Minggu, 27 Desember 2009

Ulang Tahun Ryo




20 Tahun Yang Lalu
by Arie Rachmawati on Sunday, December 27, 2009 at 10:16am
....
dua puluh tahun yang lalu
bersama subuh
sakitku berlalu
karna aku punya kamu bayi laki-laki yang lucu
itu cerita lalu,
dua puluh tahun kini
aryo rizky putra kembali di sini
bersama kami hingga nanti
saat Illahi mengambil diri
biarkan ultah ini
nikmati ramai-ramai
karna aryo rizky putra tak suka sendiri,
kau anak pertama
bukan berarti selalu yang utama
tapi kau punya adik dua
kalian harus bersama-sama
dalam suka dan duka
ada dan tiada mama dan papa
kamu harus siaga
dua puluh tahun tanpa terasa
ini bukan puisi biasa
kubuat tanpa terpaksa
bukan apa-apa
hanya ini yang mama bisa
menulis dan merangkai kata

tO : aRYo rIzkY pUtRa
SELAMAT ULANG TAHUN KE 20
Semoga Menjadi anak yang sholeh,berbakti kepada ortu,agama dan bangsa
Semoga Cita-citamu tercapai...

pf : 27 Desember 1989-2009



CERITA 20 TAHUN YANG LALU
Karya : Arie Rachmawati
Untuk : Aryo Rizky Putra


Bulan itu seperti bulan ini Desember dua puluh tahun yang lalu. Dari awal mengandung kondisi perempuan yang bernama Arie Rachmawati itu tak pernah sehat. Kondisi yang seharusnya sehat untuk seorang calon ibu, namun baginya berbalik berbagai macam penyakit singgah menyapanya. Bebrapa kali keluar masuk rumah sakit bukan akan melahirkan melainkan karena kondisi yang tak sehat.

Jelang kelahiran putra pertamanya itu malah kondisi tubuhnya pun kian merosot. Ada selang infus di pergelangan tangan kirinya, ada selang oksigen di kedua lubang hidungnya dan muntah yang berlebihan hingga dahak terpahit pun mewarnai wadah muntahan yang berwarna hijau dan rasa pahit meraja.

Semangat...semangat antara desakan nafas yang mulai menyempit dan teanaga yang tersisa, bayi kecil dengan kepala memanjang karena pengaruh alat vacum sebagai penolong untuk hadir di dunia ini. Jerit tangisnya memekik keheningan fajar bersamaan dengan adzan subuh berkumandang tepat jam 04:44 bayi lalki-laki dengan berat 3700 gram dan panjang 53 cm adalah yg terpanjang di antara bayi-bayi kecil yg hadir duluan.
"Owek..Owek..Owek..aku mau online motheer"


Dinamai Aryo adalah singkatan dari Ar=Arie/mamanya dan Yo=diambil dari nama belakang papanya Yoostiono. Sedang Rizky adalah rejeki atau rizky dari Allah,dengan harapan adalah anak itu senantiasa mendapat rejeki/rizky dariNYA, dan Putra karena lahir seorang bayi laki-laki.

Ryo nama panggilannya. Setelah memiliki dua adik kemudian ada tambahan Kak Yo.
Ryo berbintang Capricorn ini menyukai banyak hal terutama berkaitan dengan seni. Mungkin darah bernama seni itu telah diturunkan dari kakek dari mamanya atau dari mamanya sendiri. Ryo yang dulu berpenampilam rapi,klimis dan pendiam namun kalau tertawa selepas lautan membentang kini berubah bak seniwan yang berambut gondrong, sebaris kumis hitam lebat dan beberapa rambut memenuhi janggutnya dengan alasan " "Mother ini sunnah Rasul."  Tentu membuat mamanya yang akrab dipanggil Mother atau made agak merasa risih. "Anakku bak Tom Hanks dalam film Cast Away. Oh My God", ucapnya lirih.

Jalanmu masih panjang, usiamu masih muda jangan pernah mgeluh putus asa. Berjalanlah dengan sebaris doa langkahkan kakimu penuh kepastian dan senantisa menjadi pemuda idaman bangsa dan keluarga.

