Di antara pepohanan yang kering krontang itu, ada beberapa rumput hijau dan semak-semak subur. Hijaunya meneduhkan, rimbunnya menyejukkan. Perjalanan berlanjut hingga melewati jalanan aspal yang mulai terkikis, hal ini tentu bisa membahayakan para pengguna jalan, terlebih bila hujan turun. Mengingat jalan tsb adalah jalan utama, mungkin pihak pengeolah wisata ini mulai memperhatikan keamanan dan kenyaman pengunjung. Jalan melingkar-lingkar, naik turun, akhirnya bau air laut tercium oleh hidung saya. Sore yang indah, saat para nelayan dan perahunya merapat, menambatkan jangkar dan berlabuh. Perahu-perahu itu mirip pasukan pedagang jaman penjajahan yang ilustrasinya ada di buku sejarah.
Riuhnya para nelayan seperti rayuan angin senja membawa saya turun ke laut. Ke tepian pantai, lalu saya membiarkan kedua kaki dipermainkan deburan ombak. Buih-buih nya yang nakal mulai ramah bila ke tepi pantai beralas pasir putih. karang kecil dan tumbuhan laut yang terbawa arus bersandar ke bibir pantai. Sungguh indah bermain air laut, sudah lama sekali saya melewati masa seperti itu masih kanak-kanak. Di pasir putih ini saya merasakan kebebasan, meloncat berkali-kali ke udara, serasa saya melayang. Jadi ingat sebuah judul lagu lawas milik R Kelly,
"I Belive I Can Fly." Beberapa kali
take serasa ringan melayang ke udara, padahal lihat sendiri sambil meloncat saya tak pernah lepaskan gembolan ha ha ha. Sore nan indah, kemudian, kami berdua beranjak, meninggalkan dataran rendah menuju tempat yang lebih tinggi dengan tujuan masih sama, mengejar sunset.
Jujur saya takut ketinggian, namun karena berpikir kapan lagi bisa seperti ini, ya sudah saya kuat-kuatin berada di atas dataran yang tinggi. Ngeri sih, tapi tertantang juga, bergaya la fotomodel walau setengah terpaksa. Mas Hadhie menawarkan untuk menuruni tebing, waduuh pikir saya kalau terpeleset bakalan jadi iwak peyek nih. Nggak-lah, cukup bagi saya menikmati panorama senja di atas tebing, keren dan Subhanallahspeechless tenan deh! Alat membidik sunset sudah standby, lengkap dengan tripotnya, namun sayang tiga kali penampakan sunset merah jingga merah merona tiba-tiba tertutup awan kelabu. Awan itu seakan merengut dan membawanya lari, alhasil kami gigit jari. Aaarrggh....!!!
Pantai Papuma bersebelahan dengan pantai Watuulo yang lebih beken dari jaman dahulu. Tetapi keeloknyan sangat jauh dari pantai Watuulo yang mulai terkikis batu berbentuk ular naga panjang (raksasa) itu. rasanya nggak percaya, saat saya mengambil gambar batu berbentuk ular itu, legendanya masih teringat di memori otak saya. Terakhir saya melihat bebatuan panjang itu saat sekolah menengah pertama bersama keluarga.
Pantai Watuulo terdiam sendiri menyelami irama gelombang samudra di temaramnya senja. Burung camar pun tak nampak lagi di langit sore. Sepi dan mulai dingin menerpa tubuh, dan kami bergegas meneruskan perjalanan pulang seraya mengucap salam perpisahan, entahlah kapan saya bisa kembali ke sana. Bau harum ikan bakarnya belum sempat dinikmati, gubuk di atasnya tebing pun sempat menggoda saya, belum terjajaki. One day in my life...mengalun samar-samar dan deru motor pun mengikuti, kembali ke kota Jember. malam pun menyambut kami berdua di rumah Mama, di Milinia Mangli.
Salam,
Arie Rachmawati
Medio, Bogor 13-November-2012
G A L E R I F O T O
Catatan : Semua gambar foto karya saya Arie Rachmawati
dengan menggunakan BB tipe Curve 9320 dan Camera SONY -14.1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar