saya.

Selama di Jambi hadirlah dua sahabat yaitu ibu Arini dan ibu Helen, keduanya ini selalu menghadiahkan sesuatu yang membuat sudut mata saya berkaca-kaca. April 1998 saat usia ke 30, tiba-tiba ada ketukan di depan pintu, ternyata ibu Arini Vidyasih membawa kue tart dan kado mungil, saya malu karena di rumah tidak menyediakan apa-apa, bahkan saya sudah membuang indahnya keramaian saat berulang tahun.

Lain lagi dengan ibu Helen Suryani, beliau lebih kocak, ramai dan spontanitasnya tinggi. Saya bersyukur dipertemukan orang-orang yang sangat sayang kepada saya, walau saya belum bisa membalas kebaikkan semua itu. Saya percaya itu adalah hadiah (rejeki) dari Allah lewat tangan sahabat-sahabat. Selain kedua sahabat di atas itu ada juga sosok lain seperti Sri Tuti Sudomo, Anny Choiriyah dan Yeni mereka boleh dibilang di bawah usia saya namun kami disatukan dalam chemistry.

April 2005 menjelang perpindahan ke pulau Jawa tepatnya di Bogor,karena mutasi dari kantor, suami saya ditempatkan di PT Telkom Jakarta Selatan. Sosok perempuan yang dari dulu ingin sekali saya mengenalnya, beliau bernama Hj.Ketut Sutari Suweca, justru di detik-detik terakhir keakraban itu kian dekat, dan "everlasting moment" saya berdua dengannya menikmati semangkok sup ayam dan secangkir mocca di sebuah Pizza Hut yang baru saja ada di Jambi. Setelah itu semua kenangan tertinggal di kota Sepucuk Jambi Sembilan Lurah. Kepindahan kami ternyata bersamaan, uniknya kami berdua berbagi bulan yang sama berulang tahun. Ritual saling mengucapkan dan mendoakan masih berlanjut, beliau tinggal di Jakarta dan saya di Bogor.

Tahun berganti tahun, usia kian merajut tua, namun semangat tetap muda. Belum setahun di Bogor saya mendapat banyak teman, semenjak bergabung dalam majelis ta'lim Uswatun Hasanah. Menjelang usia 39 tahun, saya mendapat kepercayaan menjadi salah satu pengurus majelis ta'lim yang mengurusi 170 anak dhuafa-yatim, dan aktif di kegiatan sosial lainnya di sekitar tempat tinggal saya. Usia ke 40 tahun (2008) dengan menu tekwan dan es rujak para ibu pengajian dan ustadz bersama mendoakan saya, setelah jam pembelajaran usai. Saya selalu bertemu dengan orang-orang baru, tentunya dengan beragam cerita. Namun saya tidak pernah melupakan teman-teman lama. Dunia saya selalu berwarna dan indah.

Cerita lain setahun kemarin ada dua peristiwa yang berkesan. Saya berkesempatan mengunjungi seorang idola Fariz Roestam Moenaf, dengan di antar oleh seorang teman yang kebetulan ingin bersilaturahmi dengan Sang Maestro. Setelah deal waktu maka meluncurlah kami berdua. Uniknya saya yang berulang tahun tetapi justru saya yang amat sibuk, dari mempersiapkan sepingan makaroni panggang, masakan daging sapi cah cabe hijau dan memberi bingkisan dari sahabat saya Asep Gunawan yang memproduksi kaos "limited edition" kepada beliau. Selain itu hari pertama launching kaos "SYMPHONY" untuk design "Trapesium dan Metal". Malam itu obrolan kami tak terlalu lama. karena tuan rumah dalam keadaan kurang fit, kemudian kami pamit pulang. Ada setangkup rasa lega, karena inilah salah satu keinginan saya saat remaja, yaitu ingin saat berulang tahun dan berfoto bersamanya.

Tiga hari berikutnya, masih seputar ulang tahun. Setahun kemarin, tahun kedua berfesbuk ria, banyak sekali para sahabat dunia maya dan nyata mengirimkan doa dan ucapan di dinding (fesbuk) padahal saya bukan seorang publik figur atau selebritis. Saya hanya seorang ibu rumah tangga biasa yang menyukai jalinan pertemanan dengan siapa pun tanpa memandang agama,suku dan bahasa dan tentunya bisa mengakrabkan diri karena suatu obrolan ringan yang bersautan.

Rasa bahagia masih berputar-putar tak jauh dari saya. Ketika menghadiri pertemuan di Langsat Corner, basis Komunitas Pecinta Musik Indonesia,bersama para senior mendoakan saya, dibawah komandan pak Gatot Triyono dan diaminin mereka yang hadir. Ada hal yang berkesan lagi, saat itu terdengar kabar bahwa pelantun lagu Nuansa Bening bang Keenan Nasution. akan hadir. Tetapi bukan semata-mata karena saya berulang tahun, namun beliau ada keperluan lain dengan KPMI.

Di antara para teman, sodara dan sahabat yang memberi ucapan "Selamat" dan doa itu seperti pepatah hilang satu tumbuh seribu. Saya selalu mencatat teman yang telah berpulang, yang tak lagi hadir memberi saya sebaris doa. Dan sampai usia kapan cerita saya menikmati setiap pertambahan usia akan berakhir. Wallahualam, usia bagian dari misteri Illahi. Kita hanya menjalani.

Kini dengan bertambahnya usia, perlahan kebijaksanaan dalam berpikir pun turut mempengaruhi. Sudah tak ada lagi seribu keinginan yang menggebu-gebu seperti waktu-waktu yang lalu, cukup sebaris doa saja.Ssemoga diri ini tetap berguna untuk sekitarnya, tetap bersyukur atas semua nikmat-Nya dalam keadaan lapang dan sempit, dalam keadaan suka dan duka. Dan bila tiba saatnya nanti semoga tutup usia dengan keadaan khusnul qatimah, disamping keinginan saya menjadi orang tua yang bisa dibanggakan anak-anak dan keluarga. Keinginan yang lain semoga mimpi itu terwujud nyata, yaitu memiliki buku kumpulan cerpen dan antologi puisi ... semoga dan semoga. Aamiin Ya Rabbal alamin.