Bogor, Bogor 27 Desember 2009 10:20 wib
Mother,

Minggu, 08 November 2009

P u i s i k u :





BURUNG CERIWIS
Karya : Arie Rachmawati
08.November 2009 08:21 AM

Burung Ceriwis itu
tak lagi berceloteh..
Burung Ceriwis itu
mulai letih..
Burung Ceriwis itu
sedang menyulam bulu sayapnya 
yang terkait ranting tajam 
saat bersandar pada pepohonan di Setu Babakan
Burung Ceriwis itu
merintih dalam rindu..

Dikirim melalui Facebook Seluler

Minggu, 27 September 2009

Pindah Kamar




Ini cerita sederhana yang mewarnai 2-3 hari-hariku di suatu tempat berbaur dengan mereka senasib karena kondisi tidak sehat.

Bermula dari suatu pagi usai sholat Subuh.
Udara pagi masuk melalui jendela-jendela kamar dan ruang tamu. Semilir menerbangkan kantuk segera kutepiskan dengan membuka jendela dunia lalu berseru '' Selamat Pagi Dunia ''

Canda,tawa dan sapaan mulai berdatangan dari penjuru tempat yang masih semarak merayakan Hari Raya Idul Fitri 1430 H. Rutinitasku masih seperti kemarin,bahkan tak ada perubahaan.Lebaran biasa dirayakan dengan sederhana. Tak ada baju baru,tak ada perabot baru,tetapi ada hati yang baru penuh ceria dan tasyakur meski tidak bermudik-ria. Namun,riangku berganti rupa. Rasa mual menyeruak kerongkongan,naik turun seperti grafik equalizer dan akhirnya smua isi perut keluar tertumpah. Sekali,dua kali bahkan tak ketemu kalinya.Serasa perut seperti di sedot alat vacum cleaner dan rasa sakit melilit hingga ulu hati tertusuk.Lemes,mual dan pusing hingga gelap pandang mata ini.

Hari Pertama,
Tiba di UGD ditambah lagi dengan mengigil yang amat sangat. Lebih-lebih saat pemeriksaan gula darah hingga jantung. Ada apa dengan jantungku? Gula darahku? Asmaku? Lho kok jadi banyak pemeriksaan.
Terlintas beberapa bahan masakan yang terbengkalai di dapur dan file-file di flashdiscku. Saat adzan Dzuhur berkumandang aku ditetapkan jadi penghuni kamar paviliun Pafio 2 pada sebuah rumah sakit swasta.

Diagnosa sementara dehidrasi dan kemungkinan keracunan makanan. Infus segera dipasang bahkan dalam hitungan 2 - 3 jam lebih aku menghabiskan 3 kantong Ringer Lactat itu plus 1 kantong infus kecil. Untuk pemulihan dianjurkan banyak minum air putih sebanyak - banyaknya.

Mataku bernas,mukaku pucat,itu yang aku dengar. Masya Allah..jika Allah berkehendak. Dalam hitungan menit pertama masih tertawa terbahak karena hasil test quiz aplikasi dari facebook sempat membuat sensasi di dinding. Kemudian, dalam hitungan menit berikutnya lunglai,bahkan cairan muntahan terakhir berupa lendir kuning dan pahit.

Dalam ruangan itu aku bersebelahan dengan pasien seorang ibu korban kecelakaan dengan sakit yang amat teramat. Jenis penyakitku sering berurusan dengan kamar kecil,sangat mengganggu kenyamanan pasien sebelah. Kemudian dirujuk pindah kamar kePafio 1. Saat perpindahan aku sudah berbaur dalam kelelahan terpaksa mimpi akan digelar ditunda dulu.

Pindah ke kamar sebelah, " Aah..nyaman.." gumamku dalam hati.
Aku lebih suka sendiri daripada berbagi dengan orang lain.Bukan egoistis tetapi untuk urusan istirahat lebih baik dalam kesendirian, tetapi dalam pergaulan aku lebih suka suasana ramai dan menghidupkan suasana adalah 'khas'ku. Malam berlalu dalam istirahat panjang. Tetapi bukan terlelap dalam tidur yang nyenyak karena aku selalu mengalami sindrom malam pertama di tempat yang baru.

