Selasa, 23 September 2014

Menikmati Waktu (1)

Backpacker in Mission
Oleh Arie Rachmawati



September Ceria

Untuk ketiga kalinya kami sekeluarga bisa pergi bersama, namun kali ini sangat berbeda. Selama dalam perencanaan kami sengaja tutup mulut dan berusaha tidak membahas apapun di wall facebook salah satu sosmed paling ramai tempat berkumpulnya teman, sanak - saudara untuk berbagi komentar. Perjalanan kali ini komandan dipegang oleh anak sulung Aryo Rizky Putra (Kak Yo/ komandan regu /guide) yang jauh hari menginginkan hal ini sebagai bentuk nazarnya yaitu mengajak keluarga (kedua ortu dan kedua adiknya) menonton F1 Grand Prix 2014 di Singapore. Langkah pertama adalah pembuatan passport sejak awal tahun 2014 dan pengecekan berlakunya passport yang lama (untuk yang sudah punya). Urusan imigrasi sudah beres sejak 
check in terminal 3 Soeta
bulan Februari lalu. Setahap demi setahap, rencana semakin mendekati jadwal hari yang dinanti, September 2014. Mendekati hari H, mulailah ia membuat grup What'sApp dengan nama "Formula 1" yang isinya info, instruksi seperti mengingatkan kami persiapan passport, menukaran rupiah ke dolar Singapore, dan pemberitahuan email tempat bermalam serta kemungkinan-kemungkinan pertanyaan dari bagian imigrasi setempat. Tanpa instruksi Kak Yo, tugasku seperti biasanya bagian obat-obatan, konsumsi, dan pengepakan baju sepraktis mungkin cukup satu koper, selebihnya bisa dijinjing dan masuk kabin pesawat. Ini adalah pengalaman pertama plesiran berlima ke luar negeri maka Kak Yo menegaskan kita harus mematuhinya karena negeri singa putih ini terkenal dengan peraturan tata tertib dan disiplin yang tinggi.

Sabtu, 20 September 2014

Arrival
Going to S'pore
Kak Yo sudah tiba disana mendahului kami. Penerbangannya melalui bandara udara Adi Sucipto Yogyakarta, sedang kami berempat Mas Tonny (MT), Ryan,Edo dan saya meluncur dari base-camp Bogor menuju bandara udara Internasional Soekarno Hatta dan memakirkan mobil di area penitipan. MT membagikan passort masing - masing sebelum kami check in, ia memberi uang saku buat kami masing-masing sebesar 50$S, disini kami serasa menjadi agen negara dalam adegan film - film action atau agen dalam games yang bercerita suatu misi/tugas dalam petualangan. Para backpacker mulai beraksi.

Di terminal 3 dengan pesawat Air Asia (QZ 264) boarding tepat waktu 10:40 wib, gate 6, seat : 5C,5D, 5E, 5F kami meninggalkan kepanatan Jakarta dan waktu tempuh satu jam, empat puluh lima menit tiba di Airport International Changi, terlihat sangat bersih, rapi nian dan sejuk dengan pendingin ruangan. Saking senangnya mengambil gambar di beberapa sudut tempat, tanpa disadari Blackberry-ku terjatuh dan syukur Alhamdulillah ditemukan seorang pria bule dan BB pun kembali 
Terminal 3 Changi Airport Singapore
Backpacker beraksi
ketanganku. Urusan imigrasi selesai walau ada sedikit kendala, dan begitu keluar menuju pintu kedatangan, Kak Yo menghampiri kami lalu kami bergegas menuju lift untuk antri naik Skytrain

Skytrain ini alat transportasi berupa gerbong kereta hanya terdiri dari dua gerbong yang fungsinya pengantar penumpang yang akan melanjutkan perjalanan berikutnya, jarak tempuhnya menghubungkan antara bandara udara dengan stasiun kereta yang disebut MRT. Skytrain ini ada jadwal pemberangkatan, bila sudah terlewat jadwalnya, masih bisa diakses dengan bus atau taxi. Alhamdulillah semuanya diberi kemudahan, kelancaran. Dari Skytrain kami melanjutkan dengan MRT, sebelumnya harus membeli tiket yang loket pembeliannya mirip mesin ATM. Kak Yo yang bertindak sebagai komandan regu sekaligus guide sedang sabar mengantri, sementara kami berempat sibuk berfoto-ria disekitar Changi Airport. Tak lama kemudian kami pun berbaris menuju pintu MRT yang sudah diberi garis merah dan hijau, sehingga antara penumpang yang akan keluar dan masuk tidak bertabrakan seperti penumpang Commuter Line (dulu KRL) area Jabodetabek. Dari stasiun Changi Airport melewati Expo lalu turun di stasiun Tanah Merah, kemudian ganti MRT dilanjutkan lagi melewati Bedok, Kembangan, Eunos, Paya Lebar, Aljuneid, Kallang dan turun di stasiun Lavender. 