Salam

Arie (Prihatini) Rachmawati

(lahir : Jember 27 April 1968 jam 23:40)

Sabtu, 23 April 2011

T a u s i a h :


ISTIGHFAR, AYO ISTIGHFAR ...
Oleh: Arie Rachmawati


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Pada suatu pagi berniat mencari file laporan keuangan majelis ta'lim Uswatun Hasanah, yang terselip diantara klipinganku, saya menemukan file ini. Tanpa bermaksud menggurui, izinkanlah saya berbagi untukmu, karena saya sayang kamu..saudara-saudaraku seiman. Semoga bermanfaat dan kita segera mengamalkan tanpa untuk menundanya..ah besok saja.

Bismillahirromanirohim

Istighfar berasal dari akar kata Ghafara yang artinya menutupi atau menghalangi. Dari lafadz Gahafara, lahir kata al-ghafuur yang berarti Maha Pengampun terhadap kesalahan hamba-Nya. Sebesar apapun kesalahan dan dosa yang diperbuat hamba-Nya tersebut. Sedangkan Al-Ghafaar adalah Maha Pengampun kepada hamba-Nya yang secara terus menerus berbuat kesalahan dan dosa.

Lafadz Istigfar artinya seorang hamba meminta ampun kepada Allah atas dosa dan kesalahan yang telah diperbuat. Seorang mengucapkan Istigfar berarti dia meminta kepada allah SWT supaya kesalahan dan dosanya ditutupi dan diampuni. Al-Khatib berkata : "Al-Ghafaaar artinya yang mengampuni hamba-Nya berkali-kali, setiap taubat diulangi atas satu dosa, maka berulang kali pula Allah memberi ampunan atasnya."

Allah Ta'ala berfirman : "Maka katakanlah kepada mereka mintahlah ampunan Tuhan kalian, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun." (QS.71 :10)
WAKTU-WAKTU ISTIGHFAR :

1. Setiap selesai mengerjakan ibadah.
Tujuan dari Istighfar ini adalah untuk menutupi kekurangan dan menjadi penyempurnaan dari ibadah. Nabi Muhammad SAW menganjurkan supaya setiap habis sholat fardhu untuk membaca Istighfar 3 kali (HR.Jam'ah). Sedangkan setiap selesai ibadah haji, Allah Ta'ala berfirman : "Kemudian bertolaklah kamu dari bertolaknya orang-orang banyak dan mohon ampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS.2:199)

2. Di Waktu Sahur.
Allah SWT berfirman :"Di waktu pagi mereka meminta ampun kepada Allah." (QS.51:19) Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda : "Tuhan kita setiap malam turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir." Allah berkata : "Orang yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Orang yang meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Orang yang meminta ampunan kepada-Ku, maka aku akan mengampuni-Nya." (HR.Bukhari & Muslim)

3. Sewaktu meninggalkan suatu majelis.
Rasulullahu SAW tidak akan berdiri dari suatu majelis melainkan membaca doa : Subhanaka wabihamdika, Laa Ilaha Illa annta, Astaqfiruka wa atubu ilaika Artinya : "Maha Suci Engkau, aku memuji-Mu, tidak ada Tuhan selain Engkau, aku meminta ampun kepada-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu." (HR.Hakim)

4. Membacakan Istighfar untuk orang meninggal.
Setelah menubur mayat, Nabi bersabda : "Beristighfarlah untuk saudara kalian dan berdoalah untuknya...sekarang dia sedang ditanya." (HR.Abu Dawud)


PENGARUH & MANFA'AT ISTIGHFAR :

1. Membaca Istighfar wujud dari ketaat perintah Allah SWT
Firman Allah SWT : " Mintalah ampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. 73 : 20)

2. Membaca Istighfar membuka pintu rezeki
Firman Allah SWT : " Maka aku katakan kepada mereka,"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu untukmu dengan lebat, dan membahayakan harta dan anak-anaakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai," (QS.71 : 10-12)

Nabi Muhammad SAW bersadba : "Orang yang memperbanyak istighfar maka Allah akan menjadikan kemudahan dalam setiap kesusahannya, memberikan jalan keluar dari setiap kesempitannya, dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka." (HR.Ahmad)

3. Membaca Istighfar dapat menghapus dosa dari kesalahan
Firman Allah SWT : "Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau ,emganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dai pada Allah? dan mereka tidak menruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sunga-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah sebaik-baiknya pahala." (QS.3 : 135-136)

4. Membaca Istighfar dapat menolak siksa
Firman Allah SWT : "Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (Rasullah) berada di antara mereka dan tidaklah (pula) allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun." (QS.8 :33)

5. Membaca Istighfar dapat meninggikan derajat seseorang
Rasul SAW bersabda : "Sesungguhnya Allah mengangkat derajat seseorang di surga. hamba itu bertanya, "Kenapa ini bis terjadi ya Allah?" Maka Allah menjawab, "Ini adalah buah dari istighfar anakmu untukmu." (HR.Ahmad)

SAYYIDUL ISTIGHFAR
Allahumma anta robbi
Laa ilaaha illa anta khalaqtanii
Wa anaa a'la ahdika
Wawa'dika maatatho'tu
Wa au'dzdzubika min syarrimaa shona'tu
Abuu u laka bini'matika a'layya
Wa abuu u bidzanbii faghfirlii fa innahu laa yaghfirudzdzunu illa anta
Artinya :
Ya Alllah Engkau adalah Tuhanku.
Tidak ada Tuhan selain Engkau.
Engkau telah menciptakanku.
Dan aku adalah hamba-Mu.
Dan aku berada di atas sumpah dan janjiku kepadamu sesuai kemampuanku.
Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan perbuatanku.
Aku mengakui nikmat-Mu.
Dan aku mengakui dosa-dosaku.
Maka ampunilah dosa-dosaku.
Maka sesungguhnya tidak ada yang memberi ampun terhadap dosa dan kesalahan selain Engkau." (HR.Muslim)