Hari kedua,
Pagiku semarak.Anak-anak berdatangan dan mulai berceloteh seperti tak merasa sakit dan berharap segera pulang. Namun,pihak rumah sakit masih menahanku karena hasil laboratorium tak sebagus yang diperkirakan. Masih ada tes laboratorium lagi. Berarti ada injeksi dan beberapa butir kaplet,tablet berwarna yang harus antri kutelan.

Keluhan yang masih tertinggal adalah mual,pembuangan tinja belum stabil,pusing. Sedang gula darah dan jantung normal. Sekelebat aku membayangkan jari jemariku akan menari lagi di atas keyboards merangkai kata membentuk tulisan bukan untuk publikasi tetapi hanya konsumsi pribadi. Dengan tangan kiri masih di infus dan pada jam tertentu di suntikkan cairan ke dalam infus itu..dalam inbox
" You've Got Mail ",e-mail dari seorang sahabat : '' Awas...jaga kondisi....inget pesenku...mesti pandai-pandai atur waktu...kerja keras boleh tp jgn sampai diperbudak pekerjaan "

Saat akan menulis balasan,ada pasien baru menempati ruangan Pafio 1 bersebelahan denganku. Dari awal kehadirannya sudah heboooh..seperti para pengungsi penggusuran,para pasukan pengantarnya banyak. Mereka baru datang sudah bikin ulah.
Remote AC diotak - atik hingga tidak berfungsi dan suhu kamar menjadi 30 derajat.Ruangan tempat kami berbagi berebut oksigen dan bikin geraaaah..!!!!

Heboh dan heboh,ditambah kejadian toilet tak berfungsi dikarenakan salah satu pengunjung pasien sebelah membuang pembalut ke dalam closet. Petugas cleaning servis yang berdinas berusaha memperbaiki tapi tidak berhasil karena terlalu banyak kertas tisyu yang menyumbat lubang closet itu. Mereka baru datang sudah bikin ulah.
Pasien baru tersebut menderita DBD tetapi tidak bisa berdiam diri otomatis thrombosit kian menurun. Sering kali lalu lalang menuju kamar kecil dengan alasan tidak nyaman memakai pispot. Akhirnya pasien itu ditegur oleh suster yang berdinas. Tanpa aku pungkiri, aku pun ikut juga mensyukurin... " Hahaha rasain loe "

Karena aku pasien penurut dan tanpa banyak ulah. Pihak rumah sakit menawarkan pindah kamar lagi ke kamar Pafio 3, karena closet tidak berfungsi dantentu untuk urusan buang hajatmerepotkan karena terpaksa harus mengungsi. Selintas bayang tergambar adegan itu dengan menenteng kantong infus,bisa-bisa bila tak tidak cekatan akan jatuh berantakan di koridor.

Wah,suatu pemandangan tidak mengasyikan, Dan aku menerima tawaran tersebut. Acara bebenah dimulai. Aku dengan memangku laptop siap di glinding pindah ke suasana baru. Baru menghela nafas panjang dan urusan bebenah belum kelar,eh ternyata..pasien itu pun ikutan pindah dengan alasan takut tidur sendirian. Alamaaak...berarti aku berbagi lagi dengan mereka serta aroma 'angin natural' dengan hitungan sering tanpa ada rasa sungkan sedikit pun. Aku merasa seperti berada pada pertempuran peperangan dengan dentuman meriam bertubi-tubi menghujani pihak musuh. Duuum..!!!

(bersambung, karena jadwal dokter visite)
(dilanjutkan hari ini, setelah memakai PC,bukan facebook selluler)

Bukan cuma itu saja, malam pun berbagi dengan paduan suara dengkuran semua yang tertidur di ruangan itu dan aku yang mengalami 'sindrom malam pertama' untuk kedua kalinya. Dengan terpaksa bermain dengan langit-langit kamar dan sesekali menengok dunia luar lewat handphone namun pada jam - jam sepertiga malam mereka sudah pada terlelap dalam tidurnya. Sepiii..dan dua malam aku tak bermain dalam mimpi. Hmmm...

