Senin, 10 Juni 2013

Ke Jambi Kita Kembali

Jejak yang Tertinggal


Idak semuo orang biso bepantun, termasuk kami. Biaklah sedikit tak apolah jugo. Makan tekwan sekalian goreng ikan saluang, beli talam ebi ke pasar angso duo - demi kawan kami lah betandang (datang) ke Jambi besamo-samo . . . amboi nian la pacak jugo.


Kalimat diatas itu meluncur dengan sendirinya saat saya menampilkan beberapa foto selama berkunjung ke kota bersemboyan "Sepucuk Jambi Sembilan Lurah", dengan anggota keluarga lengkap yang terdiri dari Aryo Rizky Putra (Kak Yo), Aryanto Rachmadi Putra (Ryan), Ardianto Ridho Putra (Edo), Tonny Joostiono (suami) dan saya. Semua itu bisa terlaksana tak lepas dari izin-Nya. Rasanya seperti mimpi bisa kembali ke kota kelahiran Ryan dan Edo dengan keadaan sehat dan formasi lengkap itu. Kunjungan tersebut karena kami memenuhi undangan pernikahan mbak Wulan, putri pak Kadir Rabbani tetangga kami sewaktu kami tinggal di lorong Tulip II (STM Atas) Jambi. 3 Juli 2005 kami resmi meninggalkan kota sejuta kenangan, disana lah kami mengukir hari-hari selama kurun waktu tiga belas tahun, lalu kami kembali lagi setelah delapan tahun berlalu. Di saat anak-anak dan suami berada di kota yang berbeda, meski tempat tinggal tetap di Bogor.

Kamis, 6 Juni 2013
Hari itu hari Isra' Miraj adalah hari libur nasional, pagi setelah subuh beranjak suami datang dari Lampung lalu tak lama kira-kira empat jam kemudian kami menuju pul bus Damri jurusan bandara Soekarno Hatta. Siang itu saya, suami dan Ryan sudah tiba di terminal 1B menunggu kedatangan Edo si ragil yang berangkat dari Bandung. Sejam sebelum waktu check in kami berempat berkumpul dan segera melakukan boarding setelah makan siang di Solaria. Cuaca nan cerah, penerbangan pun lancar on time, sejam melayang di udara mendarat di bandara Sultan Thaha Jambi. Alhamdulillah.
Menjelang cakrawala senja jatuh Oh My God, hotel Formosa tempat bermalam sengaja dipilih mendekati bandara dengan upaya nanti bisa lebih cepat aksesnya. Maaf saya anti gengsi, akhirnya saya memutuskan memakai jasa ojek bukan karena saya lokek (pelit), tapi tawaran itu sungguh t e r l a l u. Berbekal dua ojek saya dan suami tiba duluan di hotel, sementara anak-anak jalan kaki sambil berniat memotret sepanjang bandara menuju hotel. Kata mereka jaraknya dekat, memang iya dekat. Dua ojek yang ikhlas itupun mendapat tambahan upah dari harga kesepakatan. Alhamdulillah Thanks to Allah SWT.
diperaduan bersamaan berkumandang adzan magrib, kami memasuki hotel yang tak jauh dari bandara. Saat kami menunggu barang-barang di bagasi, kami ditawari jasa taksi yang harganya ya ampun gila banget, seratus ribu coy !. Andai kami buta kota Jambi dan pasrah kepada mereka penawar jasa niscaya mereka akan tertawa karena kami telah tertipu. Ini Jambi bukan Jakarta yang tak lepas dari jauhnya jarak, kemacetan atau banjir pada musimnya, harga segitu mungkin kecil, tapi sekali lagi ini kota Jambi, dan jarak ke hotel kira-kira 500 meter. Suami saya hampir saja mengiyakan tawaran taksi itu, meski akhirnya diturunkan menjadi lima puluh ribu rupiah.

Kembali ke Jambi berarti kembali dengan suasana udara panas, gerah, kemringet tentunya. Malam datang menjelang perut pun mulai keroncongan, tak jauh dari hotel kami menemukan Rumah Makan Safari, seingat saya dulu disekitar pasar simpang Bata, nggumun alias heran karena Ryan tumbuh tinggi besar. Sedang Edo dulu yang gemuk gembul kini menjadi kurus tinggi berkacamata pula, jelas berbeda dari delapan tahun yang lalu. Beberapa cerita bergulir mengisi kerinduan yang lama terpendam, sementara anak-anak ijin meminjam motornya pak Jup untuk keliling sejenak kota Jambi. Jambi dalam pelukan malam.
ternyata benar saat saya menanyakan keberadaan rumah makan Padang itu, ternyata daya ingat saya masih oke. Nasi ngepul khas beras Bareh Solok dengan berpiring warna-warni lauk namun hanya sepiring dendeng batokok yang menggoda. Lep..lep saking lahapnya namboh lagi, ha ha ha. Rindu nasi yang kempyur selain memang lagi lapar lengkaplah sudah acara makan malam penuh nikmat itu. Di hotel telah menunggu pak Juprinon, beliau ini dulu ketua sekuriti kantor PT Telkom Centrum, begitu melihat Ryan dan Edo, pak Jup nampak senang, "Lamo tak jumpo, ai kau lah besak nian Ryan, Edo." Waktu berlalu begitu cepat, dulu anak-anak masih SD kini menjadi sosok pemuda, wajarlah terbesit wajah