Stasiun Lavender
Disini stasiun Lavender, kami melanjutkan dengan jalan kaki menuju tempat penginapan yang terletak tak jauh dari lokasi stasiun. Selama perjalanan berjalan kaki banyak nian melihat pemandangan baru, ditemani udara sore seakan memberi salam 'selamat datang'. Menyenangkan sekali udara disekitar sana tanpa polusi, jalanan lengang dan tiada hiruk pikuk. Pejalan kaki pun tertib mematuhi rambu-rambu lalu lintas walau situasi sepi bahkan tidak polisi berjaga disekitar situ. Para backpacker dengan membawa tas masing-masing melewati sebuah stadion King George lalu berbelok ke kanan dan menuju "Lofi Inn Hamilton" sepanjang jalan itu sangat kental aroma cendana, berjejer ruko yang menawarkan hostel for backpacker dengan suasana khas pecinan.


Saat senja meluruh, jam tangan menunjukkan pukul 7 malam waktu setempat, namun langit sore masih nampak terang. Usai sholat magrib kami meninggalkan penginapan untuk mencari makan malam dan melihat Singapore di waktu malam. Hunting kuliner untuk dinner. Menyelusuri  jalan King George Ave Rd yang berada disamping stadion King George lalu menuju arah Victoria St, melewati pemakaman umum, Kampung Arab namun tidak mampir hingga tiba di Bugis Junction setelah melewati stasiun Bugis. Selama perjalanan itu lalu lintas malam hari pun jauh dari kebisingan, sesekali berfoto diantara bus - bus yang berhenti di trafic light. Memanfaatkan perjalanan yang mungkin esok belum bisa menyelusuri jalanan yang sama. Menemukan beberapa tempat untuk dipotret, mengamati perbedaan jalan St (street) dengan Rd (road) juga Jln (jalan) kemudian mencatatnya untuk dijadikan tulisan diblog ini, sebagai oleh - oleh cerita.

Di Bugis Junction menemukan rumah makan masakan melayu, karena kami pernah tinggal di Jambi yang masih berbau Melayu maka kami memesan nasi lemak dan nasi briyani yaitu semacam nasi kuning tetapi rasa rempahnya berasa banget, potongan ayam goreng  terlalu gedhe hingga bikin agak eneq, mau nggak mau kami menikmatinya karena mencari menu yang bisa bersahabat dengan lidah dan halal ternyata agak susah, apalagi sejak makan terakhir di Bakmi GM terminal 3 Soekarno - Hatta Jakarta sebelum boarding. Bekal makanan dari Bogor, berupa kue lapis Surabaya, pia susu khas Bali dan snack-snack sudah mendekati masa krisis persediaan. Untuk makanan dan minuman memang diprioritaskan membeli yang penting saja. Selain harganya juga kami memang berhemat, mengingat uang saku terbatas karena rumah masih dalam penggarapan renovasi. Misi pertama mencari toko sepatu Van's yang dicari tidak sesuai hati lalu kami pulang kembali ke stasiun Bugis naik MRT karena nggak sanggup lagi berjalan kaki. Di depan stasiun Bugis ini ada pula shelter busnya, Opp Bugis Juntion. Turun di stasiun Lavender, dalam perjalanan menuju penginapan, jari - jari kaki lecet dan betis pun mulai membengkak, kemudian kuputuskan untuk membeli sandal jepit seharga 4,9 $S. Hadeww, ampun deh harga segitu  bila dirupiahkan hampir 50 ribu rupiah. Lofi Inn dimalam hari penuh dengan pengunjung untuk bermain bilyard dan sekedar nongkrong di bar, walau kulihat sekilas suasana itu terekam dalam memori. 