Jumat, 21 Agustus 2009

C e r p e n k u :


Sang Kodok
Oleh Arie Rachmawati
2009



Aku ingin sekali memeluk Ibu, lalu menumpahkan segala berkecamuk di dada kepadanya layaknya anak-anak lain. Bermaja-manja kepada Ibu, duduk cengkrama bertukar cerita seperti teman-temanku yang lain. Ibu tempat anak menemukan keteduhan dan rasa aman. Ibu yang membelai anaknya penuh kasih sayang. Namun aku cuma bisa membayangkan semua itu. Aku tahu Ibu tak suka padaku karena wajahku persis sekali seperti wajah Bapak, laki-laki yang telah memberinya anak dan menorehkan luka sepanjang perjalanan hidupnya. Ibu selalu melampiaskan kemarahan kepadaku karena hal itu. Bila wajahku mirip Bapak, bukan aku meminta seperti itu, mestinya Ibu protes kepada Tuhan. Bila boleh meminta tentunya aku ingin berwajah seperti artis-artis Korea. Selalu ada umpatan "Dasaar kodok, kau seperti Bapakmu." ucapnya penuh kemarahan. Wajahku apa mirip seekor kodok? Nggak juga, gumamku dalam hati.

Sebenarnya aku marah dengan perkataan itu, tapi apa dayaku gadis remaja hanya mampu menelan kata-kata Ibu dengan hati sabar. Dalam doaku, aku bertanya kepada Tuhan, mengapa aku dilahirkan seperti wajah Bapak, Apa benar wajah Bapak seperti kodok. Mengapa kata-kata kodok selalu meluncur dari mulutnya. Bila aku menangis maka Ibu akan semakin keras memarahiku bahkan kadang memukulku, menamparku. Aku hanya menahan air mata dan menumpahkan saat malam tiba menangis dalam segukan di bantal. Aku takut sekali Ibu mendengar tangisanku, yang nantinya akan membangkitkan kemarahannya lagi. Kadang aku bertanya sepantaskah seorang Ibu demikian, atau mungkin aku bukan anaknya. Atau, atau, atau .... banyak sekali pertanyaan mengganggu pikiranku. Yang lebih menguasai pikiranku, sekarang Bapak berada dimana. Aku ingin berjumpa dan memastikan apa benar perkatan Ibu.

Aku tak banyak memiliki teman dekat untuk curhat. Aku lebih senang menutup diri. Berbicara dengan mereka seperlunya, hanya sekitar pelajaran dan urusan sekolah. Aku merasa tidak sebanding mereka yang memiliki kedua orang tua penuh kasih sayang, Melihatnya membuat hatiku meringis. Kembali ke rumah dengan tidak membawa masalah bagi Ibu, adalah hal istimewa. Aku akan melalui hari sepanjang hari dengan tenang. Walau jarang Ibu tersenyum namun aku yakin di hatinya ia melakukan itu. Bagaimana pun aku hanya berdua dengan Ibu, Kadang kami beradu pandang mata, mata Ibu bagus sekali. Wajahnya sangat cantik jauh bila dibanding wajahku, Walau pun begitu aku banyak ditaksir teman cowok, namun aku tak peduli. Bahkan pura-pura cuek dan membiarkan semuanya berlalu. Aku tak ingin menambah masalah bila akhirnya Ibu tahu aku menjalin hubungan dengan lawan jenis.

Daren anak kelas sebelah, beberapa kali mengutarakan ingin bermain ke rumahku. Aku selalu menghindari. Aku belum siap kedatangan tamu laki-laki meski untuk alasan pinjam buku atau mengerjakan tugas sekolah. Aku tak ada keberanian ijin kepada Ibu. Meski pun Ibu sering menumpahkan kemarahan kepadaku, namun Ibu sangat memperhatikan kesehatanku. Suatu hari aku pulang dengan basah kuyub. Aku sudah siap akan dimarahi, namun baru kali itu Ibu memelukku dan segera membuatkan rebusan air panas untuk menyuruhku segera mandi dan berisitirahat. Kejadian itu sangat berkesan, aku yakin doaku terjawab. Hujan mendamaikan hati Ibu.

