Senin, 10 November 2014

D d R (2)


Pembaca "Dandelion dalam Rindu"
Pilihan Penulis 
Oleh Arie Rachmawati



Bagi pembaca blog ini sebelum membaca tulisan ini, sebaiknya membaca tulisan sebelumnya silahkan membuka link : http://rachmarie-riritemaram.blogspot.com/2014/11/d-d-r-1.html

Melanjutkan cerita, bagian ini adalah bagian mendebarkan karena saya membaca komentar panjang para pembaca seperti melihat papan pengumuman kelulusan saat kita bersekolah. Siap nggaknya menerima kritikan yang membangun, sanjungan yang membumbung atau sorotan sinis. Beragam kata terangkai sebagai kata hati mereka dipersembahkan sebagai bentuk apresiasi untuk buku kumcer Dandelion dalam Rindu. Sebelum melanjutkan cerita ini, baiklah saya akan sharing cerita, 

Saya ini suka membaca dan mengkoleksi beberapa buku (novel) karya penulis lokal maupun dari luar. Salah satunya suka sekali dengan karya penulis yang tata bahasanya gaul. Dan senang saat menemukan akunnya  penulis tsb di facebook. Lama sekali untuk mendapat konfirmasi pertemanan, setelah menjadi teman, namun apresiasi saya kepadanya tidak mendapat balasan. Menunggu dan menunggu satu tahun lebih, padahal saya sudah sertakan scaner 6 bukunya. Sebagai pembaca saya kecewa, mencoba berbesar hati hingga memutuskan untuk unfriend saja. Biarlah saya tetap menjadi pembacanya, bukan mengagumi orangnya tetapi karyanya. Kejadian itu terbersit bila nanti saya menjadi penulis saya jangan seperti itu. Bagaimana pun pembaca yang sudah membeli buku adalah Raja. Kini saya menjadi penulis, dan saya tidak ingin seperti dia.

Fariz RM & Oneng DR
Suatu sore di awal bulan Mei 2014 lalu, surprise banget saat saya tiba-tiba mendengar suara sang Maestro Fariz RM, "Rie, boleh nggak aku kritik bukumu?". Spontanitas saya berujar, "Jadi mas Fariz membaca? Bener?" Beliau menjawab, "Iya!" seraya menganggukkan kepala tanda setuju. Langsung saja saya mencium tangan beliau, "Makasih mas, suwuuuun maasss."

Fariz RM : "Topik dan konflik romantik yang di "pilih" sebagai tema/inti cerita sebetulnya sangat menarik. Mungkin cara penyusunan penyampaiannya yang harus dibedakan. Misal : jangan semua peristiwa disajikan berurut. Kadang-kadang di"lewati" (skip) dulu, untuk kemudian di"ingatkan" kepada pembaca melalui penyampaian (seolah-olah) flashback. Jadi nggak terasa monoton dan lebih dinamis penyampaiannya. (2Mei 2014) 

Bukan saja mas Fariz RM yang memberi komentar bahkan bunda Oneng Diana Riyadini pun berujar, "Membaca cerpenmu seperti mendengarkan Arie bercerita ... "   

Kurnia Z S
Agus R Hadi
Pembaca buku saya itu beragam meski mereka orang yang saya kenal baik dunia nyata maupun dunia maya. Setiap komentar, tanya jawab telah disalin kedalam file, Namun, higga masa penulisan ini file yang dicari belum ketemu.  Sebut saja  Kurnia Zulkarnaen Soehoed dari Jember yang menyukai cerpen Pianoku Tercinta, karena ia seorang pianis. Rasa sukanya dituliskan dalam obrolan panjang via WA. Tentu saja ia tak menyadari dengan menulis tsb ia sudah meluangkan waktunya selain membaca dan menulis. Sementara ini ia dikenal teman-teman sebagai sosok yang sedikit bicara, disegani dan nggak merasa bisa menulis. Buku saya telah membuatnya bicara.  Agus Rachmat Hadi, mungkin satu - satu pembaca yang tidak antusias saat menerima kiriman buku, dikarenakan ia sudah membaca lewat surel sebelum naskah itu menjadi buku. Ekspresi suaranya datar, ucapan selamat pun hambar. Tetapi dibalik itu ia satu-satunya yang gencar membantu doa dari proses menawarkan naskah ke penerbit sampai untuk kelancaran penjualan buku kepada teman - teman sekolah dan keluarga. Dan ia pun lebih memilih membeli daripada mendapatkan buku tsb 'free' sebagai jerih payahnya. Mereka berdua setidaknya membaca tulisan saya sebagai ex teman sekolah.

Berbeda lagi dengan Edwin Satria Hadi
teman sekelas ini masih seperti dulu, rajin support saya namun malas membaca, bahkan ia menanyakan isi ceritanya. Katanya, "Mending aku diceritain Riek, daripada membaca, kayak nggak tahu aku aja Riek. Sebagai sahabat aku membeli biar merasakan rasa gembiramu, itulah mimpimu, biarlah istriku yang membacanya."  Di antara mereka, orang pertama dari angkatan alumni SMPN1 Jember angkatan 1981-1984 adalah M.Zamroni memborong tiga buku, sayangnya ia hingga tulisan ini diturunkan enggan berkirim foto melengkapi kebahagiaan hati.Siapa lagi? Banyak sekali, itu sebagian kecil dari 150 eks buku yang terjual, namun dari kesemua itu saya menarik empat nama yang berhasil mencuri perhatian saat membaca komentar - komentar dan kiriman fotonya.

Antok Agusta
"Dari mana saya harus memulai memberi komentar buku kumpulan cerpen seorang sahabat yang berjudul Dandelion dalam Rindu. Harus saya sanjung atau saya kritik… sebuah dilema baru yang menghunjam jauh kedalam rangkaian urat-urat didalam dada saya. Saya pecinta karya sastra, dari kelas Teri hingga yang Dinosaurus. Sebagai cerpenis pemula, karya Arie Rachmawati ini memang biasa saja, tak ada suspens ataupun metafor-metafor yang menggoda. Linier dan merayap, sebagai sebuah karya sastra, Arie tidak mencoba menawarkan garda-garda fantastis yang mengejutkan jiwa… Arie bagi saya adalah seorang cerpenis yang terlalu lugu, polos dan apa adanya. 

Namun dalam membaca cerpen Arie, saya merasa semakin mengenal dan mengerti siapa Arie dan mau apa sebenarnya dia. Arie memang lain dari cerpenis-cerpenis yang pernah saya kenal atau pun yang karyanya pernah saya baca. Arie bukanlah seorang ahli bahasa yang mampu berakrobat kata-kata macam Edgar Allan Poe atau mungkin Ernest Hamingway. Atau kalau cerpenis Indonesia; Arie bukanlah sejajar dengan Ags Arya Dipayana, Yanusa Nugrono, Agus Noor, Djujur Prananto, Adek Alwi atau bahkan Seno Gumira Ajidarma. Arie Rachmawati adalah sesosok cerpenis yang mampu menjadi dirinya sendiri. Sepanjang saya membaca banyak karya cerpenis dalam dan luar negeri, baru Arie lah yang konsisten dengan mimpi dan keinginanya. Dia tetap Arie yang Rachmawati dan tidak ingin menjadi siapa-siapa. Seperti apa yang sering dia ungkapkan, bahwa dia cuman penikmat musik bukan pemusik, apalagi bercita-cita yang lebih dari itu. Itulah Arie yang polos dan lugu tadi. Selalu dia pakai nama panggilannya untuk tokoh-tokoh dalam cerpennya yang berhubungan dengan cerita tentang para idolanya. Sebenarnya Arie tidak mencintai sebuah karya musik dari seseorang idola tertentunya, bahkan dia berusaha untuk mencintai sang idolanya lewat imajinasi dalam tokoh dalam cerpennya…. Arie sungguh luar biasa menurut saya. Tenang dan mengalir bak air yang tujuan terakhirnya tetaplah lautan. Walau perjalanannya harus melalui selokan, ngarai atau bahkan jeram sekali pun. Kalau saya harus menjadi aktor dalam bermain teater, maka saya harus mampu menjadi orang lain. Sehingga penonton saya terpukau oleh permainan acting saya. Demikian pula bila saya harus menulis cerpen… saya harus rela melepaskan karakter keseharian saya. Dengan kepolosan dan apa adanya, justru Arie bermain dengan yang sebaliknya. Dia tetap bermain total dengan dirinya sendiri sehingga pembacanya yang detail pasti akan mampu mengenal siapa Arie sebenarnya dan apa yang dia inginkan lewat cerpen-cerpen karyanya. Akhirnya…. Selamat dan sukses buat Arie Rachmawati, terus berkarya jangan berhenti sampai disini. Bertanhanlah dengan be yourself-mu, karena tak sembarang orang sanggup sepertimu. Karena suatu saat dirimu pasti akan mampu untuk membangun acting is believing untuk suatu Panggung Perak teater-mu.
Salam Budaya….. (Antok Agusta/Pasuruan)

