Sabtu, 22 Januari 2011

Montecristo Band


Tatkala Puisi Bersenandung
by Arie Rachmawati on Saturday, January 22, 2011 at 5:58pm





Pertama kali saya mendengar nama MONTECRISTO dan diajak bergabung oleh pianis KJP (Fadhil Indra) sebagai penggemar di group fesbuk sekitar Maret 2010 lalu, benar-benar belum paham apa dan siapa itu Montecristo. Hingga tiga bulan berikutnya nama itu menjadi akrab semenjak mengenal salah satu gitarisnya yang lebih beken dengan nama Keith. Montecristo semakin familiar kala saya menerima kiriman compact disc itu, sekitar pertengahan Agustus 2010 lalu.

Ketika saya membuka cd yang berisi booklet itu, saya sudah jatuh hati pada design grafisnya juga ilustrasi gambarnya yang menarik perhatian saya ketika pertama kali mas Fadhil Indra memamerkan pada saya, bertepatan dengan performance KJP di Balirung UI-Depok, akhir Juli 2010. Entah kenapa saya langsung memesan cd berwarna kuning keemasan itu. Kemudian Keith memperkenalkan saya kepada pak Riza Novara, untuk urusan pemesanan cd Montecristo. Perlahan pertemanan pun terjalin, saya berkenalan pula dengan vokalisnya pak Eric Martoyo, waktu itu Montecristo mengisi acara Solidarity of Rock II di MU Cafe, 7 November 2010. Itulah sepengagal cerita tentang mereka sebagai bentuk proses perkenalan dengan Montecristo.


MONTECRISTO dengan semboyan Life is never ending poem mulai memenuhi pikiran saya, lebih-lebih setelah saya simak lirik untuk Forbidden Song & Garden of Hope bukan karena karya Rustam Effendy atau Keith Rustam yang sangat humoris dan telah menginspirasikan saya untuk menjadikannya sebagai salah satu tokoh cerpen. Tetapi benar, saya merasa kesulitan menterjemahkan lirik berbahasa Inggris itu ke bahasa Indonesia, sungguh My English is Bad. tanpa harus menghilangkan unsur puisinya. Saya mulai mengakrabkan diri dengan kamus, dan berpikir ada semacam pesan yang disampaikan bukan untuk penikmat musik rock saja namun menurut saya pesan untuk negeri kita tercinta ini. "Gilaaa...dan kereen itu orang," gumam saya dalam hati.

Rustam Effendy (gitar) dan Fadhil Indra (piano, keyboards) adalah dua personel di mana saya merasa akrab, di antara para personel Montecriisto lainnya yang terdiri dari Eric Martoyo (vokal),
Alvian Anggakusuma (gitar, backing vokal), Haposan Panggaribuan (bass) dan Keda Panjaitan (drum).

Dalam suatu obrolan thread notes yang ditulis oleh musisi senior yang menjadi pengarah musik Montecristo, saya pernah menulis bahwa Montecristo dari lagu, lirik sangat keren dan berani menyuguhkan sesuatu yang biasa menjadi luar biasa tetapi tetap bagi saya yang seorang ibu rumah tangga biasa terasa berat. Untuk menemukan chemistry dalam hati memaknai arti lirik yang tersirat dibalik kepuitisannya dan di antara sengauan suara vokalisnya membuat saya harus memutar ulang kali. Kerap kali diputar menemani saya saat mengetik, barulah saya mendapatkan soul lagu suguhan Montecristo yang berisi 9 lagu antara lain sebagai berikut :

* Antestral Land
* About Us
* A Romance of Serendipity
* Garden of Hope
* Celebration of Birth
* In Touch With You
* Crash
* Forbidden song
* Clean