Itu sebabnya bila hujan turun, aku senang sekali. Serasa kenangan itu ingin terulang meski sudah lama berlalu saat aku masih sekolah dasar namun seperti kemarin Ibu mememukku penuh kelembutan. Hari ini hujan turun deras sekali, dari pagi hingga jelang malam. Kali ini justru aku merasa ada kegelisahan karena seharian belum ada kabar dari Ibu. Ibu sedang berada di luar kota karena urusan dagangnya. Pagi tadi bakda subuh Ibu berpamitan. Tak biasanya Ibu seperti itu berpamitan dengan banyak pesan, seperti jangan lupa matikan gas, lampu dsb. Biasanya berpamitan hanya melalui pesan singkat, kadang tanpa menoleh kepadaku dan begitu saja berlalu meninggalkan rumah,

Seharian ditemani hujan dengan menanti pesan masuk melalui hand phone. Melayang pikiranku akan kejadian yang sudah-sudah kepadaku. Memang sekarang Ibu jarang mengeluarkan kata-kata 'kodok' namun sorot matanya masih memancarkan kebencian. Kebencian yang tak pernah hilang dalam benaknya. Tiba-tiba aku ingin membuka lemari Ibu, walau ada keraguan. Kuurungkan niat itu, aku membuang rasa keingintahuan isi lemari Ibu. pasti Ibu banyak menyimpan rahasia. Aneh saja hingga sebesar ini aku tak pernah mengenal saudara Ibu atau Bapak. Serasa kami berdua hidup di dalam hutan belantara tanpa makhluk hidup lainnya. Ibu memang misterius. Ibu hanya punya beberapa teman, dan mereka hanya sesekali mampir dan menyapaku. Mereka sering diluar rumah.

Salah satu teman Ibu bernama tante Hesti, pernah akan menceritakan tentang Bapak namun keburu Ibu datang. Ibu tiba-tiba nongol di teras, tempat kami ngobrol. Dengan gesit dan memberi tanda kedipan mata ke arahku, tante Hesti menghentikan pembicaraan. Aku mengerti dan segera meninggalkan teras. Sekarang tante Hesti jarang ke rumah bahkan dengar-dengar ia sudah pindah ke luar pulau Jawa. Aku tak memiliki nomor kontaknya. Aku seperti hidup dalam pengasingan meski dengan Ibuku sendiri.

Sudah lewat jam sembilan malam, namun belum ada kabar dari Ibu. Hari itu aku penuh gelisah dan ketajutan, Takut terjadi apa-apa dengan Ibu. Bagaimana pun juga ia Ibuku. Sekejam apapun ia Ibuku. Aku ingin memeluknya dan menumpahkan rasa rindu kepadanya. Tiba-tiba telepon rumah berdering memecahkan kesuntian malam. Suara diseberang sana dari seorang perawat dari rumah sakit dimana Ibu berada di UGD. "Yaa ampun Ibuuuu....."

Ibu berbaring setengah sadar. Mulutnya ingin mengatakan sesuatu begitu ia melihatku menyibak tirai pembatas ruangan di UGD. Sorot matanya tajam dan tak berkedip, tangan kanannya yang terhubung selang infus menunjuk kearahku untuk segera mendekat. Tiba-tiba mengalir dua anak sungai kecil dari sudut mata Ibu. Aku ikutan menangis tanpa suara. Aku terbiasa begitu, membiarkan linangan air mata tanpa suara. Ibu membisikkan kata namun tidak jelas. Aku pun belum paham perkataannya itu. Tak lama kemudian Ibu pingsan dan setelah itu aku diminta keluar ruangan. Kemudian Ibu dipindahkan ke kamar rawat inap setelah aku membereskan administrasinya. Kuberikan kartu asuransi kesehatan Ibu, dari dalam dompetnya aku menemukan sebuah foto usang. Ada Ibu, aku balita dan seorang laki-laki. Mataku masih sembab belum jelas mengamati sosok laki-laki itu. Mungkinkah itu Bapakku?

Entahlah kutepiskan pertanyaan siapa Bapakku. Yang ada dipikiranku Ibu harus sehat dan kembali pulang. Rupanya Ibu kena serangan stroke yang mengakibatkan bibirnya miring dan susah berkata. Ibu tak lagi bisa memarahi dengan kondisi seperti itu. Mestinya aku senang namun justru aku bersedih. Aku rindu Ibu memarahiku, mengatakan apa yang ingin dikatakan, menumpahkan kemarahan seperti biasanya karena aku kini bisa menikmati itu. Kedewasaan diri yang membuatku tegar. Keikhlasan hati membuatku menerima itu, semua itu butuh proses waktu sebagai bentuk serangkain doa kepada Tuhan.