"Barang siapa membacanya di waktu permukaan siang dengan penuh keyakinan dan dia meninggal pada siang itu sebelum masuk waktu sore, maka dia termasuk ahli surga. Barang siapa yang membaca pada permukaan malam dengan penuh keyakinan dan dia meninggal pada malam itu sebelum masuk subuh, dia termasuk ahli surga." (HR.Bukhari)

Catatan :
* QS. 2 ~ Al-Baqarah ~ Sapi Betina
* QS. 3 ~ Ali Imron ~ Keluarga Imron
* QS.71 ~ Nuh ~ Nabi Nuh
* QS.73 ~ Al-Muzzammil ~ Orang-orang yang berselimut

* Pembelajaran pengajian majelis ta'lim Uswatun Hasanah pada hari Rabu, 12 Desember 2007, oleh Ustadz Addausi. Alhamdulillah


Wassalamualaikum Wr.Wb
arie rachmawati

Kangen Jember (Aku Ingin Pulang)



Pengamen khas Jember - Gaya Bul-Bul
photography by Agus 'Hadhie' Supriadi


Kemarin aku menemukan satu kotak berisi surat-surat yang ditulis tangan oleh orang-orang terdekat yang teramat sayang kepadaku. Di antaranya ada surat dari Bapak, di tulisnya di tahun 1994, 17 tahun yang lalu. Tulisan itu masih rapi dan tidak luntur tintanya. Ada juga tulisan ketikan dari Mama yang saat itu bekerja sebagai wartawati ibu kota, bahkan sempat menjadi sekretaris redaksi majalah, sebelum mengakhiri masa baktinya.Terselip pula tulisan tangan pak Christian Fatholon, guru Fisika dan Matematika saat sekolah di farmasi, dan beberapa teman sahabat pena.

Setumpuk tulisan usang itu ternyata menyimpan segudang cerita dan membawa lamunanku menembus lorong waktu. Aku rindu kota kelahiranku, Jember. "Aku ingin pulang," batinku. Terinspirasi judul lagu Ebit.G.Ade, aku memilih judul untuk catatanku kali ini. Sudah lama aku meninggalkan kota itu. Tahun 1984 saat aku melanjutkan sekolah ke Madiun. Tiga tahun kulepas Jember-ku. Perlahan teman-teman melupakanku. "Nang ndih kowe saiki,Rie?" Begitu pertanyaan yang sempat mereka tanyakan kepadaku. Waktu itu aku bertemu dengan Nine Santi (ex SDN Pagah) dan Andy Suparwanto (ex 3C/SMP1Jbr), saat dipertemukan dalam satu gerbong kereta api.

Sekitar Mei 1987 hingga Juli 1992 aku tinggal di Jember dengan suasana berbeda. Setelah lulus SMF bekerja di Apotik Bima, kemudian aku berkeluarga. Beberapa tahun kemudian suamiku memboyong kami ke Jambi. 16 Agustus 1002 untuk keduakalinya aku meninggalkan Jember. Dalam perantauan serasa dalam pengasingan. Hidup dengan beberapa suku daerah yang dulu aku mengenalnya dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Beradaptasi menjadi nilai pengalaman yang berharga.

Selama tiga belas tahun di Jambi, kepulanganku bisa dihitung dengan jari. Dan nyaris aku melupakan segala tradisi Jember-ku seperti TAJEM yaitu gerak jalan menempuh 36 Km antara Tanggul - Jember yang menjadi rangakaian penutup perayaan acara HUT RI. Bahkan dulu aku yang akrab dengan pasukan Drum Band SMP1 Jember. Jember kini terbenan dalam kenangan.

Mesjid Jami' yang berada di pusat kota, dan depan alun-alun kota Jember adalah bangunan kuno yang hingga kini masih tegar berdiri. Mengingatkan diriku saat melintas dalam sapaan pagi sewaktu berangkat sekolah.Dalam foto kiriman kakaku itu masih terlihat seperti dulu.Waktu menggulung menjadi keping-keping memori dan diletakkan pada satu kotak masa lalu.

Delapan belas bulan yang lalu saat aku sudah nongkrong di facebook, aku seperti surfing seorang diri. Jagat maya ini begitu luas, hanya aku temukan segintir manusia dari masa dulu dengan identitas baru. Bahkan hampir semua penghuni kota Jember memadati daftar pertemananku. Jagat maya-ku pun penuh sesak mereka-mereka yang pernah tinggal di Jember dan kini bertaburan di muka bumi ini.

Memoriku berloading, please wait...

Lintasan kenangan itu membawa ke masa lalu. Saat aku masih kelas 6 SD, bapak pengamen ini memiliki tubuh tinggi besar, dengan dua kaki yang besar dan bulu kakinya lebat. Gaya Bul-bul ini mempunyai ciri khasnya yang bergaya wanita seksi dengan kustom beraneka ragam. Hari ini tampil dengan kebaya, lengkap bantalan empuk untuk pengganti payudara dan pantatnya biar kelihatan semok. Sementara rambutnya berkonde besar. Besok beliau bergaya ibu rumah tangga memakai daster dan masih berkonde. Lusa beliau memakai rok mini. Khasnya yang lain adalah bibir merah merakah, make-up kontras bin menor dan gaya megal - megolnya itu dengan membawa kecek-kecek sejenis perkusi untuk irama dangdut. Aku ingat pernah juga ia membawa semacam gitar yg dibuatnya sendiri dari kotak kayu bekas dengan senar. Nadanya? Ah..jangan kau tanyakan. Nada dan iramanya pun kadang merdu kadang fals. Sepertinya banyak falsnya yang penting adalah mengihibur.

