Jumat, 13 Juli 2012

Selangkah ke Seberang (Jambi)


Sungai Batanghari-Jambi

Sebenarnya ini tidak ada sangkut pautnya dengan judul lagu Fariz RM di album Panggung Perak itu, hanya kebetulan saja, saya ambil sebagai judul catatan ke 126 ini mengingat pas sekali dengan tujuan saya menghadiri dua undangan pernikahan ke pulau Sumatra tepatnya di Jambi.

"Guayaaa buanget! "kata sahabat saya. Ya saya kan hanya petugas pelaksana perintah suami. Nah kesempatan itu saya pergunakan bernostalgia. Tak dipungkiri meski saya (pernah) tidak suka tinggal di kota bersemboyan, 'Sepucuk Jambi, Sembilan Lurah' ini, tetapi disinilah saya dan keluarga mengisi hari-hari selama kurun waktu 16 Agustus 1992 s/d 03.07.2005 (kurang lebih 13 tahun). 

Jambi yang dulu saat saya dan Kak Yo (3,5 tahun) menapakkan kaki ke tanah berpasir putih itu, memakai pesawat baling-baling dan jadwal penerbangannya dalam seminggu hanya beberapa kali. Meski Jambi ibukota provinsi Jambi (dengan nama yang sama) adalah kota yang ramai hingga jelang magrib saja, selebihnya s e p i . Udaranya sangat gerah, panas menyengat dan sebentar-bentar gatal-gatal. Adaptasi adalah memerlukan waktu yang panjang. Ada dua ari-ari  terpendam di tanah ini, milik Ryan dan Edo (anak kedua dan ketiga) sedang Ryo dilahirkan di Jember. Selain itu belajar bahasa sehari-hari. Dimana tanah dipijak, disitulah adat dijunjung, sangat berlaku bagi saya dan keluarga. Bahasa sehari-hari tidak jauh berbeda dengan bahasa Melayu, tentunya sangat berbeda jauh dengan bahasa Jawa meski banyak menggunakan huruf / vokal 'O' terutama dialeknya (intonasinya). 

Mei 2012
Napak tilas dimulai dengan  menghadiri pernikahan putri pertama bapak Eko Purwanto, beliau dahulu atasan suami saya. Beliau juga pernah menolong saya sebagi pendonor darah saat saya akan menjalani operasi. Di Jambi ini ikatan persaudaraannya sangat kuat, meski kami bukan sesaudara namun dalam lingkungan kantor (PT Telkom Jambi) dan sekitar tempat tinggal. Saudara terdekat adalah tetangga kita, maka berbaik-baiklah dengan tetanggamu. Pepatah lama itu ada benar nya juga. Dan salah satu janji kami saat akan meninggalkan kota itu, saya datang adalah wujud dari menepati janji itu.

Setibanya di Jambi akan bermalam di rumah sahabat bernama Tutik, di belakang makam pahlawan di The Hok. Malam itu hujan lebat sekali mengguyur Jambi, bahkan saat landing tidak mulus hingga sebagian penumpang serempak menyebut nama Allah SWT..."Allahuuu Akbaaarrr."
 


Sabtu 6 Mei 2012,
Saya berjumpa dengan penjual sayur namanya Mamak Jenni, beliau orang Batak tapi orangnya kalem sekali lah (Batak mode:on). Dulu, beliau tetangga kami (baca saya) yang saya ingat kejadian lampau, putra bungsunya pernah terkena ilmu palasik. Yaitu ilmu hitam sangat khas di daratan Padang yang biasanya diincar bayi hingga anak-anak dibawah usia lima tahun. Serem juga sih waktu saya mendengar cerita hal itu dari tetangga.

Kemudian saya mengunjungi Ibu Sugik,     beliau ini tukang cuci dan setrika (selesai kerja pulang). Beliau mempunyai banyak anak, dan masih menganut paham 'banyak anak, banyak rejeki'.  Setelah saya pindah menuju ke rumah sendiri di daerah Sipin (STM Atas) saya jarang mengunjungi sini, kecuali setiap lebaran saja. Silahturahmi masih berlanjut ke tukang urut bernama Bang Somad adalah langganan keluarga. Bang Somad ini rajin sekali mengurut kaki kanan saya, yang boleh dibilang agak bermasalah.
 Beliau ini sangat hapal dengan suara saya, terbukti meski pun lama tidak bercakap-cakap, begitu mendengar suara saya, beliau menyebutkan nama saya tanpa harus berpikir lama. "Aih Bu Tonny, mbak Arie, apo kabarnyo...," sapanya dengan senyum. Saya sempatkan pula mampir sebentar ke rumah Ibu Yunus, beliau teman sesama penggurus Dharma Wanita PT Telkom Jambi priode 1996 (lupa).