Ternyata, Tuhan merencanakan hal lain. Sebelum usia ke 17, Ibu berpulang dan beberapa hari sebelum ajal menjemputnya. Jelang detik-detik terakhirnya Ibu mengisyarakatkan permohonan maafnya. Air matanya hanya mengalir deras membasahi kedua pipinya. Aku memaafkannya sebelum Ibu meminta maaf kepadku. Aku lebih suka Ibu marah-marah seperti biasanya dan mengatakan aku seperti kodok daripada melihatnya dalam keadaan lemah tak berdaya. Doaku terkabul, tak pernah lagi mendengar Ibu mengatakan aku seperti kodok.

Si kecil Sila berusaha menangkap seekor kodok yang melompat riang di dekat kami duduk Kami duduk tak jauh dari sebuah kolam taman kota. Ia sangat senang sekali mengejar kodok itu. "Lihaaat Bunda, kodoknya lucuuu ..." Ia menirukan kodok melompat. Aku pun tertawa melihat gayanya. Kodok. Aku jadi ingat Ibuku. Ibuku dengan umpatan marahnya kepadaku, "Dasaaarr kodok, kau persis Bapakmu!". Aku tersenyum sedih dan menghapus lamunan itu karena Sila mendekatiku, "Kenapa Bunda sediiih? Nanti Sila tangkap kodoknya yah?" Kuraih tangan mungilnya dan kudekap anakku itu, seperti itu yang aku inginkan diwaktu lampau. Ia melepaskan dekapanku dan kembali mengejar kodok yang bersembunyi dibalik semak-semak. "Hati-hatiii sayang, nanti jatuh lho..." ucapku mengiringi kepergian Sila. Sampai kapan pun aku adalah Sang Kodok-nya Ibu. "Terima kasih Ibu," gumamku pelan saat ini aku tengah menemani Sila putri semata wayangku.





KRL Pakuan Express Bogor-Gambir
21.08.09/07:33

Selasa, 04 Agustus 2009

P u i s i k u :






Mencari Rindu Yang Hilang..
by Arie Rachmawati
04 Agustus 2009 jam 11:34
...
kaki kaki itu berjalan kesana kemari
dari ujung satu ke ujung yang lain
berputar melingkar berputar lagi
berjalan tanpa sapa waktu
berjalan tanpa teman lelah
terus berjalan mencari sesuatu
sesuatu yang pernah membuatnya bahagia
bahagia itu ada di rindu..
rindu yang kemarin singgah lalu pergi..
lalu
kaki kaki itukembali berjalan kesana kemari
mencari rindu yang hilang ...

Kamis, 30 Juli 2009

P u i s i k u :


B i r u 
by arie rachmawati
30 Juli 2009 jam 21:27 | Sunting Catatan | Hapus
Diunggah melalui Facebook Seluler


...
mengapa langit diciptakan dengan warna biru..?

mengapa lautan dilukiskan dengan biru..?

mengapa bila kau jatuh terlebam kulit itu membiru..?

mengapa dalam kesedihan ada yang mengharu biru..?

mengapa biru..???

yang kutau kini 'rinduku membiru'

birunya seperti luasnya lautan

birunya seperti cerahnya langit pagi tempat melukis pelangi..

(tak usah banyak tanya mengapa dan mengapa..titik)

Rabu, 08 April 2009

S a h a b a t :

S o u l m a t e
Oleh Arie Rachmawati
2 0 0 9

Saat kita bicara tentang "Soulmate  tentu yang terlintas dalam benak dan pikiran kita adalah
seseorang yang menjadi bagian hidup kita, sangat dekat dan bisa membuat kita bahagia lahir batin karena dia adalah 'Belahan Hati' kita. Tetapi Soulmate yang saya maksud disini difinisinya beda, namun artinya bisa sama, mungkin ini terpengaruh saat mendengarkan lagu milik Kahitna.