Jum'at 7 Juni 2013
Pagi mobil pinjaman sudah nangkring di halaman hotel. Pagi menjelang siang meluncurlah kami ke jajaran makanan di samping BNI-Xaverius menikmati es tebu,tekwan, sioamy Mang Aceng. Lalu jelajahi sisi lain Jambi terutama mampir sejenak di Ndilala sesuai misi Edo ingin memotret beberapa objek, maka meluncurlah kami ke sana. Namun dalam pertengahan perjalanan kami memutuskan balik ke kota lagi dikarenakan jalanan kurang bagus, dan mobil yang dipakai kurang nyaman. Nampak sekali kurang perawaratan sehingga dikhawatiran terjadi sesuatu yang nggak diinginkan. Kembali ke kota . . .
SDN 42 Jambi, sekolah dasar ketiga anak-anak saya menuntut ilmu jadul. Jalan-jalan lagi menyisir ruas jalan dalam kota hingga menjelang sholat Jum'atan di Masjid Agung Seribu Tiang. Lepas jum'atan ternyata Edo menuju parkiran mobil tanpa alas kaki, oh rupanya malang nian nasibnya, saat usai jum'atan sepatunya hilang, ya sudah anggap saja shodakoh. Usai dari sana kami menuju Jembatan Aurduri II berencana melihat-lihat Candi Muaro Jambi, ini atas rekomendasi pak Juprinon.

Sepanjang perjalanan nampak padang ilalang dengan beberapa rumah panggung menjadi ciri khas penduduk Jambi (pedesaan) gunanya untuk menghindari rumah terendam banjir dari sungai Batanghari bila meluap. Sekilas nampak keren rumah sederhana itu, jauh dari kesan hiruk pikuk, yang terasa damai. Sepanjang jalan pun melintas beberapa mobil pick-up mengangkut hasil kebun kelapa sawit. Ketika kami tinggal di Jambi, paling jauh berjalan hingga ke Kumpeh atau Kasang saja, belum pernah menjelajah sejauh itu.

Perjalanan singkat namun memberi kesan mendalam karena saat itu anak-anak sudah bisa menyetir dan bergantian supaya tidak kelelahan. Hingga akhirnya kami mampir ke WTC untuk membeli sepatu Edo selain utuk kondangan esok hari juga untuk kuliah. WTC ketika kami akan meninggalkan Jambi, sedang dalam pembangunan. Lantai dasar terkesan mewah dengan counter branded, namun ketika melangkah kaki ke lantai atas tak jauh dari mall biasa. Namun bagaimana pun juga itu pertanda pembangunan Jambi mulai nampak, daripada saat kami tinggal disana. Sepatu telah didapat, melajulah roda empat itu dan berhenti di RM Gantino Baru, rumah makan ini adalah salah satu favorit saat bulan Ramadhan tiba selalu menyempatkan mampir sekali berbuka disana kemudian berbelanja baju lebaran untuk anak-anak. Kenangan yang tak lekang oleh waktu. Seharian kenyang dan lelah dan sangat menyenangkan.

Sabtu, 8 Juni 2013


Pagi sekitar jam 07:30 wib hari Kak Yo sudah mendarat di bandara Sutan Thaha Jambi dari bandara Soekrno Hatta, perjalanan panjang dari kota Cilacap ditempuh dengan kereta api, dari Cilacap menuju Jakartar, sepulang kerja. Dini hari tiba di stasiun Gambir dan melajutkan ke bandara Soeta. setibanya Kak Yo di Jambi kami berlima rame-rame mencari sepiring sarapan ke lorong Pahlawan The Hok, namun penjual nasi gemuk dan lontong sayur itu barang dagangannya sudah habis. Melajulah kami di daerah Jelutung dan disitulah kami mengisi perut untuk bekal tenaga siang hari. Dari Jelutung meuju Saimen Bakery di pusat kota, untuk membeli beberapa jajanan basah seperti Kue Padamaram dan meluncur kembali ke daerah IAIN untuk membeli dendeng batokok khas Kerinci. Ngomong-ngomong soal dendeng batokok ini, adalah makanan favorit keluarga kami. Setiap kunjungan ke Jambi 'harus dan wajib' membelinya. Kenapa? Ya selain rasanya enak, gurih khas dagingnya itu tiada tertandingi. Selain harum baunya karena dibakar pakai arang dan sambal cukanya yang hmmm....maknyus tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.