Gaya Bul-Bul, jangan bilang tak kenal. Aku yang sudah lama meninggalkan Jember-ku untuk yang satu ini aku masih ingat jelas. Cengkokan suara dan gayanya itu. Intro : Jreng..jreng lalu masuk lagu, "Guantengnya pacarku..oik...Guantengnya pacarku..oik" dan anak-anak kecil yang mengelilinginya pada ikutan njoget. Ibu-ibu mereka ikut senyum sumringah, dengan senang hati tangan-tangan kanan mereka meraih dompet, mencari kepingan logam untuk berpindah tangan pada beliau. Seikhlasnya menukar rupiah dengan hiburan ringan dan jarang. Pada kunjungan berikutnya belum tentu aku, kamu, kita dapat melihat aksinya. Kedatangannya tak diduga namun selalu bikin gemes. Lagu-lagunya pun mengikuti trend tangga lagu ala MTV Ampuh. Tapi seingatku yang tak lekang oleh waktu lagu favoritnya adalah Sekuntum Mawar Merah

Semoga di waktu mendatang aku bisa dipertemukan kembali dengan beliau yang berumur panjang itu. Akan kuajak untuk berfoto bersama itu niatku. Beliau juga seorang seniman tak mesti mengejar popularitas. Kepentingan utama adalah mengejar setoran untuk kelangsungan hidupnya. Dan tentu Beliau akan mengejar tangan-tangan yang usil bila mengganggu privacy-nya.

Terakhir aku melihat aksinta si Gaya Bul-Bul itu waktu anak sulungku sekitar 2,5 tahun (kini Ryo berumur 20 tahun,4 bulan). Ryo kecil bersama Nita sepupunya ikutan goyang dombret, sambil tertawa geli. Si Gaya Bul-Bul nggak pernah marah bila dipanggil wadam. Beliau menjalankan profesinya dengan ikhlas sebagai penghibur dari kampung ke kampung, dari gang ke gang. tat rias diwajahnya tak pernah luntur meskipun make-up telah terhapus peluh keringat. Panas dan hujan adalah sahabat dalam perjalanan. Semangat pengalamen jalanan si Gaya Bul- Bul tak memudar, seperti itu semangatku.untuk bisa pulang ke Jember.

Lagu AKU INGIN PULANG
Cipt : Ebit .G.Ade


Kemanapun aku pergi
Bayang-bayngmu mengejar
Bersembunyi di mana pun
Slalu engkau temukan
Aku merasa letih dan ingin sendiri

Kutanyakan pada siapa tak ada yang menjawab
Sebab semua peristiwa
hanya di rongga dada
Pergulatan yang panjang dalam kesunyian

Aku mencari jawaban di laut
Ku sadari langkah menyusuri pantai
Aku merasa mendengar suara
Menutupi jalan
Menghentikan pertualangan
Du..du..du..

Kemanana pun aku pergi
Selalu ku bawa-bawa
Perasaan yang bersalah, datang menghantuiku
Masih mungkinkah pintu-Mu ku buka
Dengan kunci yang pernag kupatahkan
Lihatlah aku terkapar dan luka
Dengarkanlah jerita dari dalam jiwa

Aku ingin pulang...uhu..
Aku harus pulang...uhu..
(diulang hingga habis)



Pulang meluangkan waktu mencari puzzle kenangan masa lalu yang tertinggal di sudut waktu. Menyelusuri jalanan yang pernah kulalui saat berangkat dan pulang sekolah. Menikmati lagi sentuhan kuliner di pelosok tempat tersembunyi penuh memori. Mencari teman - teman yang tercerai-berai keberadaannya. Membungkus oleh-oleh khas Jember. Menyapa sosok khas melegenda yang belum terbidik kamera kakakku. Menyusun segudang angan yang masih tersangkut dimimpi, Insha Allah saya pulang ke Jember. 


Medio, Bogor 14 April 2010 / 23 :13


Salam
Arie Rachmawati

Sabtu, 16 April 2011

P u i s i k u :

Kumpulan Puisiku 2010




Lelaki Malam 
by Arie Rachmawati

...
menangis tanpa air mata
pedih
merindu tanpa bayang
nelangsa
merambah tanpa alas
semu
melumat tanpa bibir
hampa
membunuh tanpa belati
perih
itulah kau lelaki malamku
pada malam-malam panjang yang lalu
...
medio:amarilis, 05.maret.2010 jam 19:27


Rinduku
by Arie Rachmawati
...
rinduku meradang
lalu menjerit
seperti tercabik-cabik
ah...keburu luka

rinduku menggumpal
lalu menumpuk
kemudian menggulung
dibawa orang
ah...keburu kabur

medio:amarilis, 22.maret.2010 jam 19:32:35


Ini Bukan Puisi
by Arie Rachmawati
...
kau pinta aku jangan pergi
namun kau sendiri suka pergi tanpa pamit
kau curi hatiku diam-diam
namun saat kuberi 1/32 *bagian terindahnya kau menghindar
kau selalu puji karyaku hingga aku tertegun
namun karyamu lebih istimewa dari smua untaian yg pernah kutemui
kau dan kau lagi kini menyusup namamu penuhi ruang hatiku
kau buatku tersanjung seakan langkahku tiba di tangga kaki langit ketujuh
kau dan kau lagi
saat kuingin menemuimu dalam nyata tawaranku tak terjawab
dan kau biarkan itu terbawa air hujan
aku malu padamu,benar !
aku tak pantas diperlakukan istimewa
dalam puisimu itu mengundang beberapa mata menatapku tak bersahabat

medio:amarilis,21 maret 2010 jam 13:50

note :
*1/32 adalah sepertigapuluh-dua judul lagu dalam album TRAPESIUM - SYMPHONY



Seperti ...
by Arie Rachmawati

...
seperti awan putih empuk
seperti langit biru jernih
seperti desiran angin syahdu
seperti lambaian nyiur kelapa menyibak hari
seperti jajaran bukit bergandengan
seperti itu lukisan hatiku...kemarin,
bukan hari ini
...
medio:amrilis 05.maret.2010 jam 18:30





Hanya Kamu
by Arie Rachmawati

...
secarik kertas kutulis namamu
namamu penuhi secarik kertas itu
secarik kertas kugambar wajahmu
wajahmu penuhi secarik kertas itu
namamu dan gambarmu
penuhi secarik kertas itu
tak ada namaku
tak ada gambarku
hanya kamu
dan kamu saja
penuh
penuh sekali
hingga tak jelas lagi
...

medio:amarilis,05.maret.2010 jam 19:06





Di Antara Gerimis
by Arie Rachmawati

...
di antara gerimis ada butiran bening mengalir dari sudut mata
di antara gerimis ada tatapan sendu
di antara gerimis ada pertautan lirih
di antara gerimis ada dekapan kasih
di antara gerimis ada bayanganmu menari
di antara gerimis ada rindu...
aku kehilangan kau,ketika kau pergi
(Ich hab' Dich Vermißt)
dan
aku rindu kau kemarin,hari ini dan esok
...

medio:amarilis,05.feb.2010 jam 08:28



Sehari
by Arie Rachmawati
...
kemarin
pagi menyapaku ramah
menebarkan mewangian
menghantar nada rindu
matahari tersenyum sumringah
mengusir embun dengan lembut
menyibak pagi penuh asa

l a l u

dalam hitungan menit berganti
langit pucat
mendung menggantung
rinai gerimis bagai tirai basah
guntur pun memekik
sehari dalam putaran waktu
ada terang,ada gelap
ada suka,ada duka
sehari hanya sehari bersamamu
...

medio:amarilis,17 juni 2010 jam 17:17


Rabu, 13 April 2011

P u i s i k u :


Kumpulan Puisiku 2011




J A N J I
by Arie Rachmawati
. . .
bila suatu saat aku ingin menemuimu
masihkah kamu punya waktu untukku?
bila suatu saat aku merindukanmu,
masihkah kamu sediakan waktumu?
pasti aku senang ada kamu meski dalam maya
dan
sangat bahagia kalau bisa peluk kamu dalam dunia nyata
. . .
medio: 05.07.2009 (22:10:19)





Sebaris Angka
by Arie Rachmawati

. . .
kau tanyakan sebaris angka padaku
dadaku berdegup kencang
seorang dewa membuatku terpesona
hingga tak ingat lagi sebaris angka itu
sebaris angka memuat nomor selulerku pun tak ingat!
. . .
medio:awaljuli 2009



Jumpa Pertama
by Arie Rachmawati

...
kuberanikan diri,
melangkah kearahmu
dengan sisa gemuruh di hati
kuingin,
sapamu penuh kehangatan
di antara senyum yang tersimpan
kujabat,
tanganmu penuh keakraban
tawaran sederhana
kusimpan,
cerita yang tercipta
dalam mem0ri tanpa batas
kutunggu,
jumpa kamu lagi
di hari nanti tanpa pasti
...
medio:amarilis,17.06.2009 (23:00)



Selintas Lalu
by Arie Rachmawati

...
petang bermain jingga
langit begitu cerah
satu per satu
terjalin cerita indah
tapi,
tak juga membuatmu luluh
mungkin ini bagimu
hanya selintas lalu
...
medio:puncak,24.03.2009/17:19



Seratus Puisi
by Arie Rachmawati

...
ia akan datang dengan seratus puisi
ia akan datang tawarkan sebuah mimpi indah
ia akan datang menerbangkan angan
justru sekarang
ia datang memberiku air mata
...

medio:amarilis,25.05.2010



H E N I N G
by Arie Rachmawati

...
hening,
malam pun tenggelam dalam luruh
nafas nafas bersatu dalam mimpi

hening,
berbaris doa memenuhi malamku
kupinta hadir-Mu Yaa Rabb
menyentuh doaku dekat di dekatnya

hening,
membelaiku dalam air mata
atas nikmat sgala nikmat-Mu
hadirkan impian menjelma nyata

hening,
di antara ayat-ayat-Mu
kini sujudku
kupersembahkan untuk-Mu
...

medio:bintaro,21.05.2010 (02:15)




Cinta Yang Dewasa
by Arie Rachmawati

...
matamu berbinar
saat kau temukan cinta
cinta yang kau cari lebih dari separuh usiamu
teriakmu bahagia
senandungmu ceria
aku butuh cinta
(bisikmu)
cinta yang dewasa
(bisikmu lagi)
cinta yang dewasa 100 kali kau serukan pada alam semesta
riuhnya desiran angin
gemulainya dedaunan menari
teduhnya langit
adalah tanda alam memberi selamat
cinta yang dewasa?
seperti apa?
(tanyaku)
diam,diam,diam
lalu kau beranjak meninggalkan aku...

medio, amarilis,07.06.2010



Ajari Aku Mengenalmu
by Arie Rachmawati

...
ternyata aku tak mengenalmu
meski kau dekat di dekatku
dan kita slalu bersama
ternyata aku sering membuatmu marah
dan tak kusadari itu
kau terlalu baik untukku
maafkan aku
semua terlambat sudah
dan kini kau meninggalkanku
andai kau ajari aku mengenalmu
semua ini tak akan terjadi
...
medio, amarilis,09.09.2010



Subuh Bersamamu
by Arie Rachmawati
...
adzan subuh berkumandang
kemarin, hari ini juga esok
subuh adalah bayi pagi
memekik teriakan tangisnya
subuh,
subuh,
dan subuh lagi
tumpukan subuh menggiring pada
langkah kian menepi di ujung hari
waktu telah menggulungmu
Allahu Akbar...
di subuh ini akhirnya kutemukan dirimu
...

medio : amarilis, 14.07.2010 / 04:59:18



Merengkuh Sepi
by Arie Rachmawati

...
sendiri berteman sepi
bermain hening
melumat rindu
tak ada lagi yang menemani diri
kau telah beranjak dan pergi
kita berjalan sendiri-sendiri
biarlah,
aku tak ingin berbagi hati
sendiri kutuntaskan sepi
merengkuh sepi
...

medio : amarilis, 14.07.2010 / 16:11:56

C e r p e n k u :



DI INTERLUDE AKU JATUH CINTA

Oleh : Arie Rachmawati
(dimuat di tabloid "Gema Publik" edisi no1/ Senin 28-02-2011)


Senja merah merona jatuh di ujung kaki langit Jakarta, indah sekali di antara birunya langit yang bersih dan awan berarak berganti rupa. Saat itu lamunanku tersadar oleh dering ponsel. Teringat aku setahun lalu, saat gitaris itu datang menempati tempat favoritnya diujung koridor. Hampir tiga bulan ia dengan beberapa temannya sesama musisi sering mengunjungi tempatku bekerja sebagai waitress di lounge.
Semula kehadirannya kuanggap biasa saja, layaknya pengunjung-pengunjung lounge lainnya. Datang dan pergi menikmati suasana lounge yang terletak jauh dari keramaian kota dan selalu menawarkan sesuatu yang berbeda pada setiap akhir pekan.
Ia selalu duduk sendiri memojok pada sudut ruangan, saat teman-temannya satu per satu meninggalkan dirinya. Ia senantiasa memetik gitar dan di atas meja selalu berserakan kertas-kertas berisi partitur lagu. Aku tahu hal itu karena dulu aku sempat belajar musik walau tak mengenal not balok hanya notasi lagu saja, selebihnya harus berani bermain improvisasi.
Ia adalah sahabat dari pemilik lounge ini, meski di antara majikanku dengannya jarang bertemu muka. Aku juga baru mengetahui kalau ia seorang musisi senior yang di jaman kejayaannya menghasilkan lagu-lagu yang menyentuh dan meledak di blantika musik.