Ini hanya sekedar cerita biasa tentang Soulmate. Nama aslinya Pak Ukri, tapi anak - anak mengganti panggilannya menjadi Pak Ukrido lalu menjadi Soulmate. Ia seorang tukang pemulung dengan satu istri dan tiga anak laki-laki, ia hampir 5 tahun ini dekat dengan saya. Ia selalu dengan kantong besar dipunggung kirinya dan pengait yang tak pernah lepas dari tangan kanannya.Soulmate ini julukan dari putra sulung saya (Kak Yo/Ryo) bila si Soulmate datang ke rumah, kunjungannya juga sekonyong koder, alias datang tak di undang pergi pun kadang tanpa pamit. Suka-suka ia saja, yang jelas Soulmate ini sudah membuat iri bagi teman-teman seprofesinya,dan selama ini ia belum tergantikan.

Pertama kenal Soulmate adalah suatu hari di pagi buta. Saya berujar dalam hati : "Siapa pun pemulung yang datang pertama ke box sampah ia akan saya angkat menjadi pembersih halaman rumah. Dan,pagi itu ia orang pertama yang saya temui. Seperti sebuah pemenang sayembara, saya yakin ia orang baik-baik. Kunjungan demi kunjungan menjadikan keakraban tersendiri. meski pun dengan bahasa yang berbeda. Komunikasi dengan bahasa sendiri - sendiri. Saya nggak paham banget bahasa Sunda, sedang Soulmate nggak paham bahasa Jawa, Madura campur Melayu.

Waktu berjalan. Saat pertama ia menjadi bagian kehidupan keluarga, di lingkungan yang baru ini. Ia bisa jadi assisten rumah tangga urusan bidang percocok tanaman. Sebenarnya banyak pandangan miring tentangnya, tapi bagi saya, selama mengenalnya ia berhati jujur. Toh akhirnya Soulmate ini menjadi langganan para tetangga kanan-kiri di jalan Anyelir VII, untuk membersihkan selokan, menebang ranting-ranting pohon yang mulai memanjang, atau sekedar menggunting rumput. Mereka para tetangga yang tadinya mencibir, akhirnya bisa menerima kehadirannya.Inilah pertemanan, persaudaraan yang saya tawarkan, tanpa memandang status sosial atau profesi. Seiring waktu berputar, dengan sendirinya kami saling memahami komunikasi yang berbeda. Bahkan beberapa orang tetangga dan anggota keluarga masih belum paham bahasa Soulmate, tanpa diminta pun saya hadir sebagi penterjemah. 

Tentang Soulmate ini agak unik juga. Kadang dia datang menawarkan bantuan tenaga tanpa mau di bayar, padahal sekecil apapun yang namanya rupiah pasti berarti baginya. Saat saya pindahan rumah yang kedua kalinya, dari rumah kontrakan menuju rumah sendiri, ia tampil penawar jasa yang utama. Setiap saat ia lalu lalang depan rumah, seperti saat ini saat saya mengetik  tulisan ini, Soulmate ada di halaman rumah sedang memindahkan bunga-bunga dalam pot, memenuhi keinginan, dan ia mengerti yang saya maksud. Soulmate juga manusia biasa
tak luput dari kesalahan dan khilaf. Kami pun pernah ada kesalahpahaman, tapi hanya sesaat, karena saya merasa bersalah. Bagaimana pun juga saya lah yang harus bisa mengerti tentangnya, dengan segala keterbatasannya.

Suatu hari dalam 30 hari, batang hidungnya bahkan bayangannya pun tak nampak lalu lalang, tiba-tiba ada sebersit rasa cemas dan bertanya dalam hati, hingga terlintas apakah ia berpulang ?  Saya  menanyakan kepada pemulung-pemulung lainnya yang melintas depan rumah.
"Pak Ukri kok nggak pernah kelihatan yaaa?"
"Apa pindah lokasi yaaa pak?"
"Pak Ukri sakit?"

Dan suatu hari akhirnya ia muncul juga. Wajahnya tirus, tubuhnya menyusut, ternyata ia sakit. Seperti biasanya bahasanya kadang saya paham, kadang tidak. Cerita punya cerita sebenarnya ia ingin menyuruh anaknya untuk meminta bantuan obat, tapi tidak tahu rumah saya. Ia bercerita yang terbayang hanya wajah saya, saat sakit itu."Saya cuman ingat Ibu doang!"  "Duuuhh....mati! Celaka 13," gumam dalam hati. Kini, yang terlintas dalam pikiran adalah, apakah ia yang menjadikan saya sebagai Soulmate-nya, atau sebaliknya. Hmmmm.....Soulmate itu seorang lelaki tua, lebih tua wajahnya daripada usianya. Ia kadang bercerita kisah hidupnya, padahal ia tak tahu saya penulis yang bisa jadi inspirasi tulisan  Ia juga sering menanyakan keberadaan anak-anak saya yang sedang kuliah di luar kota. Ia manusia biasa, muslim dan berstatus sebagai pemulung. Tanpa SMS pun ia mengerti apa yang saya maksud. Tanpa ditelepon ia hadir penuhi panggilan, itulah cerita sisi lain tentang Soulmate.
Terima kasih.

