Sabtu, 31 Juli 2010

Pelakon Seni


DIA SEORANG DEWI
by Arie Rachmawati on Saturday, July 31, 2010 at 5:53am


# Scene 1

Bermula dari pertemanan di facebook satu setengah tahun yang lalu, aku mengenal dia aktris perempuan salah satu dari idolaku saat remaja dulu. Namanya Dewi Irawan, anak ketiga dari lima bersaudara, putri pertama seorang aktor kawakan almarhum bapak Bambang Irawan dan ibu Adek Irawan.
Dewi Irawan bernama Saraswati Dewi, lahir 13 Juni 1963, dia seorang perempuan yang ramah. Awal jumpa di facebook, aku rada takut menyapanya. Ternyata segala ketakutan itu akhirnya aku tepis karena ia idolaku itu ternyata ramah lahir dan batin. Terbukti setelah melewati kurun waktu menjalin pertemanan dengannya sebagai tempat berbagi cerita. Dengannya, banyak kecocokan di antara kami berdua, dari sekedar sharing film-film Indonesia, masalah anak hingga pembahasan agama. All In. Lebih-lebih ia tak menganggap diriku sekedar fans dan ia tak pernah menganggap dirinya seorang selebritis atau aktris top.

Pasangan suami istri yang mengabdikan hidupnya di dunia peran/layar lebar adalah Bapak (alm) Bambang Irawan dan Ibu Ade Irawan yang mempunyai nama asli Ade Arzia Dahar, melahirkan lima putra - putri antara lain :

1.Bambang Ari Satrya ( Ary)
2.Bambang Widya Permadi (Adi)
3.Saraswati Dewi (Dewi)
4.Sinta Savitri ( Atrie)
5.Chandra Ariati Dewi (Ria)


Kelahiran Dewi Irawan waktu itu bersamaan ayahnya mendirikan PT AGORA (Arena Gotong Royong Artis) Film. Ibu Adek Irawan juga dikenal selain sebagai aktris dan penulis skenario. Dua kakak Dewi, laki-laki, salah satu di antaranya, Adi Bambang Irawan, juga pernah muncul dalam beberapa film. Beberapa film anak-anak yang sempat aku tonton, namun bagiku peran Ria Irawan yang berkesan adalah membintangi film musikal ala Sound Of Music-nya Indonesia yaitu film Nakalnya Anak-Anak. Ria Irawan bermain bersama Dina Mariana,Ira Maya Sopha, alm. Ryan Hidayat dan Kiki Amalia. Ria yang manis dan lincah selain dikenal sebagai pemain film juga seorang foto model dan peragawati. Yang aku ingat waktu masih sekolah dasar berlangganan majalah anak-anak Ananda, Ria sempat menjadi cover-nya.

Ia bercerita di mana saat kelahirannya itu ada kaitannya dengan lambang/logo PT AGORA yaitu patung Dewi Saraswatii digambarkan sebagai sosok wanita cantik, dengan kulit halus dan bersih, merupakan perlambang bahwa ilmu pengetahuan suci akan memberikan keindahan dalam diri. Mungkin demikian pula harapan orang tua Dewi Irawan terhadap putri pertamanya itu.

Untuk menjadi sesuatu nama yang berbeda dari biasanya maka dinamai Saraswati Dewi, begitu tuturnya yang kupanggil Yudew, adalah kepanjangan dari mbakyu Dewi. Cerita itu mengalir pada suatu obrolan pagi pada suatu hari yang disela-sela syuting sinetron Senggol Bacok di Cisarua, Bogor.

Peran pertamanya dalam film" Belas Kasih" 1973. Film ini, hasil produksi rumah film milik PT.AGORA. Di mana sang Ayah menjadi sutradara sekaligus produser, sang Ibu sebagai penulis skenario. Dewi sudah menunjukkan bakatnya saat berusia 10 tahun.


# Scene 2
Obrolan pun merambah pada aktingnya yang sempat diacungi jempol untuk peran di film "Titian Serambut Dibelah Tujuh". Pada Festival Film Indonesia 1983 itu, nama Dewi Irawan disebut sebagai pemain yang boleh diperhitungkan aktingnya di kancah perfilman Indonesia saat itu yang berlangsung di Medan.
Aku teringat majalah jadul yang masih kusimpan, sebagai bukti bahwa Dewi Irawan itu pujaanku.