Bermula pada suatu malam, saat ia tinggal sendiri di sudut ruangan dekat kolam ikan, tak jauh dari tempatku duduk. Malam itu aku shift malam dan pengunjung satu per satu sudah meninggalkan lounge.
Ia berambutnya hitam sedikit gondrong, kurus, tinggi, dan berkumis hitam yang berbaris penuh. Sebentar–sebentar ia berdiri di ujung koridor mematung, lalu menyulutkan api pada sebatang cerutu yg dipegangnya kemudian mematikan apinya.
Tingkahnya tenang, tetapi matanya gelisah. Bahkan ia tak menyadari bahwa ada sepasang mata mengikuti setiap sudut arah pandangnya. Batang cerutu itu kembali berasap. Ada kenikmatan dalam setiap hisapannya, lalu perlahan dihembuskan asap itu membentuk lingkaran. Aku cukup menyebutnya “Lelaki Bercerutu,” karena cerutu itu tak pernah lepas dari tangan kirinya. Kadang aku merasa dekat, saat mengantarkan segelas Inca Cola pesanannya.
Empat mata itu bertemu dalam satu pandang. Ketika mata itu semakin dekat aku melihat keseluruhan sosoknya dan mulai terpikat. “Ah, sialan aku tertangkap basah,” gumamrku dalam hati. Aku menyadari ternyata ia tersenyum dan itu membuatku lupa menanyakan menu tambahan untuk pemesanan berikutnya. “Terima kasih,” balasnya singkat.
Suatu hari, tidak seperti biasanya, kali ini aku menjumpainya di siang hari, kemudian ia melempar senyum kepadaku. Aku tertegun sejenak melihat sosok yang selama ini kukenal ternyata kini jauh berbeda. Ia berada di depanku dengan potongan rambutnya rapi, bahkan wajahnya ada yang beda yaitu tanpa berkumis. Gitar klasik itu masih dalam pangkuannya dengan gaya khasnya memetik gitar dan mengalun lagu demi lagu.
Ditengah terangnya hari tiba-tiba gerimis turun, jatuhnya air dari langit seakan mengikuti ketukan birama lagu. Di luar dugaan, ia menahan tanganku, saat itu aku baru menaruh pesanan menu di atas meja, karena aku terkejut maka segelas orange juice itu tumpah mengenai kertas–kertas bertuliskan not balok menjadi luntur tak terbaca lagi.
“Maaf pak, maaf saya tidak sengaja, maaf,” ucapku berulang kali memohon maaf. Wajahnya tanpa ekspresi marah sedikit pun, bahkan ikut membantu membenahi barang–barang yang berantakan di atas meja.
“Nggak apa–apa. Aku yang salah. Semestinya aku tak membuatmu terkejut, jadi maafkan aku ya?” pintanya lembut. Tangannya menyentuh punggung tangan kananku, seketika wajahku serasa tersiram air dan mengangguk pasrah.
Syukurlah kejadian itu tak diketahui pegawai lain. Aku mengambil langkah seribu dan bersembunyi di balik rak piring di dapur. Dadaku berdegup kencang. Kedua telapak tanganku pun menjadi dingin seketika. Sentuhan sesaat itu telah membuat sekujur tubuhku seperti mendapat sengatan listrik yang dahsyat. Aku tersipu malu.
Semenjak itu ia menawarkan jalinan pertemanan meski tak banyak bicara. Dan seperti biasa ia masih setia duduk di kursi yang sama di ujung koridor lounge ini. Tangannya tak pernah lepas memangku gitar akustiknya. Nada dan irama masih seperti yang kemarin, sepertinya valse itu masih belum tergeser. Dan setiap petikan gitarnya seolah–olah membuatku menjadi kenikmatan tersendiri kala kepenatan mulai memenuhi jadwal kerjaku.
Sudah seminggu lebih aku tak pernah melihatnya lagi, bahkan rombongan teman–teman musisi itu juga sudah lama tak singgah ke lounge ini. Berita yang beredar mereka tengah menggarap album baru. Untuk kebangkitan kembali grup bandnya itu. Aku membetulkan letak kacamata minusku dan kembali merajut benang wol berwarna hijau toska itu menjadi sebuah syal. Beberapa rajutan lagi kelar tinggal membuat rumbai–rumbainya saja. Aku berharap syal sederhana itu bisa bermanfaat buatnya. Ada sebersit rasa ragu, akankah keinginanku itu bisa diterimanya.
Rupanya malam itu sang Dewi Amor tengah berpihak padaku. Ia datang menghampiriku dan duduk tepat di depanku melantunkan satu lagu. Hingga pada sebuah musik tengah sebuah lagu atau interlude, serasa aku terhipnotis. Interlude itu sering kudengar beberapa waktu yang lalu. Rasa haru menyeruak dan berhasil aku sembunyikan beningan cair itu yang membuncah di sudut mata.
Ketika aku beranjak, tiba-tiba tangannya menahanku. Ia menyuruhku bertahan seraya berkata, “Duduklah, nikmati satu lagu lagi untukmu,” pintanya. Intro itu mengalun dengan syahdu. Aku duduk berhadap-hadapan dengannya, pandangan mata kami saling beradu dan saling berbicara tanpa satu kedipan. Hatiku bergemuruh, sedang mulut dan bibir terkunci diam. Suasana hening hanya terdengar petikan gitar itu merajai suasana tenggelam sampai petikan terakhir. Serasa dalam mimpi dan tak ingin terbangun.
“Siapa namamu,” sapanya.
“Denyar,” jawabku singkat.
“Denyar..., Denyar? Hmm..., nama yang unik,” jawabnya seperti tengah berpikir.
“Hanya itu?” ulangnya lembut.
“Yaa...” jawabku mengangguk pelan.
“Kamu tahu arti namamu?” tanyanya lagi.
“Ya, artinya semacam firasat,” jawabku pendek.
“Benar. Denyar semacam serabut halus yang ada di dalam hati. Kita bisa merasakan sebagai pertanda semacam firasat, intuisi, atau ilham. Ya begitulah, kreatif juga orang tuamu,ya?” balasnya dengan senyum.
“Denyar, boleh aku panggil kamu dengan panggilan, Ar saja?” ucapnya memohon.
“Namaku James Wong. Panggil aku Jim saja!. Tanpa pak, ya?”ucapnya sambil mengulurkan tangan.
“Iya, terima kasih, pak Jim. Maaf, saya pamit banyak perkerjaan yang harus diselesaikan. Maaf, mungkin lain kali kita bisa ngobrol banyak,” balasku dengan santun menyudahi pembicaraan itu. Aku segera menghilang di balik tembok yang memisahkan ruangan tengah dan ruang samping. Suaranya serak dan berat, namun lembut ada kedamaian saat ia berkata, benar-benar telah membuatku mabok kepayang.
Hari itu aku baru selesai shift sore, pak Jim sudah menunggu di beranda. Malam itu kami menghabiskan waktu untuk mengobrol dan sesekali ia memainkan gitar akustiknya. Kali ini interlude itu dalam kesempurnaan. Interlude yang pernah dipersembahkan untukku. Ada senyum kepuasaan terlihat di wajahnya. Dan aku menikmati suasana itu.
“Maaf, sebelumnya saya tidak mengetahui siapa bapak. Teman–teman disini mengatakan bapak dulu musisi dan pencipta lagu. Saya lebih suka merajut, sambil mendengarkan musik intrumentalia. Maaf saya, kurang pergaulan,” kataku membuka pembicaraan.