NB :
(Thanks buat Kak'Yo yg memberi panggilan untuk pak Ukri dgn "Soulmate", dan ia benar-benar belahan hati kita sekeluarga, semoga Allah SWT meridhoi persahabatan ini, Amin YRA)


Salam
Arie Rachmawati.

P u i s i k u :



Gersang yang terhampar dalam pandangan kita adalah suatu tanah (bumi) yang tandus
tanpa pepohonan yang hijau,tanpa nafas - nafas kehidupan disekitarnya. 
Tandus menuju gersang kehidupan.
Bagaimana jika kegersangan itu tergambar pada sebuah hati? 
Hati kita manusia,umat muslim yang mengaku pengikut Rasulullah saw hingga kelak diakhir zaman. 
Tentu tak akan biarkan ketandusan hati yang bersemayam dalam jiwa dan raga kita.
Taburilah hati dengan iman dan taqwa. 
Pupuklah hati dengan akhlaq. 
Cocok tanamlah hati dengan siraman rohani.
Maka hati kita akan dijauhkan oleh Allah SWT dari kegersangan itu.
Akankah kita hanya tinggal diam berpangku tangan melihat kegersangan tanah atau sebagian bumi ini? Dibelahan bumi sana, 
karena kegersangan kepeduliaan alam oleh sebagian manusia maka lahirlah bencana alam.
 Gersang ibadah bisa menjadikan kita hilang satu kesempatan meraih nikmat akhirat,
Gersang hati bisa jadikan kita buta dan kian memupuk keserakahan diri,
Gersang alam membuat bumi semakin terpuruk dalam kehancuran..
Gersang harus terusir dari kita manusia yang mengaku
punya hati,
punya jiwa,
punya bathin,

Jangan biarkan kegersangan itu merajai kita..

NB :
(terinspirasi dari lagu Damai Tapi Gersang dan Musibah Situ Gintung,
dan cermah pengajian Rabu 1 April 2009)

Medio : Bogor,04.04.09
22.31 wib

Senin, 23 Maret 2009

Puisiku :

Setiap jiwa yang lahir di dunia adalah niatnya menjadi orang yang baik.
Tetapi perjalanan hidup seseorang bisa digolongkan menjadi dua bagian yaitu
Orang baik dan Orang tidak baik.
Suatu hari aku berkenalan dengan seseorang.
Awal perkenalan dia bilang : "Aku bukan orang baik-baik, kamu mau berteman denganku?"
Di waktu yang berbeda aku kembali berkenalan dengan seseorang dan ia mengatakan :
"Aku orang baik - baik."
Aku jadi heran dengan perkataan mereka berdua.
Menurutku seseorang bisa dikatakan Orang baik atau Orang tidak baik bukan dari ucapannya tetapi dinilai dari tindakannya
Dan bukan diri sendiri yang menilai tetapi orang lain yang berbicara mengatakan kita termasuk Orang Baik atau Orang Tidak Baik.
Kadang kala diri ini pun merasa menjadi orang tidak baik.
Namun diri ini akan senantiasa menuju arah kebaikan.

(terinspirasi dari obrolan singkat)

Sabtu, 03 Januari 2009

P u i s i k u :





Bunga Krisan Putih 
by arie rachmawati

hanya sepenggal kisah lalu,
indah dirasa,
perih dikenang,
kala rindu menyapa,
ta'ada lagi senyum menyambut,
bagai daun jatuh berguguran,
melayang dalam kehampan,
seikat krisan putih ...
tinggal ranting kering dan rapuh,
musim bercinta tlah pergi,
hanya semusim...
semusim berlalu dalam krisan putih


medio : minggu 21.08.05 (09:29:23 am)