Tyas Amalia Yahya
Sebagai anggota termuda dari Komunitas Fantastic Fariz RM adik Tyas ini berwajah imut sangat ceria dan super sumringah jelas terbaca saat berkomentar, "Wes rampung. Sekali baca nggak bisa berhenti. Hehe, aku paling suka 'Nyanyian Malam Hati Perempuan'. Kisah cintanya unik. Ada tokoh misterius yang bikin penasaran juga. Jalan ceritanya nggak mudah ditebak. Ditambah lagi ada lagu KJP dan Fariz RM. Pokoknya sukaaaaaaa....." (03/01/2014)

Bisa kebayang reaksi wajah Tyas Amalia Yahya yang sangat akrab di dunia musik saat ini. Intensitas keterlibatan dibalik layar sebuah konser musik tentu menyukai cerita terpanjang itu di kumpulan cerpen tsb. NMHP yang tertulis disana serasa cerita nyata tetapi jelas-jelas itu sebuah fiksi yang dibangun dari kumpulan imajinasi yang dilatarbelakangi lagu-lagu Kadri Jimmo the Prinzes. Lima tahun lalu akrab ditelinga. Eskpresi rasa suka bukan karena penulisnya, tetapi hampir keseluruhan tokoh cerita sudah familiar di Facebook. Hal tsb menjadi obrolan bersambung melalui What'sApp. 


Berbeda dengan Tyas, yang satu ini adalah ibu dosen, Amelia Habe adalah teman sebaya usia dan berasal dari kota Jember, Jawa Timur yang berdomisili di Jakarta. Baginya baru kali ini diusia kini membaca kembali cerita pendek versi saya. "Wis aku baca sebagian. Kebiasaan mengajar bahasa yang pembuatan kalimatnya sistematis. Otakku kembali diputar bahwa ini adalah bahasa juga dan penggunaannya bahasanya sangat sastra, Bagus banget, ternyata awakmu sangat sastrawati yang berbakat, sayang sekali kalau nggak dikembangkan. Hebat ternyata orang-orang Jember punya orang berbakat dan berpotensi. Dari gaya bahasa dan alur ceritanya menarik, tidak membosankan." Iya Amelia secara obrolan kami berdua suka menggunakan bahasa gaul nJemberan. Mungkin pemilihan saya untuknya mewakili teman-teman lain seangkatan, senasib berasal dari kota yang sama. Amelia satu-satunya yang langsung berkomentar tak lama menerima paket pemesanan buku dengan komentar penuh rasa nggumun (baca : heran) karena saya ternyata penulis. 


Rini Setio ini memang seorang penulis jauh sebelum saya menelurkan karya. Ia pernah mengirimkan cerpennya dan dimuat di majalah Anita Cemerlang. Hebat! Saya waktu itu selalu gagal, dan dia bisa tembus. Namun kini nyalinya kendor, ia perlu penyemangat dan berdasarkan cerita suaminya Setio Adi Waskito (teman SD Pagah II Jember/1980-1981) sepertinya saya dijadikan semangatnya. Kini ia mempunyai blog dan sudah nyaman menuliskan kegiatannya, puisinya dan cerita pendeknya. Itu sebabnya setahun lalu saat saya sedang promo lewat inbox, sangat antusias membeli padahal saya sendiri sebagai penulis belum menerima satu buku sebagai tanda jadinya. Hebatnya Rini!

Setelah menyimak tulisan diatas maka saya memutuskan sahabat - sahabat ini sebagai pembaca pilihan adalah sbb :
  1. Antok Agusta (pembaca dengan komentar terpanjang)
  2. Tyas Amalia Yahya (pembaca dengan komentar ekspresif)
  3. Amelia Habe (pembaca dengan komentar terheboh)
  4. Rini Setio (pembaca tercepat pemesanan online), terpilihnya mereka berempat sebagai pembaca berdasarkan alasan yang berlaku selain menyemarakan suasana setahunnya Dandelion dalam Rindu ditangan para pembaca. Penilaian berdasarkan kata hati saya, yang menurut saya bisa sebagai bahan penyemangat diri. Baik juga bagi pembaca lain yang minat dalam penulisan.
Terima kasih buat pembaca blog, pembaca buku Dandelion dalam Rindu.
Terima kasih buat para bidan buku ini. Terima kasih buat semuaaaaanyaa....


Salam,
Arie Rachmawati
 

Sabtu, 08 November 2014

B u k u k u : D d R (1)

Dandelion dalam Rindu  
bersama Mereka
Oleh Arie Rachmawati







Setahun telah berlalu, sepertinya baru kemarin lalu saya jingkrak-jingkrak kegirangan saat menerima e-mail dari penerbit bahwa buku kumpulan cerpen Dandelion dalam Rindu itu siap meluncur dan dinikmati pembaca. Waktu itu jum'at 8 Novemeber 2013 lalu, saya berada di atas bus umum menuju Bandung, berita dalam e-mail tsb bahwa buku tsb sudah bisa dipesan melalui penerbit online Leutikaprio dan mejeng di galeri online-nya selama masa berlaku. Buku tsb dijual dengan harga tiga puluh empat ribu, empat ratus rupiah dan ditambah ongkos kirim.

Kilas balik hingga terciptanya buku tsb, diawali dengan obrolan ringan dengan cak Tino (penulis) yang karyanya dimuat beberapa kali di majalah femina. Di sisi lain banyak juga para anggota KFFRM (Komunitas Fanstastic Fariz RM) yang senada mengusulkan, namun saya belum yakin menjadi seorang penulis, jadi semuanya berlalu bersama desiran angin. Hingga suatu hari saya berpikir, kenapa usulan tersebut nggak direspon?. Perlahan tapi pasti mulailah mencari file-file lama (cerpen yang dimuat di media cetak) dan sebagian file yang ditulis baru namun tidak pernah dikirimkan ke redaksi. Terkumpullah enam cerita pendek, saya kirim ke Cak Tino dan ternyata dia menyambut dengan hangat niat itu. Proses yang berlaku hanya komunikasi lewat BBM, Wa dan surel, tidak pernah bertemu tatap muka walau rumah kami berjarak dekat. Berikutnya secara tidak sengaja bercerita kepada seorang penulis senior dan ternyata beliau mendukung. Begitulah setiap saya bercerita tentang ide buku kumpulan cerpen tsb semua memberi nilai positif, semakin semangatlah saya memilih, memilah, menyusun dan menambah cerita pendek yang benar-benar 'baru' saat itu. Proses pengiriman naskah bolak-balik menjadi kegiatan penyemangat diri. Membuat buku itu tak semudah membuat pisang goreng, Semuanya butuh waktu terutama saat pengeditan tanpa mengurangi isi cerita. Belajar mencari kata-kata pengganti yang pas. Setelah semuanya beres, saya meluangkan waktu untuk pulkam ke Jember 6 Oktober 2012. Awal Januari 2013 mencoba pembenahan. Setelah semuanya tersusun rapi  melalui fase editor lagi-lagi cak Tino memberi masukan, "Mbak, coba sampeyan tawarkan ke penerbit besar." Usulan tsb bikin saya berpikir jangan terlalu bermimpi, meski menggoda dan bikin debar-debar cemas. Karena pada mulanya saya mau menerbitkan buku tsb mengikuti jejak langkahnya yaitu melalui penerbit online dan sebagai dokumentasi pribadi saja.