Senang rasanya semua rencana saya berjalan mulus, selain tetangga dan kerabat lama, saya ingin menjumpai teman dumay bernama Ibu Amalia Soeharto.    Hari, jam pun disepakati dan akhirnya bertemu juga untuk menuntaskan hasrat bersama menikmati sajian sate padang Tugu Juang. Menurut saya, sangat nikmat sekaleeee. Malam itu akhirnya kami bersama mbak Mimin, Puput dan Ibu Amalia saling bertukar cerita diselingi menyantap sate padang berbumbu kuning.





Minggu, 7 Mei 2012,
Disinilah saya banyak berjumpa teman suami pada masa kerja dahulu. Menjalin talisilahturami adalah salah satu bentuk ibadah yang harus senantiasa dipertahankan, dijaga agar kita mendapat rahmat-Nya. Jadi bukan sekedar menghadiri 'kondangan manten' saja  dan saya menyempatkan nyekar ke makam Bapak dan Ibu Soedomo, beliau itu sudah saya anggap sebagai orang tua angkat. Ketika beliau masih hidup, sangat membantu menjaga anak-anak terlebih saat mereka dan saya dalam keadaaan mendapat musibah, perhatiannya sangat tulus dan ikhlas jadi sesampai di depan makam, tiba-tiba air mata ini mengalir begitu saja di antara surah Al-Fatihah.

Tetangga di Jln.Tulip II, satu persatu saya kunjungi. Alhamdulillah saya masih dipertemukan dengan Mbah Sangkrak
 (petugas sampah) yang kini sudah pikun. Lanjut ke rumah bude Kadir, yang sangat terkejut melihat saya nongol di depan pintu dapur. Saya memang sengaja tidak memberi kabar, ditakutkan bial sudah berjanji terus tidak bisa menepati akan menjadi beban batin. Beruntung sekali saat saya datang, ada sajian pempek. Wow...rejeki banget. Jadi ingat jadul, selalu mendapat suguhan sepiring pempek dan semangkok cuko-nyo yang nikmat. Setelah itu mampir ke rumah pak RT, yang sangat lucu. Warga Tulip II tidak ada perubahan, wajahnya awet-awet semua dan welcome.

Senin, 8 Mei 2012,
Urusan kuliner selalu menjadi ajang yang menghias setiap perjalanan kian bersemangat.
 Menjelang hari terakhir, menyempatkan diri ke tempat penjualan keramik di belakang Polda Jambi dan kuliner kaki lima di sekitar depan SD Katolik Xaverius Jambi. Beberapa dibungkus seperti dendeng batokok depan IAIN dan pempek Panggang Selamat. Menjelang detik-detik terakhir saya bisa bertemu dengan sahabat mama, yaitu mbak Murni dan dan mbak Eet, jadi lengkaplah rajutan tali silahturahmi itu. Senja menjemputku dengan senyum manis untuk membawaku kembali ke Jakarta. Dan sejenak aku melambaikan pada Sultan Thaha. Bulan depan jumpa lagi...



Juni 2012
Misi masih sama seperti bulan kemarin, pergi kondangan nyebrang laut dan pulau. Tapi bedanya kali ini, saya tidak ada target cukup nemani Kak Yo (Aryo Rizki Putra/putra sulung).  yang sangat ingin menapak tilas. Hari Jum'at 15 Juni 2012, Batavia Airlines menurunkan kami di Sultan Thaha, pas senja menyambut kami langsung menikmati sajian pempek panggang, pangsit ikan, juice semangka dan juice alpokat dan kebeneran lagi lapar, jadi yummy buanget. Setelah itu kami berisitirahat dan memulai petualangan esok hari.