Jam Resepsi semakin dekat, bergegas berganti baju dan roda empat segera menuju ke Ratu Conventional Center atau RCC tempat resepsi pernikahan mbak Sri Wulan Kartini (Wulan) dan Prima, inti dari kunjungan ke Jambi ini. Di sinilah selain menghadiri pernikahan juga merupak ajang reuni besar warga Tulip 2. Benar juga, di halaman parkir sudah disambut bang Bujang, pak Choirun, pak Didik, pak, Boy imut, pak Haryono, pak Kusairi dan banyak lagi. Yang menjadi pagar ayu pun wajah-wajah lama antara lain bu Reynaldi, bu Handoko, pak Raflesbahkan gadis-gadis remaja Tulip 2 antara lain : Puput, Wiya, Bunga dsb. Tak habis pikir disini pun bertemu dengan mantan para guru SDN 42 yaitu Ibu Winarsih dan Ibu Ernilawati. Wow, ramai nian nampaknyo silaturahmi ini.

Saat menyalami keluarga pengantin yang berbahagia, sangat tersentuh melihat Budhe Kadir menciumi Ryo-Ryan dan Edo. Terutama Edo, dimana di masa lampau Edo suka dipanggil dengan sebutan "Ndo..Ndo..!"
Ya sekarang anak-anak lah beranjak remaja menuju dewasa. "Oey lak besak kau, lamo tak jumpo, ai ai lah pado bujang galo." sangat mewakili sapaan senada para warga Tulop 2. Di tengah banyaknya tamu undangan yang memenuhi ruangan, saya mencari sosok sahabat lama yaitu Anny. anny adalah saudara sepupu keluarga pengantin yang mempunyai hobi dan cerita yang sehati. Kini Anny telah menikah dan dikaruniai seorang putra. Benar-benar temu kangen untuk semuanya. Dan akhirnya waktu menggiring diujung pertemuan pengantin itu.

Usai acara kondangan masih berlanjut meneruskan sisa-sisa kunjungan silaturahmi antara lain ke rumah mbak Murni yang suaminya baru saja meninggal dunia, kemudian ke rumah mbak Retno Watir (Eet) sayangnya beliau tidak berada di tempat lalu dilanjut pak Somat, kemudian kuliner hingga menjelang adzan Magrib. Lelah namun menyenangkan, meski dengkul rasanya mau copot tapi sangat puas. Oh, ternyata acara belum berakhir ding ! Usai mandi dan sholat Magrib masih berlanjut ke daerah sekitar Angso Duo tepatnya Tanggo Rajo, tentu ingin bernostalgia menikmati jagung bakar, es tebu dan sate Padang. Waduuuh, ampun saya cukup minum es tebu dan nikmati satu jagung bakar saja. Wow tak telap lagi nih nampaknyo, selain kecapekan dan mengantuk juga perut telah kekenyangan. Barakahallahu fiikum.

Minggu, 9 Juni 2013

Dini hari Jambi diselimuti awan mendung dan guyuran hujan lembut, iramanya seperti ketukan birama 4/4 bakalan lama turunnya. Pagi sekali Kak Yo sudah meninggalkan hotel untuk segera check in di bandara Sutan Thaha Jambi, penerbangan akan berlanjut ke Yogyakarta baru dilanjut ke Cilacap lewat darat. Sedang kami berempat penerbangan siang. Alhamdulillah semuanya diberi kelancaran tanpa ada 'delay' penerbangan dan sejam kemudian dari jadwal flight sudah tiba di bandara Soekarno Hatta. Meski pun di udara menurut saya agak lama terbanganya, ternyata macet di udara pun berlaku juga dan saat mendarat pun untuk menuju tempat parkir pesawat, kami diajak muter-muter dulu, mungkin landasan terlalu padat jadwal penerbangan. Semua berjalan dalam lindungan Allah SWT hingga tiba kembali menginjakkan kaki ke rumah, pas adzan Magrib. Syukur Alhamdulillah semua niatan, kami semua yang datang dari berbagai kota datang dan pergi diberi-nya sehat wal'afiat dan lancar. Semoga tulisan ini bisa berbagi, dan untuk keluarga pak Kadir Rabbani serta warga Tulip 2 mohon maaf tidak bisa memenuhi kunjungan untuk berkangen ria, karena keterbatasan waktu dan tenaga. sekali lagi mohon dimengerti kami bisa hadir dalam keadaan keluarga lengkap semata atas izin-Nya.

Terima kasih pembaca,


Salam,
Arie Rachmawati