         Pembatas Buku


Penerbit Online Leutikaprio
Okelah usul tsb saya mencoba menawarkan ke penerbit besar, dengan menebalkan muka menyodorkan naskah melalui seorang sahabat kakak saya. Tidak berharap banyak sekedar uji nyali. Sebulan, dua bulan, tiga bulan hingga enam bulan akhirnya naskah tsb ditolak. Kecewa jelas, karena terlalu lama menunggu ditolak. Namun bukan alasan menyurutkan semangat, sudah kepalang optimis, jadi penolakan tsb merupakan hal biasa untuk penulis baru yang mencari jati diri. Akhirnya, saya kembali niat semula yaitu dicetak, diterbitkan melalui penerbit online, yaitu Leutikaprio. Nah, proses cetak online itu memakai biaya sendiri dengan tawaran paket sesuai para penulis yang akan mengikat kontrak kerja. Sebagai penulis baru yang menerbitkan buku, pemilihan font judul buku, gambar dan warna cover diserahkan kepada penulis. Saya hanya mendiskripsikan apa yang ada dalam pikiran dan tahu - tahu terkirim gambar seperti itu langsung saya iyakan. Beres, tinggal cetak dan hak penulis mendapatkan satu buku tanda jadi. (sesuai paket yang dipilih)




Tak perlu menunggu lama buku saya sudah banyak yang pesan, mereka adalah orang-orang terdekat yang mengetahui aktivitas saya selama ini baik secara langsung maupun secara dumay. Segeralah saya memesan ke penerbit tsb sesuai data para pemesan. Ternyata ada juga yang langsung memesan melalui media online tsb, yaitu Rini Setios (istri dari Itok teman sekolah dasar). Disusul oleh Hera Dinov, selanjutnya saya tidak memantau lagi pembelian online yang pembelinya melaporkan sendiri kepada saya. Rasanya nggak percaya saya bisa punya buku kumpulan cerita pendek, tanpa didukung semangat para sahabat tak mungkin saat ini saya bisa berbangga memiliki buku tsb. Beliau-beliau yang turut membidani lekahiran DdR itu sebut saja penggagas ide juga sekalian editor (tata letak) Ersta Andantino atau saya menyebutnya Cak Tino, pak guru kelas cerpen Kurnia Effendi, pak dr.Rudi Pekerti seorang dokter yang fasih menulis lirik lagu dengan sumringah memberi 'sekapur sirih', ada juga teman musisi Eric Martoyo & gitaris asal Oklahoma Max Ridgway juga ada penggiat sastra Ilenk Rembulan yang memberi endorsement

Keseluruhannya beliau-beliau itu untuk jerih payahnya tanpa dibayar sesen pun, justru itu sebagai perekat persahabatan.