Ketika para 6 musisi itu berkumpul memainkan semua alat musik, mengharmonikan semua bunyi-bunyian hingga membentuk setuhan progesif rock dengan bertutur cerita kehidupan yang terjadi dalam bentuk puisi membuat saya yang kebetulan suka menulis cerpen lebih tertarik satu demi satu arti lagu dalam setiap untaian katanya. Illustrasi gambar menuntun untuk lebih mudah menyimpulkan. Mereka sangat inspiratif hingga saya berimajinasi dari dua lagu Forbidden Song dan Garden of Hope itu menjadi satu judul cerpen. Bahkan saat otak saya mulai berloading muncul keselarasan dari sembilan judul lagu yang ditawarkan itu ada benang merahnya. Mereka berani memberikan warna yang berbeda untuk kancah musik Indonesia. Hingga mas Yockie Suryo Prayogo pun dalam catatan fesbuknya pernah menurunkan tulisan berjudul, "Montecristo...mantafjek!" Dan saya membaca promo iklannya di majalah Rolling Stone Indonesia, para musisi dan penulis senior memberi endorsement-nya.

Kemudian majalah RSI pada edisi berikutnya no. 66 Novemeber 2010 menampilkan tulisan bang Denny Sakri mengulasnya dengan judul, "Montecristo, Tak Sekedar Musik Rock" Sebelum itu saya pernah membaca di harian Koran Tempo, 26 Agustus 2010 menurunkan judul, "Sebuah Nama tentang Musik dan Kehidupan" dilengkapi sebuah inteview perdana di gelombang frekwensi 89,2 FM Green Radio pada 18 Agustus 2010, menjadi tumpukan refersensi mengenal lebih dalam tentang Montecristo.

Tentu saja saya tidak akan meningkahi para senior yang saya kagumi itu, karena saya bukan pengamat musik hanya sebagai penikmat musik sehati. Kembali pada niatan semula dua lagu yang membuat saya tertarik. Sebuah lagu terlarang yang dinyanyikan pada taman harapan, serasa sebuah impian yang indah yang dimiliki sepasang kekasih pada masa yang lalu.

Forbidden Song
Word & Music by Rustam Effendy
Arr. by Fadhil Indra


When the clouds are followed by the rain
We feel the pain
When the night is followed by the dawn
We're broken
I miss your smiling face
In the summer breeze with the smell of roses
We've been through all the beautiful day
now they're gone
a lot of laughs along the way
miss the one
there's so much left behind
it made us insane, we'd crossed the borderline
we just turned around
we're not looking vack in the tunnel of time
We should have known this before
but still we've played it for more
and for more...
We were blind to sing along
wouldn't care too much to known
It was just a forbidden song
When the blue goes away
disappears
I could give up all my life
For all of moments we had
For your misery kiss
You just stood around
With your empty heart
With sadness in your face
We should have known this before
but still we've played it for more
and for more
We were blind to sing along
wouldn't care too much to know
It was just a forbidden song
Don't let the love turn to hate
If I an right or if I am wrong
It was just a forbidden song
nothing's wrong...


Lagu Terlarang. Tatkala awan berarak kemudian hujan turun, saat itu kita merasakan luka (pedih).
Ketika malam datang menjelang, sementara fajar menanti menyambut pagi, saat itu cerita kita berakhir.
Aku merindukan wajahmu yang senantiasa tersenyum, terutama pada musim panas di mana hembusan angin meniupkan aroma mawar. Kita telah bersama-sama melewati sepanjang hari yang indah. sekarang semuanya telah berlalu, menjadi kenangan. Mengenang canda tawa sepanjang jalan itu. Aku rindu tawa itu.
Terlalu banyak kenangan yang tertinggal dan itu telah membuat kita semakin gila. Kita bukan memutar balikan waktu hanya sejenak melewati kembali lorong waktu. Seharusnya kita sudah mengetahuinya namun kita tetap masih ingin bermain lagi dan lagi. Saat kita tidak bisa bernyanyi dengan merdu, namun kita tetap saja bernyanyi lagu terlarang itu. Lalu langit biru menghilang dalam gelap. Aku pasrah akan hidupku untuk semua kenangan kita, yang kita miliki. Untuk kelembutan sentuhan bibirmu itu. Tetapi kamu hanya mematung (berdiri tegak) dengan hati yang kosong serta seraut wajah sedih. Aku berharap jangan biarkan cinta itu berubah menjadi benci. Tak peduli benar atau salah ini adalah persembahan sebuah lagu terlarang dan itu tak ada yang salah.