Film Titian Serambut Dibelah Tujuh

Sutradara : Chaerul Umam
Pemain : Soekarno M.Noor ~ Rachmat Hidayat ~ El Manik ~ Dewi Irawan
Penulis Skenario : Asrul Sani
Penata Musik : Franky Raden
Penata Artistik :
Penata Suara :


Tema ceritanya mirip dengan film Al-Kausar, yang digarap oleh sutradara yang sama.
Keunikannya,menolong film ini menjadi penting untuk dibicarakan. Tata artsistik, hadir dan langsung memberikan gambaran tentang setting cerita. Semuanya barangkali sudah tersedia, tapi bagaimana memilihnya - itu yang pantas dipujikan.
Kamera, dengan kuat memanfaatkan setiap sudut dan menjadi penambahan kekuatan film ini.

Tata musik (Franky Raden), unik dan menyatu. Ia tidak hanya sekadar menghadirkan bunyi-bunyi lokal, tapi nampak ada tafsir yang mendalam dengan berdasarkan pada kebutuhan cerita. Kekuatan sutradara, terasa pada keberaniannya mengadakan non dubb (tanpa suara) pada adegan pemasungan. Juga pengaturan bloking pada adegan-adegan sulit (pengeroyokan Ibrahim, pengeroyokan Arsad, pemasungan Hailmah)
Tata suara ikut membantu dramatisasinya (bayi menangis ketika Arsad-sang ayah-sekarat).

Inilah sebuah drama yang bermula dari fitnahan terhadap seorang gadis bernama Halimah yang diperankan oleh Dewi Irawan. Ia dituduh berzina, kemudian dipasung karena dianggap gila.
Majalah Zaman,21 Mei 1983 hal.25)
Majalah Zaman,21 Mei 1883 (hal.26)


Ini juga cerita tentang seorang guru muda diperankan oleh El-Manik yang datang ke suatu desa 'sarang maksiat' dan dikuasai oleh seorang jagoan diperankan oleh Soekarno M.Noor. Juga tentang seorang guru mengaji yang korup diperankan oleh Rachmat Hidayat Seharusnya El Manik dan Soultan Saladin bisa diharapakan. Tapi El Manik sukar hadir dalam beberapa agle. Ia baru bagus pada shot-shot pendek (medium,close up). Sedang Saladin, tak menghadirkan sesuatu yang baru. Ia malah bagus dalam film Al-Kautsar. Soekarno M.Noor dan Rachmat Hidayat, bermain bagus dan maksimal.

*Note : Data dari majalah Zaman,21 Mei 1983*

#Scene 3

Masih sekitar FFI'83 yang berlangsung di Medan. Beberapa film besutan para sutradara papan atas negeri ini bersaing memperebutan PIALA CITRA. Kecuali Arifin C. Noor, sutradara kawakan dan sutradara muda saling bertarung mereka antara lain :

1. Syuman Jaya - RA. Kartini

2. Ami Priono - Roro Mendut

3. Wim Umboh - Perkawinan'83

4. Teguh Karya - Di Balik Kelambu

5. Chaerul Umam _ Titian Serambut Dibelah Tujuh

6. Frank Rorimpabdey - Jejak-Jejak Wolter Mongisidi

7. Hengky Solaiman - Neraca Kasih

8. Mardali Syarif - Mereka Memang Ada

9. Sophan Sophiaan - Bunga-Bunga Bangsa.

10. B.Z.Kadaryono - Pak Sakerah

11. Pietjaya Burnama - Musang Berjanggut

12. Bobby Sandy - Amalia SH

13. Abrar Siregar - Sorta

Dan ada beberapa sutradara yang pernah menjadi unggulan pada festival yang lalu kali ini absen, mereka adalah Slamet Rahardjo, edward Pesta Sirait dan Ismail Subarjo. Dari banyaknya film yang saat itu berlangsung, aku menyempatkan diri menonton antara lain : Neraca Kasih, Perkawinan'83, Bunga-Bunga Bangsa,R.A. Kartini dan Di Balik Kelambu, selain Titian Serambut Dibelah Tujuh tak luput jadwal hadir di gedung bioskop yang pemiliknya adalah sahabat orang tuaku.

#Scene 4

Saraswati Dewi hingga kini masih aktif menantang semua peran. Darah seni itu benar-benar mengalir keseluruh tubuhnya. Beberapa perannya yang aku ingat justru pada filam Kembang Semusim arahan sutradara MT.Risyaf. Peran Dewi menjadi seorang gadis berandalan yang suka ngebut, pesta disko. Itulah Dewi yang selalu bermain dengan peran berbeda pada setiap lakonnya. Salah satu kutipan dari majalah tsb adalah " Saya ingin peran yang lebih menantang. Saya tidak mau digelari karena memerankan peran-peran yang itu-itu saja," katanya.
Majalah Zaman,21 Mei 1983 (hal.24)

Saat memerankan Halimah itu, perannya sempat disebut oleh pengamat film sebagai calon nominasi 'yang terbaik' dalam FFI'83. Saingan Dewi sangat berat yaitu Christine Hakim ( Di balik Kelambu) dan Widyawati (Amalia SH). Tapi bagi Dewi peran dan akting adalah pekerjaannya, film atau sinematografi adalaha ladangnya. Hingga kini masih eksis berperan. Salah satu dari sekian film Dewi Irawan saat ini yang sempat aku menontonnya aktingnya saat memerankan mama-nya Siska dalam film " Badai Pasti Berlalu" mengulang kesuksesan film dengan judul sama di tahun 1977. Film garapan Teguh Karya itu diolah ulang oleh sutradara muda Teddy Soeriaatmadja, scene saat kini.

#Scene 5

Dewi Irawan akhir-akhir ini enjoy menjadi ibu dalam setiap perannya. Dalam kehidupan nyata pun, Yudew pun seorang ibu daru putra-putrinya buah kasih pernikahannya dengan Luca F Marini, buah hatinya yang memiliki wajah cantik dan ganteng adalah Ray Emyr
Marini dan Dea nama kesayangan dari Shadira Arzya. Bersyukur sekali akhirnya aku bertemu ibu dan putrinya yang cantik itu. Bahkan sempat melakukan ibadah bersama pada suatu mushola di basement Citos.

Bagiku mengenal sosoknya adalah anugrah, ia seperti bukan seorang selebritis dengan pernak-pernikglamour namun dengan balutan blus putih tulang, tak lepas kacamata minusnya asyik menyantap hidangan dim sum, bahkan kami berdua rebutan lalapan kailan bertabur irisan bawang putih. Sesekali melanjut obrolan, ia bercerita saat meninggalkan tanah air beta sekitar tahun 1992 dan selama hampir dua belas tahun menetap di Italy, akhirnya tahun Juli 2004 kembali ke Indonesia tercinta dan memulai kembali berakting melalui layar sinetron lewat serial televisi swasta yang waktu itu boming cerita religie.

Di antara diskografi film-film yang pernah dilakoni hanya beberapa yang diingatnya. Di antaranya aku remaja dulu juga menikmati aktingnya sebut saja Guruku Cantik Sekali, waktu itu dengan Lidya Kandau. Kembang Semusim bersama Marissa Haque. Sedang dalam Sekuntum Duri adu akting dengan aktor ganteng Herman Felani. Ah, kembali membuka cerita lama tentang film-film jadul membuat memoriku kembali mengoprak-oprek daya ingat. Asyiiknya seakan waktu berputar ke masa jayanya perfilman Indonesia membumi dengan karya-karya kreativitas para pelakon seni untuk memperebutkan sebuah PIALA CITRA. Obrolan berahir dengan satu pertanyaan padanya, "Mbak, jadi sekarang Piala Citra itu kemana ya?"