Pembaca DdR adalah Sahabat Sendiri


        Mustafa Ibrahim

        Ari Moreno (pemusik)


Selain itu, banyak sahabat dibalik layar yang mengikuti prosesing hingga menjadi sebuah buku. Saking banyaknya teman dan sahabat hingga ada beberapa nama yang tidak tertulis dalam ucapan 'terima kasih' salah satunya di antara mereka hal ini hingga terjadi salah paham. Sedih harus menerima komentar yang berlawanan di saat luapan gembira dengan lahirnya buku tsb. 

Pembaca "Dandelion dalam Rindu" adalah orang-orang terdekat, keluarga inti, teman semasa sekolah, sahabat, tetangga, teman pengajian, teman komunitas musik KPMI & KFFRM, teman arisan bahkan temannya anak-anak saya, temannya si teman, dsb. 

Tak luput kedua orang tua dengan gaya komentar yang berbeda, ada pula keluarga terdekat yang terbiasa berkata-kata sinis, namun banyak juga yang larut dalam gembira. Ada pembeli yang langsung ke rumah, bernama Mustafa Ibrahim atau akrab dipanggil Kang Dadan. 

Di antara gerimis datang dari Banten dengan membawa emping. Beliau ini yang pernah memberi kesempatan karya saya baik berupa cerpen atau puisi dimuat di harian tempatnya bekerja. Ada juga pembaca berangkat dari kota sama, memiliki nama senada dan juga penulis dan bergelut dibidang musik, dia itu Ari Moreno (pemusik) yang kini mempunyai sebuah studio musik di kota Bandung. Rocker yang mau meluangkan waktu membaca cerpen.
 

     Pembaca DdR_Ladys

Di antara para pembeli ada yang langsung membaca dan berkomentar tak lupa mengirimkan fotonya. Banyak yang membeli dan membaca tapi memilih 'no comment' dengan alasan tidak tahu apa yang harus ditulis, cukup berucap, "Salut Arie...semangat!". 

Ada yang tadinya tidak tertarik, namun seringnya saya posting di Facebook, lalu ia kirim pesan via inbox dan membeli. Ada yang berkomentar," Diluar dugaan ternyata Arie itu penulis." 

Menurut Amelia Habe, "Saya sebagai warga kelahiran Jember patut dibanggakan sebagai penulis". Selang beberapa waktu saya menerima pesan singkat dari paman atau paklek Chairil Saleh di Malang. "Arie, pagi ini aku memulai membaca "Dandelion dalam Rindu" sambil menggendong cucu dari Icha. Wow bahasanya sangat enak menggelitik nggemeske untuk pingin tahu endingnya." 

Terima kasih banyak teman - teman dan menurut saya pujian Amalia Habe itu berlebihan, bikin saya merunduk malu atau malah besar kepala?. Tidak. Saya masih pemula masih banyak kekurangan dan belajar lagi. Bersyukur ini adalah  perwujudan dari mengejar impian itu, beragamnya komentar memberi getaran semangat kembali menulis. Menulis ....

Gaya pembaca KFFRM


Beberapa kiriman foto mereka dengan buku DdR bergaya inspiratif atau 'Berani Tampil Beda' meminjam istilah lagu ciptaan Dandung SSS mereka itu dipelopori oleh Adwi Hastuti disusul kang Asep Gunawan, paketu Bekti Nuswantoro, Regina, Bondan dan ditutup pasutri Donny Ananto & Eka Erika. Jelas saya mengenal mereka dengan baik, mereka adalah teman sekomunitas. 

Bahkan Bondan menyebutkan dua cerita pendek berjudul "Di Interlude Aku Jatuh Cinta dan Pianoku Tercinta" adalah dua cerpen "Benar-benar gaya mbak Rie sebagai penggemar Symphony, enaknya jadi penulis bisa mengekspresikan lewat kata-kata," katanya.