Tentang lagu yang menyimpan kenangan lama penuh romantisme dilatarbelakangi alam yang menggiring pada kisah percintaan yang indah. Saat menulis ini terlintas wajah penulis liriknya yang sehari-hari lebih berasa ngocol namun dibalik itu ternyata ia seorang yang sangat puitis. Mereka adalah pujangga rocker milinium. Dengan kekompakan bersama dalam bermusik maka Forbidden Song hadir sebagai lagu syarat kenangan cinta yang indah tanpa melupakan desiran rocknya.

Berbeda dengan karya berikutnya yaitu Garden of Hope, memotret kehidupan negeri kita sangat pas dengan situasi yang berlaku. Mungkin semacam protes berselubung lewat barisan kata berpuisi yang dikemas dengan sentuhan musik lebih slowly. Berawal dari intro bongo dan konggo menyapa di antara gemerencik perkusi sebagai pembuka lagu.

Garden of Hope
Words & Music by Keith Rustam Effendy
Arr. by Fadhil Indra & Alvin Anggakusuma


It's not all about giving up
It''s not all about surrender
It's not all about losing hope
It's not about feeling hunger
Do not listen to a lunch of those politicians
Who promise everything but give you nothing
Just don't care any dirty game they play
Let us be united just to get away
We are living together in
a garden oh hope hand in hand
The sun is shining and giving us life
Stand up no surrender never give up get it up
Because we are living in land of love
No regret...Not Sadness
Looking up the sky and bright sunny day
Garden of hope is living for us
Let's kick the worries and light for
The best..and get it up
Let us be visited and we light survive
We are living together in a garden of hope
The sun in shining and giving us life
Because we're living in a land of love
Stand up no surrender never give up lets us it up
Because we are living in a garden of hope


Taman Harapan. Ini adalah sebuah cerita tentang taman yang memberi harapan untuk penghuninya.

Taman yang berisi tangan-tangan pantang menyerah untuk kehidupan. Bukan sekedar membicarakan perasaan lapar ditengah kemiskinan yang serasa menjadi tirai yang mampu disibakkan oleh para penguasa negeri. Kalangan diatas sekan mengemban amanah seperti memainkan sebuah permainan yang dengan mudahnya dikendalikan sesuai hasratnya. Ini negeri kita banyak tangan-tangan kecil menggapai untuk kemakmuran hidup.

Biarkan mereka begitu? Dan kita harus bersatu untuk menendang mereka yang hanya mementingkan isi perutnya sendiri. Kita hidup bersama dalam sebuah taman harapan. Mengharap tangan tetap diatas memberi, seperti matahari yang bersinar untuk kehidupan kita. Kita harus tetap tegar berdiri dan harus meraihnya karena kita hidup dengan cinta. Jangan ada kesedihan, jangan ada penyesalan.

Tetap menengadah lah ke langit yang cerah secerah hari penuh harapan. Taman harapan untuk kita. Marilah kita mengusir kekhawatiran itu dan mendapatkan yang terbaik. Marilah tetap bersatu, saling menyapa seperti cahaya yang selalu bertahan terangnya, karena kita hidup bersama di sebuah taman harapan.


Dari 9 lagu saya hanya mampu mengupas 2 lagu saja, selebihnya masih menarik dibahas dengan cara saya sendiri sebagai penikmat musik. Walaupun suguhan lagu "Celebration of Birth" sebagai lagu andalan sempat mengusik saya, namun saya merasa kurang mampu menterjemahkan lagu itu.

Hidup tidak pernah berakhir seperti puisi, hidup ini terasa indah bila semua bisa disyairkan seperti puisi dengan cinta maka dunia bisa dalam genggaman damai.
Untuk Montecristo, tetaplah berpuisi, tetaplah bermusik sentuh penghuni dunia dengan iramamu.
Tatkala puisi bersenandung maka Montecristo siap melangkah menggeridipkan blantika musik Indonesia.


Salam rOck On,

Arie Rachmawati