Minggu, 21 September 2014

 Taman Dhoby Ghaut Green
Hari masih pagi, udara cerah tanpa polusi asap menambah gairah memulai menjelajahi kota singa putih ini. Setelah semuanya siap dengan bekal masing-masing dalam tas ransel, kami meninggalkan Lofi Inn Hamilton dan menuju jalan besar Lavender St terus menyeberang menuju shelter Hock Seng Bldg menunggu bus nomor 175 yang membawa kami ke shelter Orchard Boulevard. Tak menyiakan waktu foto selfie berlima di sekitar taman dengan latar belakang Dhoby Ghaut Green. Tujuan pertama adalah ke Spotligth Singapore Plaza untuk membeli benang rajut dan mencari toko sepatu Vans. Disini terjadi beda pendapat,  antara membeli benang dulu atau mengisi perut, dan suara terbanyak adalah makan siang, mengingat sarapan pagi tadi hanya setangkup roti berkeju dan segelas kecil teh hangat. Akhirnya aku mengalah, mencari rumah makan Indonesia, baru membeli benang. Dari Singapore Plaza kami menyusuri jalanan arah berlawan dengan kendaraan yang lalu lalang. Melewati trotoar Istana Park dengan asrinya tanaman hijau bertabur di depan penjagaan. Berjalan lagi hingga tiba di shelter (nama shelternya lupa) yang terletak didepan ada papan iklan Penang Road Open Space, menanti bus yang akan membawa kami menuju Lucky Plaza yang terletak di Orchard Rd. 


Singapore Plaza
Lucky Plaza pemandangan pertama yang aku lihat adalah hiruk pikuk orang - orang berebut bursa kerja di counter  di dalam plaza tsb. Wajah - wajah tak asing dengan suara medhok Jawa banyak bersliweran ditelinga. Mereka para pahlawan devisa negeri kita, hal semacam itu nampak terlihat juga saat tadi akan memasuki Singapore Plaza, di taman - taman banyak sekumpulan perempuan dengan pakaian sexy, model gaya masa dengan gagdet masa kini saling bertukar cerita dan bercanda ria, melepas kepenatan bekerja untuk menyambung tali silaturahmi di antara mereka selama di negeri orang.

Al-Falah Mosque

Selfie dengan Ice Cream
Menemukan Warung Surabaya dengan makanan khas Nusantara, terutama menu Jawa Timur serasa berada di negeri sendiri. Nasi rawon, ayam penyet, ayam bakar, nasi goreng es teh manis, es dawet adalah menu-menu pengantar makan siang. Usai nge-lunch kami melanjutkan perjalanan. Waktu menunjukkan  telah masuk ibadah sholat dhuhur maka kami menuju jalan Bideford Rd, di antara deretan gedung- gedung  seperti The Paragon, kemudian berbelok menuju Al-Falah Mosqoue. Usai menunaikan ibadah sholat dhuhur dan ashar dalam satu rangkaian jama' takdim, kami pun segera melanjutkan perjalanan. Sebelum meninggalkan halaman, tiba - tiba dari balik gedung depan masjid keluar sebaris mobil - mobil mewah. Pemandangan yang jarang dijumpai di ibukota. Kebetulan saat itu pas lampu merah menyala, barisan mobil mewah itu berhenti dengan tidak menyia - nyiakan kesempatan maka meraih kamera dan memotretnya. 

Berjalan dan berjalan lagi menuju depan Takashimaya yang terletak di Orchard Rd. Disana ada yang khas yaitu penjual ice cream. Bentuknya sepotong roti tawar didalamnya ada setangkup cup ice cream walls yang dijual dengan harga 1, 20 $S. Berbagai macam rasa, ada durian, mocha, cokelat dsb, kami membeli dengan lima rasa yang berbeda kemudian saling mencicipi. Puas dan murah meriah. Pada ruas jalan/troatoar tertentu pejalan kaki boleh makan, minum dan merokok. Disanalah mencoba melepas dahaga dan berfoto ria, kemudian menyebrang kembali dan menunggu bus di depan Knights Bright. Perjalanan kembali ke Singapore Plaza untuk membeli benang rajut, sementara Ryan dan Edo menunggu di taman dibawah pohon, dimana masih banyak orang berselfie-ria. Spotlight Dept Store adalah toko yang menjual bermacam - macam alat ketrampilan tangan, prakarya, dari kertas, manik-manik, benang sulam, benang rajut sampai kain dsb. Berada disana aku serasa berada di negeri benang. [Baca : Menikmati Waktu (3) Aku dan Benang Rajut] http://rachmarie-riritemaram.blogspot.com/2014/09/menikmati-waktu-3.html



Dhoby Ghaut 
Dhoby Ghaut - Google

Knights Bright
Matahari bergulir dan kami segera melanjutkan ke lokasi sirkuit F1 di Marina Bay. Beranjak dari Singapore Plaza, dengan  eskaloator menuju stasiun  bawah tanah stasiun Dhoby Ghaut MRT yang berada diujung timur jalan Orchard. Kami berlima rajin membuka map peta MRT dan map sirkuit F1. Dhoby Ghaut ini menurutku perpaduan dua tempat antara shelter bus Harmoni dan stasiun Manggarai, yaitu tempat berkumpulnya segala jurusan yang akan melanjutkan perjalanan berikutnya baik bus maupun MRT. Seringnya kami wira - wiri di Dhoby Ghaut, maka kuputuskan sebagai kunci petualangan backpacker ini adalah Dhoby Ghaut
Naik turun bus dan MRT, naik turun eskalator yang menjulang tinggi atau menukik kebawah, dengan stasiun MRT yang berlapis - lapis tingkatannya membuat kami harus jeli memilih arah, karena selintas lalu sama. Antara berjalan kaki dan berlari kecil untuk mengejar waktu tiba di lokasi, itupun aku masih menyempatkan diri membidik gambar dengan kamera, otomatis menempatkanku berada diurutan terakhir. Rata-rata pergerakan orang - orang disana banyak dilakukan dibawah tanah. Lalu lalang pejalan kaki, pemakai MRT, yang dibagi dua arah membuat kami harus mematuhi Kak Yo sebagai guide dadakan, mengingat ia pun baru pertama kali menjelajahi Singapore, meski ini bagi Kak Yo adalah kunjungan kedua nonton F1 akhir 2013 lalu, tetapi itu sekedar menonton dan pulang ke Indonesia belum sempat jelajahi Singapore. Singapore anti macet, jauhnya jarak dapat ditempo waktu dengan singkat dan keluar dari gedung Raffles Place njebul di Gate 6 yang terletak di dekat The Fullerton Hotel.


F1 Grand Prix Singapore 2014

Merlion
Tidak seperti orang - orang lain yang berkunjung ke Singapore sekedar shopping, berbisnis atau berobat. Tujuan utama kami ke sini adalah menonton jalannya balap mobil F1 tsb. Hal ini telah direncanakan jauh hari bahkan masih 2013 lalu. Untuk menuju impian itu ia  sengaja mengumpulkan 2x uang THR-nya dan sedikit tabungan. Ia yang membiayai dari tiket pesawat (pp), tiket nonton F1, biaya penginapan, biaya transportasi selama di Singapore dan sedikit souvenir. Sisanya ditanggung MT (papanya) terutama urusan makan. 

Kini hari itu tiba dan kami menjalani dengan suka cita membaur dengan penonton lainnya dengan tujuan yang sama menonton balap mobil F1 Singapore yang dikenal sebutan Night Racing termahal biaya penyelenggaraanya, begitu komentar kakakku Agus Supriadi Hadhie dikolom wall facebook. Keramaian yang nampak jelas dipelupuk mata mampu mengusir rasa pegal kakiku, sesekali istirahat untuk mengambil foto, banyak moment indah untuk direkam oleh kamera. Udara cerah, meski terik namun tidak membuat wajah gosong oleh sengatan matahari. Nampak para turis tak segan tidur di bangku taman dengan ditutupi selembar sapu tangan atau koran diwajah mereka. Tibalah di gedung duren atau Esplande Theatres On The Bay. 

Asyiknya pengalaman ini, bubaran acara tsb kami berjalan beramai - ramai menyelusuri jembatan diatas sungai Singapore River, nampak gemerlap lampu - lampu dari hotel The Fullerton Hotel, sementara beberapa perahu atau kapal kecil masih melakukan aktivitas malam. Minggu malam yang semarak selama perjalanan. Sepanjang koridor gedung - gedung itu amat sepi kemudian menjadi gaduh oleh derap kaki -kaki penonton yang bersama -sama menuju stasiun MRT. Cerita detailnya tentang suasana F1 bisa dibaca di tulisan "Menikmati Waktu (2) F1 Grand Prix Singapore 2014". http://rachmarie-riritemaram.blogspot.com/2014/09/menikmati-waktu-2.html


selfie di Ion Orchard-Orchard Rd
Selama disana, ada moment-moment tertentu yaitu kami berlima selfie-ria memakai Iphone Edo dengan model fish eyes, cermin cembung bikin wajah kami seru dan lucu. beberapa tempat tertentu sengaja untuk dokumentasi selfie berlima. Singkat cerita setelah seharian umek- umek di arena sirkuit dan sangat melelahkan, dalam perjalanan pulang larut malam itu sengaja mampir McD. Itulah tempat satu-satunya yang masih open diatas jam 12 malam waktu setempat. Para pengunjungnya pun rata-rata penonton F1 karena mereka masih memakai ID Card F1. Di antara tiga anak, Ryanlah paling nggak doyan makan burger, tapi malam itu ia mau nggak mau melalap habis paket burger, kentang dan lemon tea. Sementara burger bagianku sengaja dibungkus untuk bekal sarapan esok. Dari McD kembali ke stasiun Bugis menuju stasiun Lavender. Sepanjang gerbong MRT adalah penonton F1. Tibalah kami di penginapan seperti para prajurit pulang dari medan perang, semua pada tepar dan berlomba dalam nada mengorok ... Zzzz Zzzz


Senin, 22 September 2014

shelter Hock Seng Bldg
Setelah semalaman mengkuras tenaga dan mata masih enggan terbuka, namun waktu tak mau menunggu. Guyuran air shower mengusir kantuk, bersiap meluncur untuk melanjutkan misi berikutnya yaitu membeli sepatu Vans-nya Edo, mengunjungi Universal Studio yang terletak di Sentosa dan tentunya tujuan utama mencari makan. Sarapan dan makan siang digabung saja karena keterbatasan waktu. Masih menjadi favorit masakan Indonesia, maka berbekal dua map peta yang kemarin, perjalanan kembali dimulai. Masih mengulang rute kemarin menyebrang jalan raya Lavender St untuk menuju shelter Hock Seng Bldg. Hari ini menunggu bus agak lama, dan itu memberi kesempatan untukku memotret. Dari memotret itulah dapat menggali memori yang kadang terlewat dan lupa. Tiba di Lucky Plaza lagi untuk nge-lunch dan kali ini pilihan jatuh ke RM Ayam Bakar Ojo Lali. Menu andalanku masih nasi rawon, sedang Kak Yo pilih sate ayam, Ryan - Edo dan papanya pilih ayam bakar penyet. Sengaja makan dikenyangkan sebagai bahan bakar perjalanan para backpacker. Di lantai dua Lucky Plaza mampir ke toko yang menawarkan souvenir, membeli untuk oleh -oleh dan kenang - kenangan. Usai itu mengantri di toilet yang pengunjungnya mengular.  Biaya ke toilet cukup dengan 2 sen atau sekitar dua ribu rupiah, nggak jauh berbeda dengan di negeri sendiri namun tidak tersedianya air untuk mengguyur hanya memakai tisyu, buatku agak risih dan tidak nyaman. 


yamegaya di Ion Orchard
yamegaya & Lamborghini
Masih seperti kemarin, usai nge-lunch kemudian sholat dhuhur dan ashar dijama' takdim di Al-Falah Mosque. Disini benar - benar merasakan kenyamanan tiada duanya berada di rumah Allah. Kebersihan toiletnya dan bisa minum air dingin sepuas hati. Tak lupa mengisi botol air untuk bekal perjalanan. Keluar dari masjid di halaman belakang Knights Bright ada dua mobil mewah Lamborghini di parkir, atas izin petugas disana, maka aku memanfaatkan untuk berfoto. Seperti kemarin menunggu bus di depan Knights Bright, shelter Opp Mandarin Orchard yang letaknya diseberang Mandarin Orchard Singapore, bus itu membawa kami nantinya ke Universal Studio. Selama perjalanan melewati Little India, China Town. Banyak bangunan peninggalan Inggris yang masih dipertahankan untuk menjadi obyek wisata. Sekitar China Town ini diatas jalan rayanya banyak hiasan kreasi bunga - bunga sakura berlampu. Dua kali melintasi kawasan China Town dalam kondisi siang dan malam hari. Sepanjang jalan berjejer kedai makanan chinese food, keadaan itu seperti tergambar di film - film mandarin ala Jacky Chan, Jet Li dsb. Perjalanan pun berhenti di shelter Harbour Front Station, kemudian menuju Vivo City dilantai dasar kebetulan ada bazar yang mendiskon harga macam - macam cokelat yang terjangkau isi dompet. Menuju lantai atas kami mengantri ke loket untuk membeli tiket masuk ke kawasan Sentosa. 

Sentosa 

Start dari Sentosa Station, lokasi ini dibagi menjadi 4 yaitu : Sentosa Stasion , Waterfront Station,  Imbiah Station dan Beach Stasion. Alat penghubung setiap stasiun tsb adalah skytrain. Tibalah kami di Waterfront Station, disini ada Lake Of Dream dan Universal Studio yang terkenal itu, selain banyak wahana hiburan lainnya. Walau keterbatasan waktu, kami menyempatkan singgah di setiap lokasi. Mungkin untuk kunjungan berikutnya harus meluangkan waktu khusus agar puas berada di Sentosa, seperti Dufannya Jakarta.

Kesempatan berfoto ria dengan latar belakang globe raksasa bertuliskan Universal itu menjadi obyek para wisatawan yang berada disana. Entah karena ada event F1, atau memang disana ramai pengunjung, hari itu banyak turis Eropa dan Amerika tumplek blek di lokasi, dibanding turis berwajah Asia tentu saja hal itu kumanfaatkan mengajak dua sepasang bule yang menurutku modis dan keduanya berwajah cakep. Mereka merespon permintaanku. "Thank you so much ..." ucapku menjabat tangan keduanya. Mereka pun menanyakan kami berasal dari negara mana. Percakapan singkat berakhir dengan lambaian tangan say goodbye.  Meski pun belum berkenalan, sesama wisatawan saling meminta bantuan untuk mengambil gambar disana. Salah satu tempat yang mencuri perhatianku adalah toko permen bernama Candylicious. Di depan tokonya menggelantung rimbunan hiasan permen lollypop. Aku sengaja masuk ke toko itu, menggelilingi dalam toko yang menawarkan bemacam permen dengan harga termurah hingga termahal bila dirupiahkan. Ada juga toko khusus cokelat, berada didalamnya serasa menjelma kembali menjadi anak kecil yang tak lepas dengan gula - gula. Sementara yang lainnya masih sibuk berfoto disekitar globe itu. Kaki - kaki lelah tetap melangkah, sengaja mejeng di depan Hard Rock Cafe dan masih banyak lokasi menjadi bidikan kameranya, Edo, MT dan kameraku. Dari Waterfront menuju Imbiah Station. Arena Imbiah ini ada patung tiruan Merlion dan wahana ini banyak menampilkan suasana laut dan pernak - perniknya, semirip Sea World-nya Ancol. Melanjutkan kembali ke Beach Station. Turun skytrain tertuju pada tulisan Siloso, dan kebetulan melintas mobil angkutan bus jadul dengan pak sopirnya orang India.


Kebetulan didekatku ada sepasang orang India, maka aku mengajaknya untuk bisa berfoto bersama mereka. Usai itu aku melihat dinding - diPertunjukan selama bulan September 2014 menghias dinding billboard sekitar wahana itu. Ada Sentosa Spooktacular "Asia's Scariest Fun"  Jauh mata memandang, nampak pula kereta gantung melintas perbukitan nan menjulang tinggi berselimut hijaunya dedaunan.
Cakrawala Senja di Sentosa
Next time...next time, h
ayoooo bergegas, cakrawala memerah sudah terlukis di langit. Desiran nyiur kelapa mengiringi angin sore. Singapore dari sisi Sentosa bermandikan cahaya jingga. Dari Beach Station menanti datangnya skytrain aku membidik panorama itu. Indah nian kala menatap pemandangan itu diantara padatnya bangunan bertingkat dan hamparan lautan yang tak seluas negeriku.
Usai menengok wahana terakhir, dengan skyatrain lagi kembali ke lokasi awal yaitu Sentosa Boardwalk Vivo City.  
Edo & sepatu Van's
Misi berikutnya adalah mencari barang idamannya Edo yaitu sepatu Van's di Marina Square. Jauh hari Edo sudah menabung untuk membeli sepatu tsb seharga 69 $S, setelah gagal hunting di Grand Indonesia (pasca lebaran 2014) juga di Bugis Junction, harapan satu - satunya adalah disitu. 

Setibanya di Marina Square setelah menempuh jalan blusukan di bawah tanah hingga mencapai stasiun MRT. Kami dipusingkan letak tokonya, akhirnya rombongan dibagi dua. Edo dan MT menuju arah kiri mall, sedang Kak Yo dan Ryan memilih arah kiri mall, sementara aku duduk manis di dekat map peta Marina Square dengan mengamati manusia sliweran denga penampilan eksekutif muda. Lama juga menanti kedua rombongan tak kunjung datang, sedang alat komunikasi sudah offline sejak meninggalkan penginapan, mau nggak mau aku menyisir satu per satu toko sesuai petunjuk peta itu dan Alhamdulillah menemukan Edo dan MT. Kini tinggal menunggu Kak Yo dan Ryan. Setelah semuanya bergabung melanjutkan perjalanan dari underground square tsb bisa nembus ke tempat yang sepertinya pernah dilewati. 
Yaaa ampuuunn, ternyata si guide membawa kami kembali ke lokasi sirkuit kemarin F1, hanya menunjukkan tulisan Gate 3 itu lokasi kami nonton kemarin. Duh Gusti nyuwun ngapunten, anakku ini lupa membawa ibunya yang sudah kelelahan, tapi demi menyenangkan hati anak dan anak ingin menyenangkan hati semuanya, maka dengan nafas menggos - menggos melewati kembali rute balap mobil yaitu ke The Fullerton Hotel. 

Keadaan saat itu bila dicermati mirip sekali dengan permainan game Silent Hill yang telah aku tamatkan beberapa kali diwaktu yang lampau (1998-1999) yaitu banyak berjalan, membaca peta kota, menyelusuri jalanan yang sepi dan koridor -koridor gedung yang sunyi hingga mencapai final boss dan tamat. Ini nyata dan mau nggak mau dijalani walau lelah dan serasa mau pingsan.

Perjalanan kini kami menyisir dari sisi dalam gedung hingga menuju patung singa putih Merlion dalam suasana malam hari. Inilah misinya itu, ia ingin bersama kami melihat Marina Bay Sand - By Night yang bermandikan cahaya warna - warni dengan alunan musik sangat harmoni terdengar merdu nian dari sisi seberang tempatku duduk selonjoran bersama para penikmat malam lainnya disekitar Singapore's Most Famous Symbol - Part Fish, Part Lion, The Melion. Rasa haus mendera namun sengaja supaya tidak banyak minum karena malas mau ke toilet yang rata - rata hanya menyediakan kertas tisyu sebagai alat pembasuhnya. Sepoian angin malam dengan kilauan cahaya dari seberang membuat terlena, namun kami segera beranjak mengikuti langkah si guide.

Napak Tilas 

napak tilas F1 GP Singapre 2014
Berangkat lagi kali ini kembali ke lokasi jalan raya yang kemarin dilewati para pembalap dunia dan membuat Lewis Hamilton menjadi juara pertama. Disana ia pun ingin berfoto, di atas aspal jalan itu, ia ingin merasakan getaran deru mobil balap itu dalam misi napak tilas. Ternyata bukan saja Kak Yo saja yang menginginkan hal itu, banyak juga rombongan penonton dari manca negara, mereka berada disana dan berfoto ria. Hahaha, oh rupanya para maniak F1 itu senada seirama. 

Perjalanan ini sangat melelahkan, kembali menyelusuri jalanan nan sepi, yang tidak seramai kemarin. Sepanjang jalan banyak para pekerja yang membenahi pekerjaan masing - masing, ada yang memindahkan rambu - rambu pagar pembatas penonton, ada yang menarik dan menggulung kabel dsb. Entahlah sampai kapan berjalan, tahu - tahu njebul di belakang gedung Parlemen Singapore. Lihatlah wajah - wajah kelelahan namun bahagia karena 99% misi memenuhi target. Dari gedung itu berjalan lagi. Kaki - kaki itu menuju shelter bus yang membawa kami ke Dhoby Ghaut lagi. Oh Dhoby Ghaut riwayatmu dalam kenangan, bahkan kami melewati patung - patung fashion di Ion Orchard dengan suasana larut malam. Antara bus dan MRT saling sambung menyambung hingga turun di shelter Lavender Stn, kondisiku sudah agak gliyeng seperti orang mabok. Aku pikir itu shelter terakhir ternyata masih satu kali lagi untuk dilalui yaitu  shelter Aft Kallang Rd. Kedai makanan biasanya para kuliner meramaikan ujung jalan Hamilton Rd sudah sepi. Tepat sebelum 30 menit, batas waktu kartu transportasi berakhir masa aktifnya, Alhamdulillah kami tiba di penginapan Lofi Inn. Huufft...

Selasa, 23 September 2014
Backpacker in Mission
Subuh hampir dibatas waktu, embun pagi masih menempel di kaca jendela toilet, sepoian sang bayu menyapu wajah penuh kantuk. Guyuran air hangat dari shower menyegarkan tubuh, seperti kemarin kami bergegas mempersiapkan diri untuk segera check out penginapan dan menuju bandara udara Changi. Meski beda waktu jam penerbangan antara kami berempat dengan Kak Yo, kami tetap mengikuti langkahnya lebih awal meninggalkan Singapore. Pada hari itu juga, ia kembali ke Yogyakarta kemudian melanjutkan perjalanan dinas ke Papua juga. Sebenarnya istilah kebetulan itu tidak ada, karena kami berkeyakinan semuanya telah diatur oleh sang Kuasa. Seperti tempat penginapan ini jalannya sama dengan pemenang F1 kemarin Hamilton. Akses menuju kamar dengan kode angka tanggal kelahiran milik kedua anggota keluarga. Disini, di teras Lofi Inn Hamilton kami berlima berfoto sebagai tanda syukur bahagianya berkeluarga, seperti para agen rahasia yang telah tuntas menjalankan tugasnya, kami layak menyandang predikat 'mission completed'.


Dengan tas dan ransel masing - masing, langkah - langkah kaki para backpacker meninggalkan penginapan. Aku menyempatkan memotret gereja yang berbentuk bangunan klenteng terletak tepat diujung jalan Hamilton Rd, jalanan ini yang biasa kami lalui bila dari stasiun Lavender. Kemudian melewati halaman stadion King George dan segera menuju stasiun Lavender tujuan akhir ke stasiun Changi Airport. Disini Kak Yo mengajari kami cara membeli tiket di mesin tiket MRT. Hal ini sebagai bentuk pelajaran agar kami bisa melakukan sendiri apabila suatu saat waktu membawa kembali ke Singapore tanpa guide. Rute tempuh dari stasiun Lavender - Kallang - Aljuneid - Paya Lebar - Eunos - Kembangan Bedok - Tanah Merah (turun) ganti arah Tanah Merah - Expo dan tiba di Changi Airport.

Usai check in dan urusan administrasi beres, kami breakfast di KFC Changi. Sekitar pukul 9 pagi waktu setempat Kak Yo berpamitan dan sampai jumpa di petualangan berikutnya. Kami berempat masih ubyek -ubyek di sekitar Changi Airport dengan menikmati fasilitas kursi pijat yang tersedia di sepanjang koridor ruang tunggu gate - gate itu, mengakses internet hingga tiba waktu boarding. Pesawat Air Asia menerbangkan kami berempat menuju terminal 3 Soekarno Hatta Internasional Jakarta, dengan perbedaan waktu selisih satu jam antara Singapore dengan Jakarta. Pesawat mendarat dengan mulus dan tepat waktu, urusan imigrasi dan bagasi beres perpisahan terjadi di teras terminal 3 Soekarno Hatta, Edo melanjutkan ke Bandung dengan bus Primajasa dan kami bertiga meluncur ke Bogor. 

Terima kasih Ya Allah SWT atas izin-Mu kami semua bisa berkumpul, walau kami terbilang jarang tinggal satu atap. Kekompakan dalam berkomunikasi itu sangat penting. Jauh dekatnya jarak bukan kendala lagi, dengan didukung tehnologi canggih masa kini serta maraknya sosmed (SMS, facebook, twitter, BBM, WA, surel san telefon) menjadikan hubungan keluarga semakin akrab tak berjarak. Cerita bergambar ini akan menjadi kumpulan potongan waktu yang kelak akan didongengkan kepada generasi berikutnya.

Backpacker in Mission : 
Kak Yo - Aryo Rizky Putra / Komandan Misi / guide.
MT - Mas Tonny (suami) / bendahara / dokumentasi foto & video.
Ryan - Aryanto Rachmadi Putra / security / properti.
Edo - Ardianto Ridho Putra / ass guide / dokumentasi foto.
Mama - Arie Rachmawati / ass guide / jurnalis keluarga / dokumentasi foto / konsumsi.
  




Catatan : Beberapa nama jalan. shelter bus dan stasiun MRT mungkin salah dalam penulisan dikarenakan keterbatasan memori untuk mengingat tempat kejadian waktu itu. Terima kasih untuk pembaca yang sudah mampir disini. Semoga oleh - oleh cerita ini menginspirasi.



 Salam, 

Arie Rachmawati