Banyak juga para pembeli dan pembaca yang enggan me-request agar mau berfoto dengan buku tsb, bahkan ada pula mereka maunya gratis, sebaliknya ada yang membeli dua buku, tiga buku, lima buku bahkan sepuluh buku. Ada yang sudah membeli, paket sudah diterima hingga beberapa bulan susah ditagih. Yang paling tidak menyenangkan saat ada yang berujar dengan kalimat yang sinis, "Ah penulis itu pengarang adalah tukang mengarang cerita, yang iya bisa nggak, yang nggak bisa iya". 

Beragam komentar, sambutan atas kelahiran buku kumpulan cerita perdana. Sebelumnya saya pernah bergabung dengan 27 penulis alumni Beken dengan Cerpen dalam satu buku, terbit 3 Maret 2012.

Sinopsis Isi DdR 

      Ibu - ibu Tetangga 

♡  P I A N O K U
T E R C I N T A ♡

Menempati urutan ketujuh dari delapan cerita dalam kumcer itu. Pianoku Tercinta, ini awal kisah saya menulis cerita pendek genre remaja disaat usia sudah berkepala empat. Bila tak mengikuti kelas cerpen versi BC1 lima tahun yang lalu, mungkin saya tak memeras otak menciptakan cerita remaja yang beda dari biasanya dengan mengangkat cerita tentang piano. Piano yang dimakan rayap adalah kisah nyata, namun ditambah racikan beberapa curhatan para sohib teramulah jadi satu. Pianoku Tercinta pernah dimuat di majalah khusus cerpen yaitu Story Teenlit Magazine edisi 8/ThI/ 25 Februari-24 Maret 2010. 


♡ C I N T A  S E B A T A S
A N G A N ♡

Berangkat dari obrolan antar dua negara yang berbeda waktu. Intensitas obrolan melahirkan fiksi Cinta Sebatas Angan (CSA) adalah satu-satunya yang terbaru saat itu dalam hal penulisan, saya belajar menggunakan tiga bahasa Jawa, Indonesia dan Inggris. Ditulis spontanitas sebagai hadiah ulang tahun dan ternyata cerpen ini menarik perhatian tiga editor, yaitu pak Kurnia Effendi, pak Rudi Pekerti dan tentu sebagai editor awal Cak Tino sendiri. Uniknya lagi cerpen ini langsung saya terjemahkan dalam bahasa Inggris dan dibaca oleh teman saya yang berdomisili di luar negeri, melalui surel. 

♡ W A J A H  D I B A L I K
K E R U D U N G ♡

Sama seperti CSA untuk cerpen Wajah di Balik Kerudung, ini adalah cerita pendek pertama dengan tema religi, banyak kekurangan disana-sini bahkan hal tsb menjadi sorotan dari pembaca bernama Antok Agusta. "Sebagai seorang penulis cerpen dalam menulis masih kurang liar. Dia masih terjebak pada frame kehidupan yang biasa-biasa saja. Arie tidak pernah meledak eruption yang harus mengagetkan, Arie harus terus berlari dan nggak perlu tengok kanan-kiri. Kau harus jadi seniman bukan hanya penulis cerita biasa, Arie ...kau harus!" tuturnya melaluiui pesan singkat. Komentar panjangnya bisa dibaca link : 


Paulie - Max - Bert - Aymeric Chotard



♡ D I  I N T E R L U D E  
A K U  J A T U H  C I N T A ♡

Sedangkan sebagian mereka menobatkan "Di Interlude Aku Jatuh Cinta" sebagai cerita tersedih. Dan rupanya benar cak Tino dalam pemilihan judul "Dandelion dalam Rindu" sebagai cerpen terbaik versi pembaca. Alasan mereka, cerita tersebut berkisah kasih sayang antara kakak dan adik juga antara anak dan orang tua meski berlatar  remaja namun tidak terjebak dalam cerita remaja pada umumnya soal percintaan. Itu baru lima dari delapan cerita pendek yang terangkum dalam buku DdR. 