Sabtu, 16 Juni 2012
Tiba-tiba dini hari Kak Yo sakit perut dan nggak bisa buang angin, badannya meriang dan otomatis merubah jadwal kunjungan. Setelah subuh saya mencari apotik terdekat, Alhamdulillah kondisi membaik lalu segera memulai kaki melangkah. Bersama Tutik dan putri semata wayangnya Abel, kami mengunjungi Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Jambi. Suasana sudah sepi, maklumlah hari itu pembagian raport, tidak ada jadwal mengajar maka kegiatan hanya separuh hari saja.




Kebetulan saya mendapat nomor seluler bapak guru yang akan kami kunjungi dan akhirnya kami meluncur ke daerah SMP16 dan bertemu dengan pak OB, beliau ini masih mengenal Kak Yo.   Obrolan seputar napak tilas saat kak Yo memenangkan lomba cerdas cermat bersama dua teman lainnya, membawa nama harum SMPN1 Jambi priode 2003-2004. Bahkan kami sempat melihat frame yang terpampang di dinding sekolah, memenangkan Rp 3.500.000,- sebagai juara pertama dan mewakili tingkat provinsi. Panjang lebar obrolan itu sedikitnya meringkas waktu, untuk segera melanjutkan kunjungan ke tempat lain yaitu SDN no 42 Jambi.

Mungkin di antara sekolah-sekolah lain, SD ini paling banyak menyimpan memori. Sekolah sederhana yang dulu atap dan bangunannya jauh dari sebutan sempurna kini telah bersolek dan menjadi sekolah percontohan. Terlebih jaman angkatan Kak Yo murid-muridnya lumayan berprestasi. Sekolahan ini sering saya lewati bila ke warung, kadang saya berhenti di depan pagar (buruk) dan melihat Kak Yo yang duduk di bangku depan, sambil melambai tangan. Hahaha...everlasting tenan  masa itu. 

Minggu, 17 Juni 2012
Akhirnya Kak Yo melihat kembali kampung halamannya, rumah lamanya dan para sesepuh. Kami serasa tamu agung, begitu datang disambut, terutama Kak Yo yang kini menjadi pemuda (bujang) ganteng. Kehadirannya mewakili papanya, dan dengan senang hati menikmati semua sajian makanan yang ditawarkan di meja-meja.
 Kondangan ini mirip ajang reuni besar, dengan diiringi musik dan para penyanyi warga sendiri menjadikan acara pernikahan itu seperti jahatan sekampung turun desa, meriah dan ramai sekali. Usai menunaikan ibadah Dzuhur, kami berpamitan pulang dan istirahat.

Senin, 18 Juni 2012
Perburuan terakhir adalah mengunjungi beberapa tempat yang menyimpan memori buat Kak Yo seperti, gedung  
 kesenian Taman Budaya Jambi  (tempatnya berteater), Sungai Batanghari dan kulinernya serta pertemuan dengan ibu wali kelas SDN 42 Jambi, Ibu Ernilawati. 


 Serangkaian cerita telah menemani perjalanan 'Selangkah ke Seberang', kini tibalah kami harus mengucap salam kepada Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, entah kapan lagi bisa kembali kesini walu menengguk aik keruh seperti lagu Cik Minah. Di detik-detik akhir datanglah beberapa teman Ka Yo semasa SMP dulu, bahkan saat di bandara Sutan Thaha pun masih semapt bertemu dengan sahabatnya Ade Kartika, maka lengkaplah target napak tilas dalam misi kondangan nyebrang laut dan pulau itu. Semua itu atas izin dari Allah SWT, perjalanan pulang pergi lancar dan sehat.

Jambi, yang dulu pernah mendapatkan piala Adipura karena kebersihan kotanya kini sepertinya tinggal kenangan. Jambi telah menjadi kota yang ramai, berdiri gedung berjejer sepanjang sungai Batanghari. Hampir tidak ada perbedaan dengan kota-kota di pulau Jawa pada umumnya. Jambi masih sering mati lampu nggak jelas jadwalnya, tapi Jambi menyimpan kenangan tumbuh kembangnya anak-anak, merajut keluarga kecil untuk berprestasi. 


. . . Senja bertemu senja,
langit jingga kemerahan,
sementara ilalang menari ,
burung bersayap menyapa,
disana perjumpaan dan perpisahan,
tanpa perlu ada air mata,
meski menyeruak rasa didada,
tak terucap oleh kata,
cukup mengucap salam
dan menjadi kenangan
merajai hati . . .


Disalin dari akun facebook Arie Rie Rachmawati pada 13 Juli 2012 pukul 19:56 ·