Selasa, 13 November 2012

My Journey Two Weeks (3)


My Journey Two Weeks

oleh Arie Rie Rachmawati pada 13 November 2012 pukul 19:00 ·

Episode Pantai Papuma



Nama itu menjadi akrab setelah putra saya (kedua) bernama Ryan, bertandang ke pantai itu bersama pakdenya yaitu, mas Hadhie. Selain info dari Ryan, saya pun sudah kesemsem sama postingan foto milik mas Hadhie. Dalam hati harus ada target kesana, kebetulan pas sebulan yang lalu, Sabtu 13 Oktober 2012, saya berduaan dengan mas Hadhie menuju daerah Ambulu-Jember-Jawa Timur. Sepanjang jalan langit cerah, bahkan warna jingga ke-oranye-an memenuhi langit sore. Sesekali mas Hadhie menengok ke arah langit, lalu dipacunya kendaraan roda dua itu. "Mengejar Sunset," gumamnya.

Di atas sepeda motor Tigernya, saya teringat lagu "Cakrawala Senja," nya Fariz RM..." termenung ku kagumi cakrawala senja nan merah merekah, berbaur warna lembayung pesona jiwa indah merona, merasuk sukma, membentang kurnia dewata, menaburkan sejahtera, lukisan alam, berderai  melambangkan damainya"

Saat memasuki gerbang utama bertuliskan,"Selamat Datang Ke Wisata Pantai Papuma," saya melihat dari kejauhan pepohonan kurus kering kerontang. Dan benar saat sangat dekat, nampak jelas seperti pohon telanjang bulat, tanpa satu pun daun menempel. Menurut saya sangat indah serasa berada di benua lain, pada musim gugur. Pepohonan tsb mengingatkan pada beberapa gambar coretan iseng saat luang, saya suka pohon dan ranting. 
 

Pohon dan Ranting
by Arie Rachmawati

musim kemarau memanjang
sepanjang musim dedaunan gugur
akar mengais air sampai ke perut bumi
mengharap hujan turun
tak pernah datang
seakan lebih suka menggantung di langit
tertahan oleh awan mendung

pohon dan ranting
seperti tangan gemulai penari
pemuja hujan dengan ritual adat istiadat
menari-nari mempermainkan jemarinya

pohon dan ranting
seperti tubuh telanjang
berdiri dan meringis
namun nampak indah
biar pun kemarau

pohon dan ranting
tetap menawan
terukir dalam slideshow gambar-ku
lalu aku jatuh cinta...

Medio : 13-11-2012
3:34 PM


Di antara pepohanan yang kering krontang itu, ada beberapa rumput hijau dan semak-semak subur. Hijaunya meneduhkan, rimbunnya menyejukkan. Perjalanan berlanjut hingga melewati jalanan aspal yang mulai terkikis, hal ini tentu bisa membahayakan para pengguna jalan, terlebih bila hujan turun. Mengingat jalan tsb adalah jalan utama, mungkin pihak pengeolah wisata ini mulai memperhatikan keamanan dan kenyaman pengunjung. Jalan melingkar-lingkar, naik turun, akhirnya bau air laut tercium oleh hidung saya. Sore yang indah, saat para nelayan dan perahunya merapat, menambatkan jangkar dan berlabuh. Perahu-perahu itu mirip pasukan pedagang jaman penjajahan yang ilustrasinya ada di buku sejarah. 

Riuhnya para nelayan seperti rayuan angin senja membawa saya turun ke laut. Ke tepian pantai, lalu saya membiarkan  kedua kaki dipermainkan deburan ombak. Buih-buih nya yang nakal mulai ramah bila ke tepi pantai beralas pasir putih. karang kecil dan tumbuhan laut yang terbawa arus bersandar ke bibir pantai. Sungguh indah bermain air laut, sudah lama sekali saya melewati masa seperti itu masih kanak-kanak. Di pasir putih ini saya merasakan kebebasan, meloncat berkali-kali ke udara, serasa saya melayang. Jadi ingat sebuah judul lagu lawas milik R Kelly, "I Belive I Can Fly."  Beberapa kali take serasa ringan melayang ke udara, padahal lihat sendiri sambil meloncat saya tak pernah lepaskan gembolan ha ha ha. Sore nan indah, kemudian, kami berdua beranjak, meninggalkan dataran rendah menuju tempat yang lebih tinggi dengan tujuan masih sama, mengejar sunset.

Jujur saya takut ketinggian, namun karena berpikir kapan lagi bisa seperti ini, ya sudah saya kuat-kuatin berada di atas dataran yang tinggi. Ngeri sih, tapi tertantang juga, bergaya la fotomodel walau setengah terpaksa. Mas Hadhie menawarkan untuk menuruni tebing, waduuh  pikir saya kalau terpeleset bakalan jadi iwak peyek nih. Nggak-lah, cukup bagi saya menikmati panorama senja di atas tebing, keren dan Subhanallahspeechless tenan deh! Alat membidik sunset sudah standby, lengkap dengan tripotnya, namun sayang tiga kali penampakan sunset merah jingga merah merona tiba-tiba tertutup awan kelabu. Awan itu seakan merengut dan membawanya lari, alhasil kami gigit jari. Aaarrggh....!!!


Pantai Papuma bersebelahan dengan pantai Watuulo yang lebih beken dari jaman dahulu. Tetapi keeloknyan sangat jauh dari pantai Watuulo yang mulai terkikis batu berbentuk ular naga panjang (raksasa) itu. rasanya nggak percaya, saat saya mengambil gambar batu berbentuk ular itu, legendanya masih teringat di memori otak saya. Terakhir saya melihat bebatuan panjang itu saat sekolah menengah pertama bersama keluarga. 


Pantai Watuulo terdiam sendiri menyelami irama gelombang samudra di temaramnya senja. Burung camar pun tak nampak lagi di langit sore. Sepi dan mulai dingin menerpa tubuh, dan kami bergegas meneruskan perjalanan pulang seraya mengucap salam perpisahan, entahlah kapan saya bisa kembali ke sana. Bau harum ikan bakarnya belum sempat dinikmati, gubuk di atasnya tebing pun sempat menggoda saya, belum terjajaki. One day in my life...mengalun samar-samar dan deru motor pun mengikuti, kembali ke kota Jember. malam pun menyambut kami berdua di rumah Mama, di Milinia Mangli.


Salam,
Arie Rachmawati
Medio, Bogor 13-November-2012


G A L E R I  F O T O

Catatan : Semua gambar foto karya saya Arie Rachmawati 
dengan menggunakan BB tipe Curve 9320 dan Camera SONY -14.1







Suka ·  ·  · Bagikan · Hapus