♡ NYANYIAN MALAM 
HATI PEREMPUAN ♡

Ternyata pembaca lain terutama tiga tetanggaku (Bu Diah, Bu Sakti, Bu Isye) menyukai Nyanyian Malam Hati Perempuan (NMHP) cerita ditulis akhir 2009 hingga seperempat tahun 2010 lalu. Disana ada sosok misterius dan sedikit menegangkan, selain itu cerita tsb terpanjang di antara lainnya. Sewaktu menulis saya benar - benar mengalami sesuatu yang bikin merinding bulu kuduk, sempat beberapa bulan terhenti dan kemudian diteruskan hingga jadi novelet atau cerbung pertama dengan 49 halaman. 

♡ M E N I T I  A S A ♡

Diurutan terakhir dalam susunan daftar isi adalah Meniti Asa, cerpen yang pernah dimuat di harian lokal Jambi Independent,  berdasarkan curhatan seorang tukang ojek bernama Bang Iyas, dengan dibubuhi sentuhan ala drama romantik, tetap mengedepankan fiksi dengan ending sesuai penulisnya.

Di antara delapan cerpen ada tiga berkisah remaja, Pianoku Tercinta, Dandelion dalam Rindu dan Surat untuk Keith.

Cerpen Surat Untuk Keith itu unik dibuat sebagai tugas dari BC1 untuk misi pembuatan buku. Para peserta rata-rata alumni BC disuruh mengirimkan satu cerita yang pernah dimuat, dan satu cerita yang 'fresh oven' alias benar-benar baru. Terdesak waktu nan mepet dan dalam tempo empat hari melalui inbox FB, saya mengejar target tokoh utamanya. Waktu itu saya baru mengenalnya lewat status-status facebook, hingga timbul ide dan hal tsb terbaca diakhir cerita. Selebihnya cerita bertema dewasa dan satu mencoba religie, namun keseluruhannya ending cerita memberi peluang para pembaca untuk berpikir sendiri.

Dalam buku tsb tersaji delapan cerita pendek adalah sbb :

1. Di Interlude aku Jatuh Cinta  

2. Dandelion dalam Rindu

3. Cinta Sebatas Angan 

4. Wajah di Balik Kerudung 

5. Surat untuk Keith 

6. Nyanyian Malam Hati Perempuan 

7. Pianoku Tercinta 

8. Meniti Asa


Penjualan Online


Kini setahun berlalu, banyak suka duka dalam kelahiran buku tsb. Sebagai penulis, merangkap tukang promosi, pengiriman, pengetikan komentar-komentar dan penyuntingan foto dsb adalah all in melelahkan sekaligus menyenangkan. 

Semuanya menjadikan saya kaya pengalaman menghadapi para pembeli. Berlapang dada menghadapi komentar miring, merasa lega dengan komentar membangun dan merasa sedih masih ada saja yang meminta gratisan, kecuali memang beberapa orang yang mendapatkan free dikarenakan sesuatu hal. 

Pro dan kontra, positif dan negatif semuanya diterima dengan hati gumbira, sebagai bahan penulisan berikutnya. Walau impian saya terpaksa pupus karena untuk bisa tampil display  di rak toko buku terkemuka, bersama buku -buku karya penulis lain dalam di negeri ini, harus memenuhi persyaratan bisnis. Sesuatu yang diluar predikat saya, cukup sudah menjual buku ini lewat facebook dan pertemanan yang ada.

Alhamdulillah telah terjual 150 eks, angka yang kecil namun harus disyukuri, tanpa campur tangan Allah Subhanallahu Wata'ala semua ini tidak akan terwujud. 

Akhir kata, "SELAMAT ULANG TAHUN" DdR-ku tanpa perayaan, tanpa launching sebelumnya, kau karyaku lahir prematur dengan dana seadanya untuk pembaca yang hangat, yang menghargai karya penulis. Kaulah pembaca DdR itu sahabatku sendiri.

Buat Pembaca Blog yang berminat untuk membaca cerita saya di kumcer ini sudah tersedia. 

Terima Kasih.

Salam,
Arie Rachmawati