“Ha ha ha, seleramu bagus juga. Jarang gadis seusiamu menyukai pekerjaan tangan semacam itu. Salut!! Oya aku dengar, kamu suka menulis. Selain menulis cerpen, menulis apa lagi?” tanyanya menyelidik.
“Menulis?” tanyaku ulang.
“Siapa yang mengatakan demikian, Pak?” Pikiranku langsung tertuju pada ibu Mia pemilik lounge ini. Hanya beliau yang mengetahui aku suka menulis cerpen. Kebetulan malam itu tiba–tiba Ibu Mia muncul dan ikut bergabung dalam pembicaraan.
“Wah, rupanya kalian sudah akrab, ya? Syukurlah tak perlu lagi saya mengenalkan kalian masing-masing.” Aku menjadi salah tingkah namun situasi itu segera terkendali.
“Duduklah Denyar, tugasmu sudah selesai, bukan? Menemani dan membuat nyaman para tamu adalah servise lounge kita, bukan?” ucap Ibu Mia mempersilahkanku. Kami bertiga larut dalam canda, meski dalam keadaan itu aku hanya sebagai pendengar baik saja. Kemudian, Ibu Mia segera pamit dan tinggallah kami berdua.
“Ar, besok malam aku kembali ke Amersfoort.”
“Amersfoots? Di mana itu?”
“Dekat Belanda.”
“Apakah itu dalam waktu lama atau sebentar saja?”
“Apa kau tak tahu aku tinggal di sana. Kunjunganku ke Indonesia karena teman-teman akan membuat album lagi, sekedar reuni dan nostalgia dalam bermusik.” Aku mengangguk, karena memang tak tahu beradaannya selama ini.
“Secepat itu? Aku merasa baru mengenalmu.”
“Ya. Tapi aku sudah menundanya hingga besok. Semestinya dua minggu lalu aku kembali ke Amersfoort. Kamu tahu kenapa, Ar?” Aku tentu saja menggelengkan kepala dan tak meningkahi pembicaraan itu. Gemuruh di dadaku mulai bangkit, menantikan ia melanjutkan cerita.
“Karena, tiga minggu terakhir ini aku merasa dekat denganmu. Dan, aku diam–diam mengamatimu dengan bantuan Mia. Aku sudah membaca tulisanmu di buku bersampul jingga itu. Aku tertarik dan suka caramu menulis. Liar, bebas dan polos. Mungkin suatu saat kita bisa duduk bersama menulis lirik lagu. Teruskan Ar dan aku akan berdoa untukmu. Aku yakin kamu kelak akan menjadi seorang penulis terkenal,” tuturnya dengan panjang lebar.
“Benarkah? Musisi sehebat kamu menawarkan itu untukku? Ah, jangan membuatku melayang,” kataku dengan becanda dengan hati berbungah.
“Kenapa harus dipungkiri bukankah di bukumu itu bercerita tentang perasaanmu terhadapku. Justru akulah yang merasa tersanjung, Ar.”
“Akulah yang tersanjung, orang sehebat kamu peduli dan perhatian padaku, aku hanya seorang waitress, tak lebih.”
“Huuush..., kamu ngomong apa sih?. Aku melihat sesuatu yang lebih dalam dirimu yang belum terungkap, percayalah.” Kemudian ia duduk merapat dan aku jatuh dalam pelukannya. Sementara malam kian tengelam dan larut hanya bintang gemintang bertaburan di langit gelap. Semilir angin malam menyapu keheningan.
“Tinggalkan sebaris angka nomor selulermu, biar kita tetap berhubungan walau jarak memisahkan kita.” bisiknya ditelingaku.
“Sebentar ya, aku punya sesuatu untukmu.” Segera aku mengeluarkan bingkisan dari tas. Kuberikan itu kepadanya. Aku berharap cemas saat ia membukanya dengan perlahan dengan sorot matanya sesekali tertuju padaku.
“Maaf, aku belum sempat membungkusnya dengan rapi, baru tadi pagi syal ini kelar. Aku berharap kau menyukainya.”
“Terima kasih ya, Ar.” Satu helaan nafas panjang. Ia memberikan kembali bingkisan itu kepadaku dan aku melilitkan syal hijau toska itu pada lehernya, kemudian ia membalasnya dengan satu kecupan di keningku. Kali ini aku benar–benar tak bisa lagi membendung rasa mengharu-biru itu. Dan membiarkan keadaan berlaku. Malam itu adalah malam terindah sepanjang hidupku.
Waktu bergulir, menggulung hari demi hari. Pertautan itu telah berjalan setahun lebih. Aku tak lagi bekerja di lounge itu, sejak ia pamit kembali ke Amersfoort. Komunikasi kami terbatas jarak dan waktu, hanya lewat facebook-lah alat satu-satunya yang bisa membuat ruang rindu itu semakin penuh angan dan impian.
Menjalin kata dalam status dan meng-upload foto baru darinya adalah kegiatan yang amat kunantikan. Hingga suatu hari, aku baru mengetahui keberadaannya setelah sekian lama tidak aktif. Berita merebak bahwa ia tengah mendapat perawatan khusus karena penyakitnya rada serius. Beberapa support dan ucapan dari sahabat-sahabatnya memenuhi dinding facebook-nya. Tentu hal itu amat membuatku tak tenang.
Seperti awan gelisah berganti rupa dan pepohonan menggugurkan daun-daun kering, melayang jatuh ke tanah dan terbuang. Beberapa kali aku menghubungi seluler-nya pun tak berbalas. Satu-satunya orang yang bisa kuhubungi adalah Ibu Mia, sayang nomor itu sudah tak aktif lagi. Jalan satu-satunya mendatangi tempatku bekerja dulu.
Bersamaan itu langkahku membawa ke lounge itu menghadirkan sekelebat wajahnya yang teduh, tengah memetik gitar akustik. Wajah yang pernah akrab dengan sentuhan interlude yang selalu diulang untuk hasil akhir yang sempurna.
Ibu Mia tiba-tiba berdiri di depanku dengan sepasang mata yang sembab dan memeluk diriku. “Maafkan aku ya Denyar, sudah lama ia menitipkan ini padaku. Aku terlalu sibuk hingga aku nggak sempat menghubungimu. Dan aku ganti nomor. Ia, Jim sudah berpulang seminggu yang lalu. Aku kehilangan seorang sahabat,” ucapnya panjang lebar di antara isak tangisnya.
“Meninggal dunia? Kapan, Bu?“

“Ia dimakamkan di mana, Bu?“ tanyaku gamang.
“Di Amersfoort, bersebelahan dengan mendiang istrinya.“ Aku hanya diam terpaku, serasa tak percaya berita duka itu. Kini sebuah compact disc berpindah tangan kepadaku. Dalam genggamanku aku membaca sebuah tulisan, “Buat Teman Malamku.”
Ada rasa haru yang amat dalam yang menguasai relung hatiku. Aku berusaha pasrah bahwa seseorang yang pernah melewati malam-malam panjang bersamaku, kini telah menuju sang Pencipta kembali kepada-Nya.
Aku baru mengenalnya dan merasa dekat dengan sosoknya yang bersahaja. Namun kedekatan itu serasa aku telah mengenalnya sekian waktu yang lama. Petikan gitarnya dalam album soft launching itu sebagai penawar rindu, dalam interlude aku pernah jatuh cinta pada lagu itu. Mengalun dalam keheningan, sebuah senandung malam dalam petikan gitar akustik mengantar pada akhir perjalanan hidupnya.
“Selamat Jalan James Wong, petikan gitarmu mengalun abadi dalam kalbuku.“


SEKIAN.
(Buat : Alm.Jimmy Paais /SYMPHONY-JRS)