Terima kasih banyak buat mbak Sarawati Dewi Irawan atas waktunya obrolan tak pernah ada jeda selalu bersambung lewat sms. Terima kasih atas lunch nya juga senyum ramahnya Dea. Semoga gadismu bisa menggantikan dirimu sebagai seorang DEWI penerus generasi perfilman dari keluarga besar alm Bambang Irawan dan Ibu Adek Irawan.
NB : Ternyata pertanyaan saya telah terjawab semalam Sabtu, 10 Desember 2011, saat pengumuman Piala Citra Festival Film Indonesia 2011 dan syukur Alahamdulillah beliau "Dia Sang Dewi" meraih piala sebagai pemeran pendukung wanita terbaik di film Sang Penari, menyisihkan 4 pelakon seni muda lainnya. Dewi Irawan telah menunjukkan janji pada dirinya karena setia menjalani peran seni (akting) baik di dunia layar kaca atau pun layar lebar. Congratulation My Dewi...

Salam,
arie rachmawati

Sabtu, 24 Juli 2010

Cerita Di Koridor Busway Blok M


Cerita Di Koridor Busway Blok M
Oleh Arie Rachmawati
Senja sore berlabuh di ujung kaki langit, aku masih dalam busway menuju Blok M. Macet adalah kenikmatan yang tak didapat di kota lain menurutku bagian dari pernak-pernik Jakarta. Gerimis pun ikut menemani perjalananku menuju tempat "Komunitas Pencinta Musik Indonesi" di Langsat Corner. Waktu itu Jum'at kedua di bulan ketujuh 2010. Saat melintas di koridor Busway Blok M, sorot mataku tertuju pada suatu pemandangan yang tak lazim. Lalu aku mendekatinya. Tangan kananku mencari selembar rupiah untuk berpindah tangan. Aku perhatikan sebelum memberi shodakoh itu, ada seorang ibu berjilbab yang amat peduli dengan laki-laki muda yang mempunyai kaki kanan yang aneh.

Akhirnya aku membaur dengan ibu tadi dan kami berniat ingin membantu ala kadarnya. Mengingat aku selalu berbekal pocket camera, aku membidik beberapa sudut kakinya yang aneh itu. Semula ybs tidak memberi izin karena malu dan akan meluas hingga terdengar di kampungnya yang jauh di pulau Sumatra itu.

Namanya Agus, 22 tahun. Keanehan itu sudah dirasa sejak balita. Bertambah usia maka pertambah pula membesarnya jejemari kaki kanannya. Sekarang ia tinggal di Depok bersama kakaknya. Hidupnya sehari-hari bukan semata mencari belas kasih pejalan kaki yang melintas di koridor busway Blom M. Ia melakukan aktifitas berbagai macam kerja serabutan asal halal dan bisa ditukar dengan rupiah untuk sesuap nasi.

Bila senja telah meluruh ia akan duduk menepi di didinding koridor dengan menatap kakinya yang kian hari kian membesar. Kawan, kalian yang peduli mungkin saat melintas koridor itu bisa memindahkan rupiahmu untuknya. Atau kalian ada ide untuk berbagi?

Saat ini aku dan ibu itu yang sehati berniat menolong dengan langkah awal membawa foto ini untuk ditunjuk kepada pihak kantonya tempat ibu itu bekerja di Departemen Kesehatan, sedang aku hanya bisa menulis cerita singkatnya melalui notes facebook-ku ini, mengetuk hati kalian. Langkah selanjutnya belum aku pikirkan karena saat ini sudah dua minggu berlalu kontak kami terputus dengan ibu yang baik hati itu.

Mungkin melalui tangan-tangan kita yang telah ditunjuk oleh-Nya, Agus pemuda tanpa memiliki asa itu akan meraih masa depannya. Kita hanya hamba Allah yang sedikit terketuk. semoga notesku kali ini membuat kita semakin kaya batiniah dengan kebaikan-kebaikan sebagai pundi-pundi amal bekal nanti di akhirat.

Mari kita peduli...

Terima Kasih
Arie Rachmawati

Note : Setelah tayangan tulisan ini di fesbuk pada tanggal 24 Juli 2010 jam 19:09
Banyak para teman yang peduli tetapi saya hilang kontak dengan ybs, semoga ybs sudah mendapat kepedulian dari orang-orang yang care, amin yra.